Manajemen Sumber Daya Manusia. Pengertian Iklim Organisasi, Iklim organisasi mempunyai banyak definisi. Definisi pertama dikemukakan oleh Forehand and Gilmers pada tahun 1964, yang menyatakan bahwa iklim organisasi ialah serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi yang bertahan dalam jangka waktu usang (Toulson & Smith, 1994:455). Pada goresan pena Litwin dan Stringer, menyerupai dikutip Toulson dan Smith (1994:457) mendefinisikan iklim organisasi sebagai suatu yang sanggup diukur pada lingkungan kerja baik secara eksklusif maupun tidak eksklusif kuat pada karyawan dan pekerjaannya dimana daerah mereka bekerja dengan perkiraan akan kuat pada motivasi dan sikap karyawan.
Davis dan Newstrom (2001:25) memandang iklim organisasi sebagai kepribadian sebuah organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi.
Jadi sanggup disimpulkan bahwa iklim organisasi ialah serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi.
Pendekatan Iklim Organisasi
James dan Jones dalam Toulson dan Smith (1994:455) membagi iklim organisasi dalam tiga pendekatan, yaitu:
a. Multiple measurement – organizational approach
Pendekatan ini memandang bahwa iklim organisasi ialah serangkaian karakteristik deskriptif dari organisasi yang mempunyai tiga sifat, yaitu: relatif tetap selama periode tertentu, tidak sama antara organisasi satu dengan organisasi lainnya, serta mempengaruhi sikap orang yang berada dalam organisasi tersebut. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi ialah ukuran, struktur, kompleksitas sistem, gaya kepemimpinan, dan arah tujuan organisasi.
b. Perseptual measurement – organizational attribute approach
Pendekatan ini juga memandang iklim organisasi sebagai atribut organisasi, tetapi pendekatan ini lebih menekankan penerapan pengukuran persepsi daripada pengukuran secara obyektif menyerupai ukuran dan struktur organisasi.
c. Perseptual measurement – individual approach
Pendekatan ini memandang iklim sebagai serangkaian ringkasan atau persepsi global yang mencerminkan sebuah interaksi antara insiden yang kasatmata dalam organisasi dan persepsi terhadap insiden tersebut. Pendekatan ini menekankan pada atribut organisasi yang kasatmata ke sebuah ringkasan dari persepsi individu. melaluiataubersamaini pendekatan ini, variabel intervensi yang disebabkan oleh kejadian-kejadian baik yang dialami oleh individu maupun organisasi sanggup mempengaruhi sikap individu-individu tersebut. Oleh lantaran itu, iklim organisasi sanggup berlaku sebagai variabel bebas maupun terikat.
Dimensi Iklim Organisasi
Toulson dan Smith (1994:457) menandakan dalam jurnalnya bahwa konsep iklim organisasi pertama kali dikemukakan oleh Litwin dan Stringer pada tahun 1968. Iklim organisasi oleh Litwin dan Stringer, dijabarkan atau diukur melalui lima dimensi, yaitu:
a. Responsibility (tanggung jawaban)
b. Identity (identitas)
c. Warmth (kehangatan)
d. Support (dukungan)
e. Conflict (konflik)
Pengertian dari masing-masing dimensi tersebut ialah sebagai diberikut:
1. Tanggung Jawab
Tanggung balasan (responsibility) ialah perasaan menjadi pimpinan bagi diri sendiri, tidak selalu harus mengecek ulang tiruana keputusan yang diambil, saat karyawan menerima suatu pekerjaan, karyawan yang bersangkutan mengetahui bahwa itu ialah pekerjaannya (Toulson & Smith, 1994:457).
Tanggung balasan ialah kewajiban seseorang untuk melakukan fungsi yang ditugaskan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan pengarahan yang diterima (Flippo, 1996:103) atau tingkatan sejauh mana anggota organisasi bertanggung balasan terhadap pekerjaan yang dibebankan (Cherrington, 1996:560).
