Menurut Eng, Lees dan Mauer (1995:84), pengertian dari valuta abnormal (foreign exchange trading: outright spot (delivery now), outright forward (delivery in the future), and swaps.” (Floyd A.Beam 2000:490) Dari pernyataan tersebut sanggup ditarik kesimpulan bahwa ada tiga bentuk utama transaksi, yaitu:
a. Spot exchange, di mana transaksi terjadi dengan pelepasan pada value date, biasanya dua hari kerja setelah transaksi terjadi.
b. Foreign exchange, transaksi yang terjadi dengan pelepasan pada ketika tertentu di waktu yang akan hadir.
c. Swap, yang ialah transaksi pembelian dan penjualan secara simultan (terus-menerus) pada tanggal jatuh tempo yang tidak sama-beda.
Sistem Kurs Valuta Asing
Pada setiap negara terdapat suatu sistem kurs valuta abnormal yang ditentukan oleh kebijakan yang dianut oleh pemerintah masing-masing negara tersebut.
Menurut Floyd A. Beam : “… consider exchange rate behavior under three different kinds of exchange systems: floating, fixed, and controlled.” (Floyd A. Beam 2003:390-391)
Pendapat di atas menyatakan bahwa terdapat tiga sistem kurs valuta abnormal yang digunakan suatu negara, yaitu:
a. Sistem kurs bebas, dalam sistem ini tidak ada campur tangan pemerintah untuk menstabilkan nilai kurs. Nilai tukar kurs ditentukan oleh ajakan dan penawaran terhadap valuta asing.
b. Sistem kurs tetap, dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan turut campur secara aktif dalam pasar valuta abnormal dengan membeli atau menjual valuta abnormal jikalau nilainya menyimpang dari standar yang sudah ditentukan.
c. Sistem kurs terkontrol/terkendali, dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan memiliki kekuasaan khusus dalam memilih alokasi dari penerapan valuta abnormal yang tersedia. Warga negara tidak bebas untuk campur tangan dalam transaksi valuta asing. Capital inflows dan ekspor barang-barang mengakibatkan tersedianya valuta asing.
Transaksi Dalam Valuta Asing
Menurut SAK (1999:10.2), suatu transaksi dalam mata uang abnormal adalah: “Suatu transaksi yang didenominasi atau membutuhkan penyelesaian dalam suatu mata uang asing.”
Sedangkan berdasarkan Frederick, foreign currency transactions (transaksi mata uang asing) yaitu: “Transactions whose terms are stated in a currency other than the entity’s functional currency.”( Frederick 2002:210)
Jadi, transaksi dalam mata uang abnormal ialah transaksi yang terjadi dalam mata uang yang tidak sama, dan memerlukan penyelesaian juga dalam mata uang yang tidak sama pula. Standar Akuntansi Keuangan menggolongkan transaksi yang termasuk dalam
transaksi mata uang asing. Menurut Standar Akuntansi Keuangan: “Transaksi mata uang abnormal termasuk transaksi yang timbul ketika suatu tubuh usaha:
a. Membeli atau menjual barang atau jasa yang harganya didenominasikan dalam suatu mata uang asing.
b. Meminjam (utang) atau meminjamkan (piutang) dana yang didenominasi dalam suatu mata uang asing.
c. Menjadi suatu pihak untuk suatu perjanjian dalam valuta abnormal yang belum terlaksana, atau
d. Memperoleh atau melepas aktiva, menjadikan atau melunasi kewajiban, yang didenominasi dalam suatu mata uang asing.” (Standar Akuntansi Keuangan 1999:10.2)
Jenis Perubahan Nilai Kurs Valuta Asing
Perubahan nilai kurs valuta abnormal umumnya berupa:
1. Apresiasi atau depresiasi
Naik atau turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang abnormal yang sepenuhnya tergantung pada kekuatan pasar (permintaan dan penawaran valuta asing) baik dalam negeri maupun luar negeri.
2. Devaluasi atau revaluasi
Naik atau turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang abnormal dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah.
Turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang abnormal yang terjadi harian (depresiasi) bahwasanya memiliki pengertian sebagaimana devaluasi, tetapi sebab perubahan tersebut sangat kecil, maka tidak dirasakan sebagai devaluasi. Yang dianggap sebagai devaluasi yaitu penurunan nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang abnormal yang ditetapkan secara resmi oleh pemerintah, dilakukan secara mendadak, dan ada perbedaan selisih kurs yang besar antara sebelum dan setelah devaluasi. Hal ini berlaku juga untuk apresiasi dan revaluasi.
Dasar Pemakaian Kurs Dalam Penjabaran Transaksi Valuta Asing
Pengertian selisih kurs berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (1999:10.1) adalah: “Selisih yang dihasilkan dari pelaporan jumlah unit mata uang abnormal yang sama dalam mata uang pelaporan pada kurs yang tidak sama.”
Jadi, selisih kurs yang terjadi jawaban transaksi valuta abnormal (foreign exchange contract) harus dilaporkan dalam nilai mata uang rupiah.
Pengakuan selisih kurs berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan ditentukan sebagai diberikut:
“… apabila terdapat perubahan kurs antara tanggal transaksi dan tanggal penyelesaian (settlement date) pos moneter yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing. Bila timbulnya dan penyelesaian suatu transaksi berada dalam periode akuntansi yang sama, maka selisih kurs diakui pada periode tersebut. Namun, jikalau timbulnya dan diselesaikannya suatu transaksi berada dalam beberapa periode akuntansi, maka selisih kurs harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs untuk masing-masing periode.” (Standar Akuntansi Keuangan 1999:10.3)
Dari klarifikasi di atas sanggup disimpulkan bahwa penyelesaian dalam suatu transaksi mata uang abnormal harus dilakukan dalam periode akuntansi yang bersangkutan dan juga harus memperhitungkan adanya selisih kurs yang terjadi dari transaksi tersebut. Transaksi valuta abnormal dibukukan berdasarkan kurs pada tanggal transaksi dan pada tanggal neraca, saldo aktiva dan kewajiban dalam valuta abnormal harus dijabarkan dengan kurs pada tanggal neraca, dan selisih kurs yang timbul ditampung dalam perhitungan keuntungan rugi periode perjuangan yang bersangkutan. Sedangkan selisih kurs yang terjadi pada ketika transaksi sebagai jawaban dari devaluasi atau revaluasi sanggup dibebankan atau dikreditkan baik eksklusif pada periode berjalan atau ditangguhkan dan diamortisasi selama beberapa periode.
a. Spot exchange, di mana transaksi terjadi dengan pelepasan pada value date, biasanya dua hari kerja setelah transaksi terjadi.
b. Foreign exchange, transaksi yang terjadi dengan pelepasan pada ketika tertentu di waktu yang akan hadir.
c. Swap, yang ialah transaksi pembelian dan penjualan secara simultan (terus-menerus) pada tanggal jatuh tempo yang tidak sama-beda.
Sistem Kurs Valuta Asing
Pada setiap negara terdapat suatu sistem kurs valuta abnormal yang ditentukan oleh kebijakan yang dianut oleh pemerintah masing-masing negara tersebut.
Menurut Floyd A. Beam : “… consider exchange rate behavior under three different kinds of exchange systems: floating, fixed, and controlled.” (Floyd A. Beam 2003:390-391)
Pendapat di atas menyatakan bahwa terdapat tiga sistem kurs valuta abnormal yang digunakan suatu negara, yaitu:
a. Sistem kurs bebas, dalam sistem ini tidak ada campur tangan pemerintah untuk menstabilkan nilai kurs. Nilai tukar kurs ditentukan oleh ajakan dan penawaran terhadap valuta asing.
b. Sistem kurs tetap, dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan turut campur secara aktif dalam pasar valuta abnormal dengan membeli atau menjual valuta abnormal jikalau nilainya menyimpang dari standar yang sudah ditentukan.
c. Sistem kurs terkontrol/terkendali, dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan memiliki kekuasaan khusus dalam memilih alokasi dari penerapan valuta abnormal yang tersedia. Warga negara tidak bebas untuk campur tangan dalam transaksi valuta asing. Capital inflows dan ekspor barang-barang mengakibatkan tersedianya valuta asing.
Transaksi Dalam Valuta Asing
Menurut SAK (1999:10.2), suatu transaksi dalam mata uang abnormal adalah: “Suatu transaksi yang didenominasi atau membutuhkan penyelesaian dalam suatu mata uang asing.”
