-->
Politik Dan Kekuasaan Negara
BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Menguraikan konsep kekuasaan politik kita perlu melihat pada kedua elemennya, yakni kekuasaan dari akar kata kuasa dan politik yang berasal dari bahasa Yunani Politeia (berarti kiat memimpin kota (polis)). Sedangkan kuasa dan kekuasaan kerap dikaitkan dengan kemampuan untuk membuat gerak yang tanpa kehadiran kuasa (kekuasaan) tidak akan terjadi, contohnya kita bisa menyuruh adik kita berdiri yang tak akan ia lakukan tanpa perintah kita (untuk ketika itu) maka kita mempunyai kekuasaan atas adik kita. Kekuasaan politik dengan demikian yakni kemampuan untuk membuat masyarakat dan negara membuat keputusan yang tanpa kehadiran kekuasaan tersebut tidak akan dibuat oleh mereka.
Bila seseorang, suatu organisasi, atau suatu partai politik bisa mengorganisasi sehingga banyak sekali tubuh negara yang relevan contohnya membuat aturan yang melarang atau mewajibkan suatu hal atau kasus maka mereka mempunyai kekuasaan politik.
Variasi yang bersahabat dari kekuasaan politik yakni kewenangan (authority), kemampuan untuk membuat orang lain melaksanakan suatu hal dengan dasar aturan atau mandat yang diperoleh dari suatu kuasa. Seorang polisi yang bisa menghentian kendaraan beroda empat di jalan tidak berarti ia mempunyai kekuasaan tetapi ia mempunyai kewenangan yang diperolehnya dari UU Lalu Lintas, sehingga bila seorang pemegang kewenangan melaksankan kewenangannya tidak sesuai dengan mandat peraturan yang ia jalankan maka ia sudah menyalahgunakan wewenangnya, dan untuk itu ia bisa dituntut dan dikenakan sanksi.
Sedangkan kekuasaan politik, tidak berdasar dari UU tetapi harus dilakukan dalam kerangka aturan yang berlaku sehingga bisa tetap menjadi penerapan kekuasaan yang konstitusional.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hubungan Antara Politik, Kekuasaan, dan Negara
Hubungan antara politik, kekuasaan, dan negara tentunya akan sangat berkaitan erat lantaran memang ketiga itu yakni satu komponen yang saling berafiliasi erat. Semua komponen ini akan sangat menentukan bagaimana keadaan dari negara dan juga rakyat dari negara tersebut.

1.      Politik
Pengertian politik ketika ini banyak sekali dihubungkan dengan kekuasaan dan bahkan pengertian inilah yang banyak dimengerti oleh kebanyakan orang termasuk oleh para pelaku politik itu sendiri. Siapa saja yang terjun di dalam dunia politik tentunya yakni siapa saja yang menginginkan dirinya untuk sanggup memperoleh kekuasaan. Kekuasaan yang dimaksudkan di dalam penjalanan politik ini yakni kekuasaan yang ada di dalam negara. Karena dengan memperoleh kekuasaan di dalam negara, maka akan bisa untuk memengaruhi atau mempersembahkan warna dalam sistem pemerintahan sebuah negara. Jadi, dengan ini, maka akan sanggup kita lihat bagaimana eratnya kekerabatan antara kedga komponen ini, yaitu politik, kekuasaan, dan juga negara. Hanya saja ini yakni kekerabatan yang banyak terjadi dan ada di dalam sistem pemerintahan ketika ini di mana tiruananya menerapkan sistem sekuler.
Sedangkan di dalam pengerdan yang lairr, politik yang dimaksudkan tidak semata yakni untuk mendapat kekuasaan di dalam negara. Politik dimaksudkan untuk melaksanakan peng-urusan terhadap segala urusan yang dimiliki oleh rakyat, sehingga dengan menerapkan pengerdan ini, maka siapa saja yang berada di dalam lingkungan politik ini akan mempunyai kewajiban dan tanggung tanggapan untuk meng-urusi segala urusan rakyat. I a tak lagi menjadi sosok yang seakan berada di singgasana kekuasaan, namun menjadi pelayan akan segala urusan yang dimiliki oleh rakyat.
Namun, pengertian ini tak banyak disadari atau dipahami oleh kebanyakan dari pelaku politik itu sendiri dan juga bahkan oleh rakyat itu sendiri. Yang ada di dalam pikiran mereka yakni bagaimana melaksanakan politik untuk mendapat kekuasaan negara. Sesudahnya, yang menjadi tujuan utama yakni untuk mengedepankan kepentingan pribadi dan melupakan kepentingan dari rakyat yang sudah menentukan mereka. Itulah yang ada di dalam kekerabatan antara kekuasaan, dan negara ketika ini.