Tanggung balasan berafiliasi dengan delegasi, Handoko (2000:224) menyatakan bahwa delegasi sanggup didefinisikan sebagai pelimpahan wewenang dan tanggung balasan formal kepada orang lain untuk menjalankan aktivitas tertentu. Delegasi wewenang ialah proses dimana para manajer mengalokasikan wewenang ke bawah kepada orang-orang yang melapor kepadanya. Empat aktivitas terjadi saat delegasi dilakukan:
a. Pendelegasian menetapkan tujuan dan kiprah pada bawahan.
b. Pendelegasian melimpahkan wewenang yang diharapkan untuk mencapai tujuan atau tugas
c. Penerimaan delegasi, baik implisit atau eksplisit, menjadikan tanggung jawaban.
d. Pendelegasian mendapatkan pertanggungjawabanan bawahan untuk hasil-hasil yang dicapai.
Agar delegasi menjadi efektif bagi bawahan diharapkan pedoman,
Handoko (2000:225), menggutip Stoner tentang fatwa delegasi yang efektif:
a. Prinsip skalar
Dalam proses pendelegasian harus ada wewenang yang jelas. Garis wewenang yang terang akan membuat lebih simpel bagi setiap anggota organisasi mengetahui: kepada siapa beliau sanggup mendelegasikan, dari siapa beliau akan mendapatkan delegasi, dan kepada siapa beliau harus mempersembahkan pertanggungjawabanan.
b. Prinsip kesatuan perintah
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap bawahan dalam organisasi seharusnya melaporkan kepada seorang atasan. Pelaporan kepada lebih dari satu atasan membuat individu mengalami kesusahan untuk mengetahui kepada siapa pertanggungjawabanan didiberikan dan mana instruksi yang diikuti. Di samping itu, bawahan sanggup menghindari pelaksanaan kiprah yang buruk dengan alasan banyaknya kiprah dari atasan yang lain.
c. Tanggung jawaban, wewenang, dan akuntabilitas
Prinsip ini menyatakan bahwa tanggung balasan untuk tugas-tugas tertentu didiberikan ke tingkatan organisasi yang paling bawah dimana ada cukup kemampuan dan isu untuk menyelesaikannya serta didiberi wewenang secukupnya. Bagian penting dari delegasi tanggung balasan dan wewenang ialah akuntabilitas. Penerimaan tanggung balasan dan wewenang berarti individu juga oke untuk mendapatkan tuntutan pertanggung jawabanan tugas.
melaluiataubersamaini klarifikasi di atas maka karyawan akan merasa bahagia mendapatkan tanggung balasan yang didiberikan atasannya, lantaran selain menerima kejelasan terkena batasan-batasan kiprah yang diterimanya serta kepada siapa beliau harus mempertanggung jawabankan hasil kerjanya, karyawan termotivasi untuk mendapatkan tanggung balasan lain dan menuntaskan kiprah yang diterimanya dengan baik.
2. Identitas
Identitas (identity) ialah perasaaan mempunyai (sense of belonging) terhadap perusahaan dan diterima dalam kelompok (Toulson & Smith, 1994:457).
3. Kehangatan
Kehangatan (warmth) ialah perasaan terhadap suasana kerja yang berteman bersahabat dan lebih ditekankan pada kondisi keramahan atau perteman dekatan dalam kelompok yang informal, serta kekerabatan yang baik antar rekan kerja, pementingan pada imbas perteman dekatan dan kelompok sosial yang informal (Toulson & Smith, 1994:457).
4. Dukungan
Dukungan (support) ialah hal-hal yang terkait dengan pinjaman dan kekerabatan antar sesama rekan kerja yaitu perasaan saling menolong antara manajer dan karyawan, lebih ditekankan pada pinjaman yang saling membutuhkan antara atasan dan bawahan (Toulson & Smith, 1994:457).
5. Konflik
Konflik (conflict) ialah situasi terjadi perperihalan atau perbedaan pendapat antara bawahan dengan pimpinan dan bawahan dengan bawahan. Ditekankan pada kondisi dimana manajer dan para pekerja mau mendengarkan pendapat yang tidak sama. Kedua belah pihak bersedia menempatan duduk masalah secara terbuka dan mencari solusinya daripada menghindarinya (Toulson & Smith,1994:457).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Iklim Organisasi
Menurut Higgins (1994:477-478) ada empat prinsip faktor-faktor yang mempengaruhi iklim, yaitu :
a. Manajer/pimpinan
Pada dasarnya setiap tindakan yang diambil oleh pimpinan atau manajer mempengaruhi iklim dalam beberapa hal, menyerupai aturan-aturan, kebijakan-kebijakan, dan prosedur-prosedur organisasi terutama masalah-masalah yang berafiliasi dengan duduk masalah personalia, distribusi imbalan, gaya komunikasi, cara-cara yang dipakai untuk memotivasi, metode-metode dan tindakan pendisiplinan, interaksi antara administrasi dan kelompok, interaksi antar kelompok, perhatian pada permasalahan yang dimiliki karyawan dari waktu ke waktu, serta kebutuhan akan kepuasan dan kesejahteraan karyawan.
