Definisi Balanced Scorecard
Konsep Balanced Scorecard selanjutnya akan disingkat BSC. BSC yaitu pendekatan terhadap seni administrasi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada pertama tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (diberimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (diberimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang dipakai untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga sanggup dipakai untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan.
Mula-mula BSC dipakai untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penerapannya kinerja administrator diukur spesialuntuk dari segi keuangan. Kemudian berubah menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian dipakai untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
BSC yaitu suatu mekanisme sistem administrasi yang bisa menerjemahkan visi dan seni administrasi organisasi ke dalam tindakan konkret di lapangan. BSC yaitu salah satu alat administrasi yang sudah terbukti sudah memmenolong banyak perusahaan dalam mengimplementasikan seni administrasi bisnisnya.
Keunggulan Balanced Scorecard
Dalam perkembangannya BSC sudah banyak memmenolong perusahaan untuk sukses mencapai tujuannya. BSC mempunyai beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem seni administrasi manajemen tradisional. Strategi administrasi tradisional spesialuntuk mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan dalam kemajuan organisasi. BSC menjawaban kebutuhan tersebut melalui sistem administrasi seni administrasi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis (Mulyadi, 2001, p.18) yaitu bisa menghasilkan planning strategis, yang mempunyai karakteristik sebagai diberikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3)seimbang dan (4) terukur
Perspektif dalam Balanced Scorecard
Adapun perspektif-perspektif yang ada di dalam BSC yaitu sebagai diberikut:
1. Perspektif Keuangan
BSC menggunakan tolak ukur kinerja keuangan menyerupai keuntungan membersihkan dan ROI, alasannya yaitu tolak ukur tersebut secara umum dipakai dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak sanggup menggambarkan penyebab yang menyebabkan perubahan kekayaan yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000).
Balanced Scorecard yaitu suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC sanggup mengambarkan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000) sebagai diberikut:
1. Peningkatan customer 'yang puas sehingga meningkatkan keuntungan (melalui peningkatan revenue).
2. Peningkatan produktivitas dan akad karyawan sehingga meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).
3. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang dipakai atau melaksanakan investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama yaitu tiruana perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang mengatakan implementasi dari seni administrasi yang sudah direncanakan dan yang kedua yaitu akan memdiberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang sasaran yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi.
Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang tidak sama. Growth ialah tahap pertama dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini dibutuhkan suatu bisnis mempunyai produk gres yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut.
Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan terkena sumber daya untuk berbagi produk gres dan meningkatkan layanan, membangun serta berbagi akomodasi yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaenteng distribusi yang akan mendukung terbentuknya kekerabatan kerja secara menyeluruh dalam berbagi kekerabatan yang baik dengan pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini yaitu mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar samasukan.
Tahap selanjutnya yaitu sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan terkena akan ditariknya investasi atau melaksanakan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai yaitu untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu perjuangan akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau tubuh perjuangan akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini yaitu untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih lampau memilih segmen pasar dan pelanggan yang menjadi sasaran bagi organisasi atau tubuh usaha. Selanjutnya, manajer harus memilih alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai sasaran finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus membuat dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang dibutuhkan dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu melaksanakan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik menurut kemampuan dan sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok pengukuran dalam
perspektif pelanggan, yaitu:
1. Kelompok pengukuran inti icore measurement group).
Kelompok pengukuran ini dipakai untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang sudah ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.
2. Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).
Kelompok pengukuran ini dipakai untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga sanggup menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk membuat loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
a. Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas produk.
b. Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada pelanggan, termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta bagaimana perasaan pelanggan sehabis membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
c. Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi perusahaan untuk menarikdanunik pelanggan untuk bekerjasama dengan perusahaan, atau membeli produk.
3. PerspektifProses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memdiberi value proposition yang bisa menarikdanunik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan keinginan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
Tiap-tiap perasahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum, Kaplan dan Norton (1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
1. Proses inovasi.
Proses penemuan yaitu kepingan terpenting dalam keseluruhan proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan penemuan di luar proses produksi. Di dalam proses penemuan itu sendiri terdiri atas dua komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melaksanakan proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil penemuan dari perusahaan
tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memdiberi aksesori pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
2. Proses operasi.
Proses operasi yaitu acara yang dilakukan perusahaan, mulai dari dikala penerimaan order dari pelanggan hingga produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efisien, dan sempurna waktu. Proses ini, menurut fakta menjadi serius utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
3. Pelayananpumajual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, sanggup berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Penting bagi suatu tubuh perjuangan dikala melaksanakan investasi tidak spesialuntuk pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melaksanakan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal sanggup mengungkapkan kesentidakboleh yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesentidakboleh itu, maka suatu tubuh perjuangan harus melaksanakan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang mekanisme yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup beberapa aspek 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:
1. Kapabilitas pekerja.
KapabiLitas pekerja yaitu ialah kepingan bantuan pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:
a. Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja ialah prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggungjawaban, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen. Unsur yang sanggup diukur dalam kepuasan pekerja yaitu keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, kanal untuk mendapat informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta derma dari atasan.
b. Retensi pekerja.
Retensi pekerja yaitu kemampuan imtuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja ialah investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan alasannya yaitu keinginan perusahaan ialah loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.
c. Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja ialah hasil dari efek keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya yaitu untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.
2. Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi yaitu tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan isu yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh isu yang dibutuhkan.
3. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan yaitu penting untuk membuat pekerja yang diberinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas yaitu jumlah masukan yang didiberikan pekerja.