B.     Pengertian Politik
Politik yakni proses pembentukan dan pemberian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini ialah upaya penggabungan antara banyak sekali definisi yang tidak sama terkena hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik yakni seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga sanggup ditilik dari sudut pandang tidak sama, yaitu antara lain:

·         politik yakni usaha yang ditempuh masyarakat negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
·         politik yakni hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan Negara
·         politik ialah acara yang diarahkan untuk mendapat dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
·         politik yakni segala sesuatu wacana proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, sikap politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk wacana partai politik.
Pada umumnya sanggup dikatakan bahwa politik yakni usaha untuk menekankan peraturan-peraturan yang sanggup diterima baik oleh sebagian besar orang, untuk membawa masyarakat kearah kehidupan bersama yang lebih harmonis. Usaha mencapai the good life ini menyangkut banyak sekali macam acara yang antara lain menyangkut proses penentuan tujuan dari system, serta cara-cara melaksanakan tujuan itu. Masyarakat mengambil keputusan terkena apakah yang menjadi tujuan dari system politik itu dan hal ini menyankut pilihan antara beberapa alternative serta urutan prioritas dari tujuan-tujuan yang sudah ditentukan itu.
Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan alokasi (allocation) dari sumber daya alam. Perlu dimiliki kekuasaan (power) serta wewenang (authority). Kekuasaan ini diharapkan baik untuk membina kolaborasi maupun untuk menuntaskan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Teknik-cara yang dipakainya sanggup bersifat persuasi dan jikalau perlu bersifat paksaan. Tanpa paksaan, kebijakan ini spesialuntuk ialah perumusan impian belaka.
Akan tetapi kegiatan-kegiatan ini sanggup menimbulkan konflik lantaran nilai-nilai (baik yang materiil maupun yang mental) yang dikejar biasanya langka sifatnya. Di pihak lain, di Negara demokrasi, acara ini juga memerlukan kolaborasi lantaran kehidupan insan bersifat kolektif. Dalam rangka ini politik pada dasarrnya sanggup dilihat sebagai usaha penyelesaian konflik.
Tetapi tidak sanggup disangkal bahwa dalam pelaksanaannya acara politik, di samping segi-segi yang baik, juga mencakup beberapa aspek segi-segi negative. Hal ini disebabkan lantaran politik mencerminkan watak manusia, baik nalurinya yang baik maupun nalurinya yang buruk. Perasaan insan yang berguaka ragam sifatnya, sangat mendalam dan sering saling berperihalan, mencakup beberapa aspek rasa cinta,benci, setia, bangga, aib dan amarah. Tidak heran jikalau dalam realitas sehari-hari kita acapkali berhadapan dengan banyak acara yang tidak terpuji. Singkatnya politik yakni perebutan kuasa, takhta dan harta.
Joyce Mitchell, dalam bukunya Political Analysis and Public Policy mengatakan: “Politik yakni pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat seluruhnya.
Harrold D Laswell dalam buku Who Gets What, When, How menyampaikan “Politik yakni kasus siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana” Roger F. Soltau, dalam bukunya Introduction to politics mengatakan: “ Ilmu politik mempelajari Negara, tujuan-tujuan Negara dan forum yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu, kekerabatan antara Negara dengan masyarakatnya serta kekerabatan antarnegara.
W.A Robson dalam The University Teaching of Social Sciences, menyampaikan :”Ilmu politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat hakiki dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil. Fokus perhatian seorang sarjana politik tertuju pada usaha untuk mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau imbas atas orang lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu.