Sedangkan berdasarkan Frederick, foreign currency transactions (transaksi mata uang asing) yaitu: “Transactions whose terms are stated in a currency other than the entity’s functional currency.”( Frederick 2002:210)
Jadi, transaksi dalam mata uang abnormal ialah transaksi yang terjadi dalam mata uang yang tidak sama, dan memerlukan penyelesaian juga dalam mata uang yang tidak sama pula. Standar Akuntansi Keuangan menggolongkan transaksi yang termasuk dalam
transaksi mata uang asing. Menurut Standar Akuntansi Keuangan: “Transaksi mata uang abnormal termasuk transaksi yang timbul ketika suatu tubuh usaha:
a. Membeli atau menjual barang atau jasa yang harganya didenominasikan dalam suatu mata uang asing.
b. Meminjam (utang) atau meminjamkan (piutang) dana yang didenominasi dalam suatu mata uang asing.
c. Menjadi suatu pihak untuk suatu perjanjian dalam valuta abnormal yang belum terlaksana, atau
d. Memperoleh atau melepas aktiva, menjadikan atau melunasi kewajiban, yang didenominasi dalam suatu mata uang asing.” (Standar Akuntansi Keuangan 1999:10.2)
Jenis Perubahan Nilai Kurs Valuta Asing
Perubahan nilai kurs valuta abnormal umumnya berupa:
1. Apresiasi atau depresiasi
Naik atau turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang abnormal yang sepenuhnya tergantung pada kekuatan pasar (permintaan dan penawaran valuta asing) baik dalam negeri maupun luar negeri.
2. Devaluasi atau revaluasi
Naik atau turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang abnormal dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah.
Turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang abnormal yang terjadi harian (depresiasi) bahwasanya memiliki pengertian sebagaimana devaluasi, tetapi sebab perubahan tersebut sangat kecil, maka tidak dirasakan sebagai devaluasi. Yang dianggap sebagai devaluasi yaitu penurunan nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang abnormal yang ditetapkan secara resmi oleh pemerintah, dilakukan secara mendadak, dan ada perbedaan selisih kurs yang besar antara sebelum dan setelah devaluasi. Hal ini berlaku juga untuk apresiasi dan revaluasi.
Dasar Pemakaian Kurs Dalam Penjabaran Transaksi Valuta Asing
Pengertian selisih kurs berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (1999:10.1) adalah: “Selisih yang dihasilkan dari pelaporan jumlah unit mata uang abnormal yang sama dalam mata uang pelaporan pada kurs yang tidak sama.”
Jadi, selisih kurs yang terjadi jawaban transaksi valuta abnormal (foreign exchange contract) harus dilaporkan dalam nilai mata uang rupiah.
Pengakuan selisih kurs berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan ditentukan sebagai diberikut:
“… apabila terdapat perubahan kurs antara tanggal transaksi dan tanggal penyelesaian (settlement date) pos moneter yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing. Bila timbulnya dan penyelesaian suatu transaksi berada dalam periode akuntansi yang sama, maka selisih kurs diakui pada periode tersebut. Namun, jikalau timbulnya dan diselesaikannya suatu transaksi berada dalam beberapa periode akuntansi, maka selisih kurs harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs untuk masing-masing periode.” (Standar Akuntansi Keuangan 1999:10.3)
Dari klarifikasi di atas sanggup disimpulkan bahwa penyelesaian dalam suatu transaksi mata uang abnormal harus dilakukan dalam periode akuntansi yang bersangkutan dan juga harus memperhitungkan adanya selisih kurs yang terjadi dari transaksi tersebut. Transaksi valuta abnormal dibukukan berdasarkan kurs pada tanggal transaksi dan pada tanggal neraca, saldo aktiva dan kewajiban dalam valuta abnormal harus dijabarkan dengan kurs pada tanggal neraca, dan selisih kurs yang timbul ditampung dalam perhitungan keuntungan rugi periode perjuangan yang bersangkutan. Sedangkan selisih kurs yang terjadi pada ketika transaksi sebagai jawaban dari devaluasi atau revaluasi sanggup dibebankan atau dikreditkan baik eksklusif pada periode berjalan atau ditangguhkan dan diamortisasi selama beberapa periode.