b. Tingkah laris karyawan
Tingkah laris karyawan mempengaruhi iklim melalui kepribadian mereka, terutama kebutuhan mereka dan tindakan-tindakan yang mereka lakukan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Komunikasi karyawan memainkan pecahan penting dalam membentuk iklim. Teknik seseorang berkomunikasi memilih tingkat sukses atau gagalnya kekerabatan antar manusia.
Berdasarkan gaya normal seseorang dalam hidup atau mengatur sesuatu, sanggup menambahnya menjadi iklim yang positif atau sanggup juga menguranginya menjadi negatif.
c. Tingkah laris kelompok kerja
Terdapat kebutuhan tertentu pada kebanyakan orang dalam hal kekerabatan perteman dekatan, suatu kebutuhan yang seringkali dipuaskan oleh kelompok dalam organisasi. Kelompok-kelompok berkembang dalam organisasi dengan dua cara, yaitu secara formal, utamanya pada kelompok kerja; dan informal, sebagai kelompok perteman dekatan atau kesamaan minat.
d. Faktor eksternal organisasi
Sejumlah faktor eksternal organisasi mempengaruhi iklim pada organisasi tersebut. Keadaan ekonomi ialah faktor utama yang mempengaruhi iklim. contohnya dalam perekonomian dengan inflasi yang tinggi, organisasi berada dalam tekanan untuk mempersembahkan peningkatan laba sekurang-kurangnya sama dengan tingkat inflasi. Seandainya pemerintah sudah menetapkan hukum tentang pemdiberian upah dan harga yang sanggup membatasi peningkatan keuntungan, karyawan mungkin menjadi tidak bahagia dan bisa keluar untuk mendapatkan pekerjaan pada perusahaan lain. Di lain pihak, ledakan ekonomi sanggup mendorong penjualan dan memungkinkan setiap orang mendapatkan pekerjaan dan peningkatan laba yang besar, sehingga akibatnya iklim menjadi lebih positif.
Davis dan Newstrom (2001:25) memandang iklim organisasi sebagai kepribadian sebuah organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi.
Jadi sanggup disimpulkan bahwa iklim organisasi ialah serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi.
Pendekatan Iklim Organisasi
James dan Jones dalam Toulson dan Smith (1994:455) membagi iklim organisasi dalam tiga pendekatan, yaitu:
a. Multiple measurement – organizational approach
Pendekatan ini memandang bahwa iklim organisasi ialah serangkaian karakteristik deskriptif dari organisasi yang mempunyai tiga sifat, yaitu: relatif tetap selama periode tertentu, tidak sama antara organisasi satu dengan organisasi lainnya, serta mempengaruhi sikap orang yang berada dalam organisasi tersebut. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi ialah ukuran, struktur, kompleksitas sistem, gaya kepemimpinan, dan arah tujuan organisasi.
b. Perseptual measurement – organizational attribute approach
Pendekatan ini juga memandang iklim organisasi sebagai atribut organisasi, tetapi pendekatan ini lebih menekankan penerapan pengukuran persepsi daripada pengukuran secara obyektif menyerupai ukuran dan struktur organisasi.
c. Perseptual measurement – individual approach
Pendekatan ini memandang iklim sebagai serangkaian ringkasan atau persepsi global yang mencerminkan sebuah interaksi antara insiden yang kasatmata dalam organisasi dan persepsi terhadap insiden tersebut. Pendekatan ini menekankan pada atribut organisasi yang kasatmata ke sebuah ringkasan dari persepsi individu. melaluiataubersamaini pendekatan ini, variabel intervensi yang disebabkan oleh kejadian-kejadian baik yang dialami oleh individu maupun organisasi sanggup mempengaruhi sikap individu-individu tersebut. Oleh lantaran itu, iklim organisasi sanggup berlaku sebagai variabel bebas maupun terikat.