C.    Negara dan kekuasan
Negara, berdasarkan Prof. Miriam Budiardjo, yakni suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Bisa dikatakan bahwa Negara yakni bentuk yang paling modern dari kehendak insan untuk hidup bersama, sehabis sebelumnya antara insan satu dengan yang lainnya seolah menyerupai serigala terhadap mangsanya, saling membunuh (homo homini lupus).
Berbicara wacana Negara tampaknya tidak akan bisa dilepaskan dari pembicaraan wacana kekuasaan, lantaran kekuasaan yakni fungsi dari keberadaan sebuah negara. Kekuasaan sendiri bisa didefinisikan sebagai kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mensugesti sikap seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan impian pelaku (Prof. Miriamm Budiardjo)
Kekuasaan yakni fungsi dari keberadaan sebuah negara, bahkan negara itu sendiri yakni bentuk lain dari kekuasaan, Thomas Hobbes (1588-1679) bahkan memandang kekuasaan negara dengan sangat ekstrim, ketika menyebut Negara ideal itu dengan sebutan Leviathan (Leviathan sendiri sesungguhnya citra wacana monster bahari dalam legenda yahudi kuno) sebuah simbol bahwa negara harus mempunyai kekuasaan yang luas dalam mengatur masyarakat. Kekuasaan sendiri berdasarkan John Locke (1975), hadir dari upaya individu menyatukan visi mereka dalam sebuah komunitas. Visi tersebut lahir dari rangkaian refleksi dan kesadaran atas hakikat dirinya sendiri sebagai makhluk yang rasional.
Negara yakni sebuah organisasi, bentuk lain dari kekuasaan, lantaran itu akan ada individu atau sekelompok individu yang akan memimpin organisasi tersebut, dengan kata lain juga akan memegang, menjalankan dan memakai kekuasaan tersebut kepada anggota organisasi yang lain, dalam hal ini yakni masyarakat, dengan tujuan untuk memastikan tujuan dari negara itu tercapai.
Nah, individu atau sekelompok individu yang memegang kekuasaan dari sebuah negara itu kita sebut dengan penguasa atau dengan kata lain yakni pemerintah. Sumber kekuasaan sendiri dalam sebuah negara akan menentukan corak dan model kekuasaan yang akan dijalankan. Kekuasaan yang bersumber dari sebuah otoritas, biasanya yakni keluarga atau keturunan, akan mempersembahkan kekuasaan yang mutlak kepada seorang penguasa (pemerintah), kekuasaan yang mutlak ini bisa dan biasanya menjadi cikal bakal kekuasaan yang otoriter atau otoriter.
Sedang kekuasaan yang berasal dari rakyat (misalnya melalui pemilihan) yakni kekuasaan yang kompromistis (ada distribusi dan pemberian kekuasaan, dsb). Penyimpangan kekuasaan yang dilakukan oleh penguasa (pemerintah) bisa berasal dari kekuasaan atau pemerintahan yang otoriter, bahkan juga kekuasaan atau pemerintahan demokratis yang kompromistis.
Pemerintahan dalam definisi Rousseau yakni suatu tubuh mediator yang dibuat antara masyarakat negara dan kedaulatan tertinggi demi terjalinnya komunikasi timbal balik

