Definisi Konflik Kerja
Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya problem – problem komunikasi, kekerabatan pribadi, atau struktur organisasi.
Konflik yaitu segala macam interaksi perperihalan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak.
Konflik organisasi ( organizational conflict ) yaitu ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota – anggota atau kelompok – kelompok organisasi yang timbul lantaran adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya – sumber daya yang terbatas atau acara – acara kerja dan atau lantaran kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi.
Konflik yaitu suatu perperihalan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya.
Penyebab – penyebab konflik antara lain :
1. Komunikasi : salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang susah dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2. Struktur : pertarungan kekuasaaan antar departemen dengan kepentingan–kepentingan atau sistem evaluasi yang berperihalan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya–sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok– kelompok acara kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3. Pribadi : ketidaksesuaian tujuan atau nilai–nilai sosial langsung karyawan dengan sikap yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai – nilai persepsi.
Dalam kehidupan organisasi, pendapat ihwal konflik sanggup dilihat dari 3 sudut pandang, yaitu :
1. Pandangan tradisional, beropini bahwa konflik ialah sesuatu yang di inginkan dan berbahaya bagi kehidupan organisasi.
2. Pandangan perilaku, beropini konflik ialah suatu bencana atau bencana yang biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaa ( konflik fungsional ) dan bisa pula merugikan organisasi ( konflik disfungsional ).
3. Pandangan Interaksi, beropini bahwa konflik ialah suatu bencana yang tidak sanggup terhindarkan dan sangat dibutuhkan bagi pemimpin organisasi.
Berdasarkan ketiga pandangan ihwal konflik tersebut, pihak pemimpin organisasi perlu menganalisis dengan faktual konflik yang terjadi di organisasi, apakah konflik itu fungsional atau disfungsional dan bagaimana manajemen konflik biar besar lengan berkuasa positif bagi kemajuan organisasi.
Menurut Stephen P. Robbins ihwal perbedaan pandangan tradisional dan pandangan gres ( pandangan interaksionis ) ihwal konflik dalam dilihat pada tabel 2.1 diberikut ini :
Perbedaan pandangan usang dan gres ihwal konflik
Pandangan Lama :
1. Konflik sanggup dihindarkan
2. Konflik disebabkan oleh kesalahan – kesalahan manajemen dalam perancangan dan pengelolaan organisasi atau oleh pengacau.
3. Konflik menggangu organisasi dan menghalangi pelaksanaan optimal.
4. Tugas manajemen yaitu menghilangkan konfllik.
5. Pelaksanaan acara organisasi yang optimal membutuhkan abolisi konflik.
Pandangan Baru :
1. Konflik tidak sanggup dihindarkan
2. Konflik timbul lantaran banyak sebab, termasuk struktur organisasi, perbedaan tujuan yang tidak sanggup dihindarkan, perbedaan dalam persepsi dan nilai – nilai langsung dan sebagainya.
3. Konflik sanggup memmenolong atau menghambat pelaksanaan acara organisasi dalam aneka macam derajat.
4. Tugas manajemen yaitu mengelola tingkat konflik dan penyelesaiannya.
5. Pelaksanaan acara organisasi yang optimal membutuhkan tingkat konflik yang moderat.
Dari tabel diatas sanggup disimpulkan bahwa konflik sanggup difungsionalkan ataupun berperan salah ( dysfunctional ). Secara sederhana hal ini berarti bahwa konflik mempunyai potensi bagi pengembangan atau pengganggu pelaksanaan acara organisasi tergantung pada bagaimana konflik tersebut dikelola.
Segi fungsional konflik antara lain :
1. Manajer menemukan cara penerapan dana yang lebih baik.
2. Lebih mempersatukan para anggota organisasi.
3. Manajer mungkin menemukan cara perbaikan prestasi organisasi.
4. Menhadirkan kehidupan gres di dalam hal tujuan serta nilai organisasi.
5. Penggantian manajer yang lebih cakap, bersemangat dan bergagasan baru.
Bentuk –Bentuk Konflik Struktural :
Dalam organisasi klasik ada empat kawasan struktural dimana konflik sering timbul :
1. Konflik Hierarki, yaitu konflik amtara aneka macam tingkatan organisasi. misalnya, konflik antara komisaris dengan eksekutif utama, pemimpin dengan karyawan, pengurus dengan anggota koperasi, pengurus dengan manajemen, dan pengurus dengan karyawan.
2. Konflik Fungsional, yaitu konflik antar aneka macam departemen fungsional organisasi. misalnya, konflik yang terjadi antara penggalan produksi dengan penggalan pemamasukan, penggalan manajemen umum dengan penggalan personalia.
3. Konflik Lini Staf yaitu konflik yang terjadi antara pimpinan unit dengan stafnya terutama staf yang bekerjasama dengan wewenang/otoritas kerja. misal : karyawan staf secara tidak fornal mengambil wewenang berlebihan.