Konsep Balanced Scorecard selanjutnya akan disingkat BSC. BSC yaitu pendekatan terhadap seni administrasi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada pertama tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (diberimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (diberimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang dipakai untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga sanggup dipakai untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan.
Mula-mula BSC dipakai untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penerapannya kinerja administrator diukur spesialuntuk dari segi keuangan. Kemudian berubah menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian dipakai untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
BSC yaitu suatu mekanisme sistem administrasi yang bisa menerjemahkan visi dan seni administrasi organisasi ke dalam tindakan konkret di lapangan. BSC yaitu salah satu alat administrasi yang sudah terbukti sudah memmenolong banyak perusahaan dalam mengimplementasikan seni administrasi bisnisnya.
Keunggulan Balanced Scorecard
Dalam perkembangannya BSC sudah banyak memmenolong perusahaan untuk sukses mencapai tujuannya. BSC mempunyai beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem seni administrasi manajemen tradisional. Strategi administrasi tradisional spesialuntuk mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan dalam kemajuan organisasi. BSC menjawaban kebutuhan tersebut melalui sistem administrasi seni administrasi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis (Mulyadi, 2001, p.18) yaitu bisa menghasilkan planning strategis, yang mempunyai karakteristik sebagai diberikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3)seimbang dan (4) terukur
Perspektif dalam Balanced Scorecard
Adapun perspektif-perspektif yang ada di dalam BSC yaitu sebagai diberikut:
1. Perspektif Keuangan
BSC menggunakan tolak ukur kinerja keuangan menyerupai keuntungan membersihkan dan ROI, alasannya yaitu tolak ukur tersebut secara umum dipakai dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak sanggup menggambarkan penyebab yang menyebabkan perubahan kekayaan yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000).
Balanced Scorecard yaitu suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC sanggup mengambarkan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000) sebagai diberikut:
1. Peningkatan customer 'yang puas sehingga meningkatkan keuntungan (melalui peningkatan revenue).
2. Peningkatan produktivitas dan akad karyawan sehingga meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).
3. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang dipakai atau melaksanakan investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama yaitu tiruana perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang mengatakan implementasi dari seni administrasi yang sudah direncanakan dan yang kedua yaitu akan memdiberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang sasaran yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi.
Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang tidak sama. Growth ialah tahap pertama dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini dibutuhkan suatu bisnis mempunyai produk gres yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut.
Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan terkena sumber daya untuk berbagi produk gres dan meningkatkan layanan, membangun serta berbagi akomodasi yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaenteng distribusi yang akan mendukung terbentuknya kekerabatan kerja secara menyeluruh dalam berbagi kekerabatan yang baik dengan pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini yaitu mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar samasukan.
Tahap selanjutnya yaitu sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan terkena akan ditariknya investasi atau melaksanakan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai yaitu untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu perjuangan akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau tubuh perjuangan akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini yaitu untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih lampau memilih segmen pasar dan pelanggan yang menjadi sasaran bagi organisasi atau tubuh usaha. Selanjutnya, manajer harus memilih alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai sasaran finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus membuat dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang dibutuhkan dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu melaksanakan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik menurut kemampuan dan sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok pengukuran dalam
perspektif pelanggan, yaitu:
1. Kelompok pengukuran inti icore measurement group).
Kelompok pengukuran ini dipakai untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang sudah ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.
2. Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).
Kelompok pengukuran ini dipakai untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga sanggup menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk membuat loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
a. Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas produk.
b. Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada pelanggan, termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta bagaimana perasaan pelanggan sehabis membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
c. Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi perusahaan untuk menarikdanunik pelanggan untuk bekerjasama dengan perusahaan, atau membeli produk.
3. PerspektifProses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memdiberi value proposition yang bisa menarikdanunik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan keinginan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
Tiap-tiap perasahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum, Kaplan dan Norton (1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
1. Proses inovasi.
Proses penemuan yaitu kepingan terpenting dalam keseluruhan proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan penemuan di luar proses produksi. Di dalam proses penemuan itu sendiri terdiri atas dua komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melaksanakan proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil penemuan dari perusahaan
tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memdiberi aksesori pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
2. Proses operasi.
Proses operasi yaitu acara yang dilakukan perusahaan, mulai dari dikala penerimaan order dari pelanggan hingga produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efisien, dan sempurna waktu. Proses ini, menurut fakta menjadi serius utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
3. Pelayananpumajual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, sanggup berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Penting bagi suatu tubuh perjuangan dikala melaksanakan investasi tidak spesialuntuk pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melaksanakan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal sanggup mengungkapkan kesentidakboleh yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesentidakboleh itu, maka suatu tubuh perjuangan harus melaksanakan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang mekanisme yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup beberapa aspek 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:
1. Kapabilitas pekerja.
KapabiLitas pekerja yaitu ialah kepingan bantuan pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:
a. Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja ialah prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggungjawaban, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen. Unsur yang sanggup diukur dalam kepuasan pekerja yaitu keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, kanal untuk mendapat informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta derma dari atasan.
b. Retensi pekerja.
Retensi pekerja yaitu kemampuan imtuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja ialah investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan alasannya yaitu keinginan perusahaan ialah loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.
c. Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja ialah hasil dari efek keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya yaitu untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.
2. Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi yaitu tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan isu yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh isu yang dibutuhkan.
3. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan yaitu penting untuk membuat pekerja yang diberinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas yaitu jumlah masukan yang didiberikan pekerja.