D.    Masyarakat Dan Politik
1.      Hubungan Masyarakat dan Politik
Dalam kerangka dimensi-dimensi sosial masyarakat, akan 1! selalu terkait dengan politik. Dimensi politik dalam masyarakat, berdasarkan Franz Magnis Suseno (1991) nkan mencakup beberapa aspek lingkaran-lingkaran kelembagaan aturan dan negara serta sistem-sistem  nilai dan ideologi-ideologi  yang  mempersembahkan  legitimasi ” kepadanya.”    
Sepintas lalu, pernyataan di atas mempersembahkan alasan kemustahilan jikalau masyarakat terpisah dengan politik. Politik dan ” masyarakat, atau sebaliknya, yakni dua sisi mata uang; kendati saling tidak sama titik tekannya namun ia tak mungkin terpisahkan ” dalam realitas sosialnya, baik untuk jangka pendek maupun untuk 1 jangka panjang, baik pada lingkup individu maupun kelompok.
Menurut Deliar Noer terdapat kekerabatan masyarakat dengan  politik pada aspek kekuasaan. la menegaskan bahwa prasyarat “; adanya kekuasaan ditengah masyarakat kecuali adanya masyarakat yang menguasai pada satu pihak dan adanya ” masyarakat yang dikuasai pada pihak lain. Suatu imbas atau ” wibawa seseorang yang menguasai dibuat dan didiberikan oleh orang-orang yang dikuasainya.
Pendapat di atas menggambarkan kekerabatan masyarakat I dengan politik pada aspek kekuasaan. la menegaskan bahwa prasyarat adanya kekuasaan ditengah masyarakat kecuali adanya : masyarakat yang menguasai pada satu pihak dan adanya masyarakat yang dikuasai pada pihak lain. Suatu imbas atau wibawa seseorang yang menguasai dibuat dan didiberikan oleh , orang-orang yang dikuasainya.
Pengertian di atas tidak semata merujuk kepada masyarakat modern, melainkan menawarkan pula kepada masyarakat tradisional yang sudah terjadi secara bebuyutan sepanjang sejarah kehidupan manusia. Hubungan itu tentu pula berada dalam unit yang sekecil-kecilnya, menyerupai kita kenal dalam Islam bahwa apabila ada tiga orang bepergian maka hendaklah ditunjuk salah satunya jadi pemimpin. Cerminan doktrinal Islam tersebut merefleksi kepada apa yang disebut pemimpin keluarga, pemimpin Rukun Tetangga, begitu seterusnya hingga kita jumpai pemimpin negara.
Hubungan masyarakat dan politik dilihat dari kegunaannva mempunyai makna pengaturan. Seperti disebut oleh Franz Magnis Suseno (1991 : 20), kekerabatan itu mempunyai dua sesi fundamental. Pertama, insan yakni makhluk yang tahu dan mau. Kedua, makhluk yang selalu ingin mengambil tindakan. Dalam upaya pengaturan hasrat (tahu, mau dan tindakan) itu diharapkan suatu forum pengaturan dengan jenisnya yang majemuk : ada yang disebut kerajaan, negara, kabilah dan lain sebagainya.
Apa yang ditegaskan Suseno itu mencirikan suatu kekerabatan masyarakat dan politik ke dalam bentuk, singkatnya yakni negara.’ melaluiataubersamaini adanya negara menawarkan adanya keterikatan seseorang pada peraturan-peraturan yang berlaku, peraturan-peraturan secara umum maupun secara khusus. Undang-undang perpajakan, penghasilan, undang-undang wacana organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan; undang-undang larangan terhadap berdirinya partai komunis; dan lain sebagainya ialah aturan-aturan yang muncul dari rahim negara (dibuat oleh pemerintah) untuk membuat tertib berpolitik di antara masyarakat dari lapisan yang terendah-rendahnya kepada lapisan yang setingi-tingginya.

