-->
Teori-Teori Wacana Kepuasan Kerja Dan Pengaruh Kepuasan Dan Ketidakpuasan Kerja
Teori-Teori wacana Kepuasan Kerja

Menurut Wexley dan Yukl (1977) teori-teori wacana kepuasan kerja ada tiga macam yang lazim dikenal yaitu:

1.Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory)
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu ialah hasil dari perbandingan atau kesentidakboleh yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap banyak sekali macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesentidakboleh antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesentidakboleh antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar.

2. Teori Keadilan (Equity Theory)
Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia mencicipi adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupunditempat lain.

3. Teori Dua – Faktor (Two Factor Theory)
Prinsip dari teori ini yaitu bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja ialah dua hal yang tidak sama. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan sanggup dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan Dissatisfier atau hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators.


Satisfier atau motivators yaitu faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggungjawaban dan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti mengambarkan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi berpengaruh yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh alasannya yaitu itu faktor ini disebut sebagai pemuas.
Hygiene factors yaitu faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari penghasilan, insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja dan status. Keberadaan kondisi-kondisi ini tidak selalu menjadikan kepuasan bagi karyawan, tetapi ketidakberadaannnya sanggup menimbulkan ketidakpuasan bagi karyawan. As’ad (2004, p.104). Sebuah kelompok psikolog Universitas Minnesota pada simpulan tahun 1950-an membuat suatu acara riset yang bekerjasama dengan problem umum terkena pembiasaan kerja. Program ini menyebarkan sebuah kerangka konseptual yang, didiberi nama Theory of Work Adjustment (Wayne dan Cascio, 1990, p.277).
Theory of Work Adjustment didasarkan pada hubungan antara individu dengan lingkungan kerjanya. Hubungan tersebut dimulai dikala individu memperlihatkan kemampuan atau keahlian yang memungkinkan untuk mempersembahkan tanggapan terhadap kebutuhan kerja dari suatu lingkungan kerja. Dari lain pihak, lingkungan kerja menyediakan pendorong atau penghargaan tertentu ibarat penghasilan, status, hubungan pribadi, dan lain-lain dalam hubungannya dengan kebutuhan individu.
Jika individu memenuhi persyaratan kerja, maka karyawan akan dianggap sebagai pekerja-pekerja yang memuaskan dan diperkenankan untuk tetap bekerja di dalam tubuh usaha. Di lain pihak, kalau kebutuhan kerja memenuhi kebutuhan individu atau memenuhi kebutuhan kerja, pekerja dianggap sebagai pekerja-pekerja yang puas.
Individu berharap untuk dievaluasi oleh penyelia sebagai pekerja yang memuaskan dikala kemampuan dan keahlian individu memenuhi persyaratan kerja. Apabila pendorong-pendorong dari pekerjaan memenuhi kebutuhan kerja dari individu, mereka dibutuhkan untuk jadi pekerja yang puas. Seorang karyawan yang puas dan memuaskan dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Jika kemampuan dan persyaratan kerja tidak seimbang, maka pengunduran diri, tingkat pergantian, pemecatan dan penurunan jabatan sanggup terjadi. Model Theory of Work Adjustment mengukur 20 dimensi yang menerangkan 20 kebutuhan elemen atau kondisi penguat spesifik yang penting dalam membuat kepuasan kerja. Dimensi-dimensi tersebut dijelaskan sebagai diberikut:
a. Ability Utilization yaitu memanfaatkan kecakapan yang dimiliki oleh karyawan.
b. Achievement yaitu prestasi yang dicapai selama bekerja.
c. Activity yaitu segala macam bentuk acara yang dilakukan dalam bekerja.
d. Advancement yaitu kemajuan atau perkembangan yang dicapai selama bekerja.
e. Authority yaitu wewenang yang dimiliki dalam melaksanakan pekerjaan.
f. Company Policies and Practices yaitu kebijakan yang dilakukan adil bagi karyawan.
g. Compensation yaitu segala macam bentuk kompensasi yang didiberikan kepada para karyawan.
h. Co-workers yaitu rekan sekerja yang terlibat pribadi dalam pekerjaan.
i. Creativity yaitu kreatifitas yang sanggup dilakukan dalam melaksanakan pekerjaan.
j. Independence yaitu kemandirian yang dimiliki karyawan dalam bekerja.
k. Moral values yaitu nilai-nilai etika yang dimiliki karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya ibarat rasa bersalah atau terpaksa.
l. Recognition yaitu ratifikasi atas pekerjaan yang dilakukan.
m. Responsibility, tanggung jawaban yang diemban dan dimiliki.
n. Security, rasa kondusif yang dirasakan karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
o. Social Service yaitu perasaan sosial karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
p. Social Status yaitu derajat sosial dan harga diri yang dirasakan tanggapan dari pekerjaan.
q. Supervision-Human Relations yaitu pertolongan yang didiberikan oleh tubuh perjuangan terhadap pekerjanya.
r. Supervision-Technical yaitu bimbingan dan menolongan teknis yang didiberikan atasan kepada karyawan.
s. Variety yaitu variasi yang sanggup dilakukan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
t. Working Conditions, keadaan daerah kerja dimana karyawan melaksanakan pekerjaannya.

Hipotesis pokok dart Theory of Work Adjustment yaitu bahwa kepuasan kerja ialah fungsi dari hubungan antara sistem pendorong dari lingkungan kerja dengan kebutuhan individu

Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja

1. Produktifitas atau kinerja (Unjuk Kerja)
Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menimbulkan peningkatan dari kepuasan kerja spesialuntuk kalau tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan masuk akal dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja. Asad (2004, p. 113).

2. Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter & Steers menyampaikan bahwa absensi dan berhenti bekerja ialah jenis jawabanan yang secara kualitatif tidak sama. Ketidakhadiran lebih bersifat impulsif sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja. dalam Asad (2004, p.115). Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar
kemungkinannya bekerjasama dengan ketidakpuaan kerja. Menurut Robbins (1996) ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan sanggup diungkapkan ke dalam banyak sekali macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan sanggup mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawaban pekerjaan mereka.

Empat cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan, (p. 205) :
1. Keluar (Exit): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.
2. Menyuarakan (Voice): Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui perjuangan aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk mempersembahkan masukan perbaikan, mendiskusikan problem dengan atasannya.
3. Mengabaikan (Neglect): Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui perilaku membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk contohnya sering bolos atau dating terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibentuk makin banyak.
4. Kesetiaan (Loyalty): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif hingga kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap Koreksi dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melaksanakan hal yang sempurna untuk memperbaiki kondisi.
5. Kesehatan
Meskipun terang bahwa kepuasan kerja bekerjasama dengan kesehatan, hubungan kausalnya masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik mental dan kepuasan sendiri ialah tanda dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu sanggup meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu memiliki tanggapan yang negatif


LihatTutupKomentar