Dimensi Iklim Organisasi
Toulson dan Smith (1994:457) menandakan dalam jurnalnya bahwa konsep iklim organisasi pertama kali dikemukakan oleh Litwin dan Stringer pada tahun 1968. Iklim organisasi oleh Litwin dan Stringer, dijabarkan atau diukur melalui lima dimensi, yaitu:
a. Responsibility (tanggung jawaban)
b. Identity (identitas)
c. Warmth (kehangatan)
d. Support (dukungan)
e. Conflict (konflik)
Pengertian dari masing-masing dimensi tersebut ialah sebagai diberikut:
1. Tanggung Jawab
Tanggung balasan (responsibility) ialah perasaan menjadi pimpinan bagi diri sendiri, tidak selalu harus mengecek ulang tiruana keputusan yang diambil, saat karyawan menerima suatu pekerjaan, karyawan yang bersangkutan mengetahui bahwa itu ialah pekerjaannya (Toulson & Smith, 1994:457).
Tanggung balasan ialah kewajiban seseorang untuk melakukan fungsi yang ditugaskan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan pengarahan yang diterima (Flippo, 1996:103) atau tingkatan sejauh mana anggota organisasi bertanggung balasan terhadap pekerjaan yang dibebankan (Cherrington, 1996:560).
Tanggung balasan berafiliasi dengan delegasi, Handoko (2000:224) menyatakan bahwa delegasi sanggup didefinisikan sebagai pelimpahan wewenang dan tanggung balasan formal kepada orang lain untuk menjalankan aktivitas tertentu. Delegasi wewenang ialah proses dimana para manajer mengalokasikan wewenang ke bawah kepada orang-orang yang melapor kepadanya. Empat aktivitas terjadi saat delegasi dilakukan:
a. Pendelegasian menetapkan tujuan dan kiprah pada bawahan.
b. Pendelegasian melimpahkan wewenang yang diharapkan untuk mencapai tujuan atau tugas
c. Penerimaan delegasi, baik implisit atau eksplisit, menjadikan tanggung jawaban.
d. Pendelegasian mendapatkan pertanggungjawabanan bawahan untuk hasil-hasil yang dicapai.
Agar delegasi menjadi efektif bagi bawahan diharapkan pedoman,
Handoko (2000:225), menggutip Stoner tentang fatwa delegasi yang efektif:
a. Prinsip skalar
Dalam proses pendelegasian harus ada wewenang yang jelas. Garis wewenang yang terang akan membuat lebih simpel bagi setiap anggota organisasi mengetahui: kepada siapa beliau sanggup mendelegasikan, dari siapa beliau akan mendapatkan delegasi, dan kepada siapa beliau harus mempersembahkan pertanggungjawabanan.
b. Prinsip kesatuan perintah
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap bawahan dalam organisasi seharusnya melaporkan kepada seorang atasan. Pelaporan kepada lebih dari satu atasan membuat individu mengalami kesusahan untuk mengetahui kepada siapa pertanggungjawabanan didiberikan dan mana instruksi yang diikuti. Di samping itu, bawahan sanggup menghindari pelaksanaan kiprah yang buruk dengan alasan banyaknya kiprah dari atasan yang lain.
c. Tanggung jawaban, wewenang, dan akuntabilitas
Prinsip ini menyatakan bahwa tanggung balasan untuk tugas-tugas tertentu didiberikan ke tingkatan organisasi yang paling bawah dimana ada cukup kemampuan dan isu untuk menyelesaikannya serta didiberi wewenang secukupnya. Bagian penting dari delegasi tanggung balasan dan wewenang ialah akuntabilitas. Penerimaan tanggung balasan dan wewenang berarti individu juga oke untuk mendapatkan tuntutan pertanggung jawabanan tugas.
melaluiataubersamaini klarifikasi di atas maka karyawan akan merasa bahagia mendapatkan tanggung balasan yang didiberikan atasannya, lantaran selain menerima kejelasan terkena batasan-batasan kiprah yang diterimanya serta kepada siapa beliau harus mempertanggung jawabankan hasil kerjanya, karyawan termotivasi untuk mendapatkan tanggung balasan lain dan menuntaskan kiprah yang diterimanya dengan baik.