2.      Peranan Negara Dalam Masyarakat
Secara deskriptif Soemarsaid Moertono (1985) melukiskan peranan negara dalam masyarakat, sebagai diberikut.“Tak ada ruang bagi adaptasi sekehendak hati maupun timbal balik atau suatu perdamaian/kerukunan dan mencocokkan yang sangat bahagia; sebaliknya, alam semesta diatur dengan ketentuan-ketentuan yang keras dan tegar tanpa   ampun.  Penyimpangan  dari  padanya  akan menimbulkan serangkaian reaksi yang mungkin hingga kepada hal-hal yang mencelakakan. Dan sini jarak sudah pendek sekali untuk hingga pada keyakinan akan berlakunya nasib. Karena itulah orang jawa tidak akan menganggap negara sudah memenuhi kewajiban-kewajibannya bila ia tidak mendorong   suatu   kententraman   batiniah   (tentrem, kedamaian dan ketenangan hati) maupun mewujudkan tata tertib formal menyerupai peraturan negara.”
Kutipan di atas menunjukkan, bahwa politik (negara) selalu berhuhungan dengan masyarakat dalam pengertiannya yang amat kompleks dan menveluruh. la tidak spesialuntuk berafiliasi dengan pengtituran-pengaturan yang sifatnva profan (nampak), bahkan problem ketentraman dan kedamaian batiniah sekiilipun sepenuhnya ialah tanggung tanggapan negara. Kendati yang dicontohkan dalam kutipan di atas yakni masyarakat Jawa, namun negara-negara tradisional dan modern dimanapun lebih kurang akan mempunyai kekerabatan yang sama; bahwa demikian kompleksnva kekerabatan negara (politik) dengan masyarakat.
melaluiataubersamaini kata lain, setiap anggota masyarakat tidak sanggup melepaskan diri dari ikatan-ikatan peraturan-peraturan yang diadakan oleh negara. Secara umum juga sanggup dikatakan bahwa seseorang jelas-jelas tidak sanggup menghindarkan dari hidup bernegara. Sebab, tidakbolehkan masih hidup, ketika ia meninggal saja ia tetap berafiliasi dengan negara, yakni dengan izin penguburannva misiilnya. INI yang menawarkan pentingnya negara yang terkadang sanggup lebih besar hubungannya ketimbang kiprah organisasi subordinatnva menyerupai perkumpulan olahraga atau organisasi politik (partai) dan organisasi kemasyarakatan. Eratnya kekerabatan masyarakat dan politik, juga digambarkan oleh Stevan Lukes (dalam Miller & Seidcntof, e.d., 1986) sebagai ‘diberikut.“
Mengapakah seseorang harus membentuk suatu ikatan terhadap pegawanegeri administratif yang memonopoli kekuasaan sah dalam wilayah tertentu? Simbol-simbol menyerupai akan bersatu dalam kehidupan spesialuntuk apabila mereka menjadi simbol-simbol negara; yang penting bukanlah mesin pemerintahan melainkan bahwa orang harus mempunyai rasa untuk menyebarkan nasib politik dengan orang lainnya, suatu impian untuk bersatu dengan mereka secara politis dalam suatu negara dan kesiapan untuk terikat pada tindakan politik bersama.” llustrasi tersebut mengambarkan bahwa kekerabatan politik dan masyarakat sangat berarti untuk terdapatnya masyarakat bersatu serta semoga masyarakat mempunyai identitas diri yang mendorong rasa mempunyai terhadap identitas bersamanya itu (nasionalisme) Secara sederhana kekerabatan itu sanggup dirinci sebagai diberikut:
1.      Sebagai simbol kebersamaan
2.      Sebagai wujud identitas bersama
3.      Sebagai wahana tumbuhnva perasaan dan senasib
4.      Sebagai wahana ikatan dalam bertindak.
Maka politik, dalam kerangka kecil maupun besar akan mengarahkan fungsi-fungsi kekerabatan antara anggota masyarakat sehingga setiap diri masyarakat selalu mendapat peluang, peluang, wadah aktualitas, pengaturan dan penerbitan. Bahwii secara ekstrim, melalui kekerabatan masvarakat dan politik sanggup menimbulkan suatu permusuhan dan peperangan andai kekerabatan itu dilepaskan dari kerangka-kerangka nilai  yang berlaku di tengah masvarakat.
Perang dunia I dan dunia II yang disusul dengan Perang masbodoh ( Ketegangan kekerabatan antara kekuatan liberal dan komunis ) sesungguhnya ialah refleksi kekerabatan masyarakat (dunia) dengan politik. Tetapi politik tersebut sudah ternodai oleh lepasnya ikatan-ikatan moral dan sudah lepas dari substansi politik dalam fungsinya untuk tertib bermasvaraka.t, sehingga politik pada kesannya berekses pada pemusnahan suatu masvarakat oleh masyarakat yang lainnya. Namun demikian, hal ini tetap harus diakui sebaga; .r-bungan antara masyarakat dan politik, kendati pada kerangka nilai harus dipisahkan mana kekerabatan yang sanggup dibenarkan dan mana kekerabatan vang tidak terpuji.
Namun menyerupai diungkapkan oleh Carlto • J.H. Hayes (1950: 128), untuk menghindari perperihalan nilai dalam kekerabatan itu, maka kekerabatan masyarakat dan politik sanggup dirumuskan sebagai kekuatan yang memupuk simpati antar anggota masyarakat menyerupai dedikasi bersama, perbaikan dan pembaharuan serta rasa pembelaan kepada wilayah, kebudayaan dan kekayaan alam lingkungannya.

E.     Konsep Kekuasaan Negara
Konsep kekuasaan negara, ialah belahan dari konsep ilmu politik dan kenegaraan. Mungkin anda sudah mengetahui bahwa konsep ini ialah salah satu bahasan inti dalam ilmu politik yang berafiliasi erat dengan dengan konsep negara. Kekuasaan yang dibahas pun dalam kajian ini yakni kekuasaan negara.Tentu anda masih ingat kembali pada materi-materi sebelumnya bahwa apabila ditinjau dari sudut pandang dari teori ilmu politik maupun aturan tata Negara,negara itu yakni suatu organisasi kekuasaan. Para hebat menyampaikan definisi wacana Negara antara lain;
“Roger H.Soltau,Negara yakni alat (agency) atau wewenangnya (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas masyarakat”.

1.      Organisasi Negara
Organisasi negara terdiri dari sejumlah alat-alat perlengkapan negara yang membangun sebuah sistem tata kerja untuk menjalankan negara dalam mewujudkan tujuannya. Sistem tata kerja melukiskan kekerabatan serta pemberian kiprah tersebut intinya yakni pemberian dan pendistribusian kekuasaan pada alat perlengkapan negara yang dilakukan secara sistematik sehingga membangun sebuah prosedur kerja yang teratur. Dari pembagiaan dan pendistribusian kekuasaan ini yang memungkinkan setiap alat perlengkapan negara milik kekuasaan disertai kewenangan untuk melaksanakan dan mendukung prosedur dan pemerintahan atau disebut dengan membangun dan menjalankan sistem ketatguagaraan.

2.      Negara Sebagai Organisasi Kekuasaan
Kekuasaan negara dalam menguasai masyarakat mempunyai otoritas dan kewenangan. Otoritas dalam arti hak untuk mempunyai legitimasi kekuasaan dan kewenangan untuk ditaati, sedangkan teori yang dikemukakan oleh Krguanburg dan Logemann, mereka mengemukakan pendapat yang sama bahwa negara itu ialah organisasi kekuasaan. Negara sebagai organisasi kekuasaan memerlukan legitimasi dengan demikian memerlukan hukum, keduanya saling melengkapi dalam menjalankan kiprah negara. Negara sebagai organisasi kekuasaan secara realitas dihadapkan kepada batasan konstitusional, konstitusi mengatur bagaimana kekuasaan yang dimiliki oleh organisasi negara didistribusikan kepada alat perlengkapan negara.
Sedangkan pemaknaan terhadap negara baik sebagai organisme, atau sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan bersama, konsep negara tidal lepas dari konsep kekuasaan, dimana ada negara disitu  ada kekuasaan. Sumber kekuasaan, berkaitan dengan kajian wacana dari mana asal atau sumber kekuasaan Negara itu ? Masalah ini yakni berkaitan dengan legitimasi kekuasaan. Artinya sebuah kekuasaan akan berpengaruh apabila kekuasaan tersebut sudah mempunyai legitimasi dan legitimasi ini ditentukan oleh sumber kekuasaan tersebut. Secara teori filosofi banyak dikembangkan dalam anutan ilmu negara yang pada prinsipnya terdapat dua jenis  sumber kekuasaan.

3.      Sumber dari pada Kekuasaan
Soehino (1983) mengemukakan, bahwa asal atau sumber dari pada kekuasaan itu yakni dari Tuhan. Teori ini antara lain dipelopori oleh Johannes Althusius. Menurutnya bahwa kekuasaan itu berasal dari Tuhan, kekuasaan tersebut didiberikan kepada rakyat. Kemudian kekuasaan yang ada pada rakyat ini diserahkan kepada seseorang, yang disebut raja, untuk menyelenggarakan kepentingan masyarakat.
Selanjutnya dikemukakan wacana penyerahan kekuasaan dari rakyat kepada raja ini , dalam teori aturan alam sendiri terdapat perbedaan-perbedaan pendapat. Seperti Rousseau yang beropini dilakukan tidak langsung, yaitu dari rakyat melalui masyarakat kemudian raja, sedangkan Thomas Hobbes dilaksanakan secara pribadi dari rakyat kepada raja.