2. Identitas
Identitas (identity) ialah perasaaan mempunyai (sense of belonging) terhadap perusahaan dan diterima dalam kelompok (Toulson & Smith, 1994:457).
3. Kehangatan
Kehangatan (warmth) ialah perasaan terhadap suasana kerja yang berteman bersahabat dan lebih ditekankan pada kondisi keramahan atau perteman dekatan dalam kelompok yang informal, serta kekerabatan yang baik antar rekan kerja, pementingan pada imbas perteman dekatan dan kelompok sosial yang informal (Toulson & Smith, 1994:457).
4. Dukungan
Dukungan (support) ialah hal-hal yang terkait dengan pinjaman dan kekerabatan antar sesama rekan kerja yaitu perasaan saling menolong antara manajer dan karyawan, lebih ditekankan pada pinjaman yang saling membutuhkan antara atasan dan bawahan (Toulson & Smith, 1994:457).
5. Konflik
Konflik (conflict) ialah situasi terjadi perperihalan atau perbedaan pendapat antara bawahan dengan pimpinan dan bawahan dengan bawahan. Ditekankan pada kondisi dimana manajer dan para pekerja mau mendengarkan pendapat yang tidak sama. Kedua belah pihak bersedia menempatan duduk masalah secara terbuka dan mencari solusinya daripada menghindarinya (Toulson & Smith,1994:457).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Iklim Organisasi
Menurut Higgins (1994:477-478) ada empat prinsip faktor-faktor yang mempengaruhi iklim, yaitu :
a. Manajer/pimpinan
Pada dasarnya setiap tindakan yang diambil oleh pimpinan atau manajer mempengaruhi iklim dalam beberapa hal, menyerupai aturan-aturan, kebijakan-kebijakan, dan prosedur-prosedur organisasi terutama masalah-masalah yang berafiliasi dengan duduk masalah personalia, distribusi imbalan, gaya komunikasi, cara-cara yang dipakai untuk memotivasi, metode-metode dan tindakan pendisiplinan, interaksi antara administrasi dan kelompok, interaksi antar kelompok, perhatian pada permasalahan yang dimiliki karyawan dari waktu ke waktu, serta kebutuhan akan kepuasan dan kesejahteraan karyawan.
b. Tingkah laris karyawan
Tingkah laris karyawan mempengaruhi iklim melalui kepribadian mereka, terutama kebutuhan mereka dan tindakan-tindakan yang mereka lakukan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Komunikasi karyawan memainkan pecahan penting dalam membentuk iklim. Teknik seseorang berkomunikasi memilih tingkat sukses atau gagalnya kekerabatan antar manusia.
Berdasarkan gaya normal seseorang dalam hidup atau mengatur sesuatu, sanggup menambahnya menjadi iklim yang positif atau sanggup juga menguranginya menjadi negatif.
c. Tingkah laris kelompok kerja
Terdapat kebutuhan tertentu pada kebanyakan orang dalam hal kekerabatan perteman dekatan, suatu kebutuhan yang seringkali dipuaskan oleh kelompok dalam organisasi. Kelompok-kelompok berkembang dalam organisasi dengan dua cara, yaitu secara formal, utamanya pada kelompok kerja; dan informal, sebagai kelompok perteman dekatan atau kesamaan minat.
d. Faktor eksternal organisasi
Sejumlah faktor eksternal organisasi mempengaruhi iklim pada organisasi tersebut. Keadaan ekonomi ialah faktor utama yang mempengaruhi iklim. contohnya dalam perekonomian dengan inflasi yang tinggi, organisasi berada dalam tekanan untuk mempersembahkan peningkatan laba sekurang-kurangnya sama dengan tingkat inflasi. Seandainya pemerintah sudah menetapkan hukum tentang pemdiberian upah dan harga yang sanggup membatasi peningkatan keuntungan, karyawan mungkin menjadi tidak bahagia dan bisa keluar untuk mendapatkan pekerjaan pada perusahaan lain. Di lain pihak, ledakan ekonomi sanggup mendorong penjualan dan memungkinkan setiap orang mendapatkan pekerjaan dan peningkatan laba yang besar, sehingga akibatnya iklim menjadi lebih positif.