4.      Kedaulatan Negara
Berbicara wacana kekuasaan dan pemegang kekuasaan sangat berkaitan, untuk itu hal yang menyangkut bagaimana kekuasaan tertinggi itu. Kedaulatan yakni kekuasaan tertinggi, dalam Undang-Undang Dasar 1945 dikatakan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan sepenuhnya dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam pelaksananya sebagai konsekuensi dari sistem demokrasi perwakilan. Akan tetapi pada hakikatnya rakyatlah yang mempunyai kedaulatan. Maka untuk memperoleh kekuasaan tertinggi harus melalui pemilihan umum, sebagai proses penyerahan kedaulatan tersebut untuk digunaka sebagi kekuatan kekuasaan yang akan melahirkan kewenangan bagi MPR sebagai pelaksana kedaulatan dari rakyat.
Kekuasaan pada paham modern kekuasaan dari rakyat selanjutnya dimiliki oleh negara yang kemudian didistribusikan kepada lembaga-lembaga negara untuk menjalankan sistem pemerintahan. Anda perlu ketahui bahwa pemegang kekuasaan. Maksudnya kekuasaan tertinggi atau kedaulatan itu siapakah yang mempunyai dan atau memegang di dalam suatu negara.
Kekuasaan yang dimiliki oleh negara bila sudah mempunyai legitimasi maka akan ialah kewenangan yang diakui oleh rakyat sebagai masyarakat negara. Proses perolehan legitimasi harus memperoleh pembenaran dari pemegang dan pemilik kedaulatan tersebut.
Proses legitimasi kekuasaan yang dimiliki oleh negara dan pemerintah dalam sistem demokrasi dilakukan melalui pemilihan umum. Oleh lantaran itu, pemilihan sebagai forum demokrasi yang pada hakikatnya yakni proses pemdiberian legitimasi kekuasaan bagi negara dan pemerintah. Sekali lagi perlu dipahami bahwa kewenangan bagi negara untuk menjalankan kekuasaannya apabila negara atau pemerintah belum mempunyai legitimasi untuk menjalankan kekuasaan tersebut. Dalam arti lain kekuasaan yang dimiliki oleh organisasi tidak akan menjadi kewenangan apabila tidak memperoleh legitimasi dari pemegang kekuasaan.
Untuk mengulas wacana kekuasaan dan kewenangan akan berkait dengan kedaulatan.Untuk mempelajari lebih lanjut wacana kedaulatan, Anda perlu mepelajari wacana teori-teori kedaulatan. Keadaulatan yakni kekuasaan yang tertinggi yang terdapat dalam suatu organisasi .

5.      Teori-Teori Kedaulatan
Kedaulatan, dan bagaimana sifat-sifat kedaulatan itu, pada kala XVI Jean Bodin (Perancis) yakni sarjana mengemukakan pendapatnya, bahwa kedaulatan itu yakni kekuasaan tertinggi untuk menentukan aturan dalam suatu negara, yang sifatnya:tunggal, asli, kekal dan tidak sanggup dibagi-bagi. Namun pengertian tersebut banyak mendapat Koreksi, sehubungan terlalu sempit dalam mempersembahkan maknanya. Kekuasaan tertinggi justru untuk sanggup digunakan memerlukan untuk npelaksanaan sistem pemerintah.Oleh lantaran itu definisi tidak sanggup dilaksanakan secara konsekuen terlebih bila dihadapkan kepada teori pemisahan kekuasaan (trias politika) dan pemberian kekuasaan (distribution of  power).


BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan

-          Politik yakni proses pembentukan dan pemberian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
-          Politik yakni seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
-          Negara, berdasarkan Prof. Miriam Budiardjo, yakni suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Bisa dikatakan bahwa Negara yakni bentuk yang paling modern dari kehendak insan untuk hidup bersama
-          Kekuasaan berdasarkan John Locke (1975), hadir dari upaya individu menyatukan visi mereka dalam sebuah komunitas. Visi tersebut lahir dari rangkaian refleksi dan kesadaran atas hakikat dirinya sendiri sebagai makhluk yang rasional.
-          Konsep kekuasaan negara, ialah belahan dari konsep ilmu politik dan kenegaraan. Mungkin anda sudah mengetahui bahwa konsep ini ialah salah satu bahasan inti dalam ilmu politik yang berafiliasi erat dengan dengan konsep negara.
-          Soehino (1983) mengemukakan, bahwa asal atau sumber dari pada kekuasaan itu yakni dari Tuhan. Teori ini antara lain dipelopori oleh Johannes Althusius. Menurutnya bahwa kekuasaan itu berasal dari Tuhan, kekuasaan tersebut didiberikan kepada rakyat. Kemudian kekuasaan yang ada pada rakyat ini diserahkan kepada seseorang, yang disebut raja, untuk menyelenggarakan kepentingan masyarakat.

B.     Saran

Dalam pembahasan bahan di atas terkena politik dan kekuasaan negara mngkin masih banyak belum sempurnanya, baik di segi penulisan ataupun di dari penyusunan kalimat dan kata-katamya,oleh sebap itu kami selaku penulis minta maaf sebesar-besarnya kepada dosen dan mahasiswa tiruana, sebagai penyempurna kami mengharap Koreksi dan masukan yang positif dari kawan-kawan tiruana.

LihatTutupKomentar