4. Konflik Formal Informal yaitu konflik antara organisasi formal dan informal. misal : Pemimpin yang menempatkan norma yang salah pada organisasi.
Jenis – Jenis Konflik :
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi jikalau seorang individu menghadapi ketidak pastian ihwal pekerjaan yang beliau harapkan untuk melaksanakannya. Bila aneka macam seruan pekerjaan saling berperihalan, atau jikalau individu diharapkan untuk melaksanakan lebih dari kemampuannya.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan–perbedaan kepribadian.Konflik ini berasal dari adanya konflik antar peranan ( menyerupai antara manajer dan bawahan )
3. Konflik antar individu dan kelompok, yang bekerjasama dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dieksekusi atau diasingkan oleh kelompok kerjanya lantaran melanggar norma – norma kelompok.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, lantaran terjadi perperihalan kepentingan antar kelompok.
5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akhir bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini sudah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga lebih rendah, dan penerapan sumber daya lebih efisien.
Penyebab Terjadinya Konflik Kerja :
Penyebab terjadinya konflik dalam organisasi, antara lain :
1. Koordinasi kerja yang tidak dilakukan.
2. Ketergantungan dalam pelaksanaan tugas.
3. Tugas yang tidak terang ( tidak ada deskripsi jabatan )
4. Perbedaan dalam otorisasi pekerjaan.
5. Perbedaan dalam memahami tujuan organisasi.
6. Perbedaan persepsi.
7. Sistem kompetensi insentif ( reward )
8. Strategi pemotivasian tidak tepat.
Konflik Lini dan Staf
Bentuk umum konflik organisasi yang sering terjadi yaitu konflik antara anggota – anggota lini dan staf . Perbedaan pandangan para anggota lini dan staf yang sanggup menyebabkan konflik di antara mereka, walaupun perbedaan–perbedaan tersebuta juga sanggup meningkatkan efektifitas pelaksanaan tugas–tugas mereka :
1. Pandangan Lini
Para anggota lini sering memandang para anggota staf dalam hal :
1. Staf melangkahi wewenangnya, lantaran manajer garis ialah pemegang tanggung balasan atas hasil akhir, mereka cenderung menolak rorongan staf dan wewenangnya.
2. Staf tidak memdiberi nasehat yang bermanfaa, para anggota staf sering tidak terlibat dalam acara operasional harian yang di hadapi oleh para anggota lini, sehingga masukan–masukannya sering tidak terap.
3. Staf menumpang keberhasilan lini, para anggota staf sering lebih bersahabat dengan manajer puncak dibanding orang–orang lini, sehingga sanggup mengambil laba atas posisi mereka.
4. Staf mempunyai pandangan sempit, sehingga mempunyai pandangan terbatas dan kurang sanggup merumuskan masukannya atas kebutuhan dan tujuan organisasi keseluruhan.
2. Pandangan Staf
Para anggota staf mempunyai keluhan–keluhan yang berlawanan ihwal para anggota lini :
1. Lini kurang memanfaatkan staf. Manajer lini menolak menolongan staf ahli, lantaran mereka ingin mempertahankan wewenangnya atas bawahan atau lantaran mereka tidak berani secara terbuka mengakui bahwa mereka membutuhkan menolongan. Sebagai alhasil staf spesialuntuk diminta menolongannya jikalau situasi benar–benar sudah kritis.
2. Lini menolak gagasan – gagasan baru, anggota staf biasanya yang pertama berkepentingan dengan memakai penemuan dalam bidang keahlian mereka. Manajer garis mungkin menolak perubahan–perubahan tersebut.
3. Lini memdiberi wewenang terlalu kecil kepada staf. Anggota staf sering merasa bahwa mereka mempunyai penyelesaian masalah–masalah yang paling baik dalam spesialisasinya. Oleh alasannya yaitu itu mereka kecewa jikalau masukan – masukannya tidak didukung dan di implementasikan oleh manajer lini.
Beberapa faktor sanggup menyebabkan aneka macam konflik diantara departemen dan orang – orang lini dan staf. Faktor–faktor tersebut mencakup :
1. Perbedaan umur dan pendidikan, orang – orang staf biasanya lebih muda dan lebih berpendidikan daripada orang–orang staf sehingga menyebabkan “generation gap “.
2. Perbedaan tugas, dimana orang ini lebih teknis dan generalis, sedang staf spesialis. Hal ini sanggup menyebabkan kejadian–kejadian sebagai diberikut : (1). Karena staf sangat spesialis, mungkin memakai istilah–istilah dan bahasa yang tidak dipahami orang lini. (2).Orang lini mungkin merasa bahwa staf seorang jago tidak sepenuhnya mengerti masalah–masalah lini dan mengganggap mereka tidak sanggup diteraplan atau dikerjakan.
3. Perbedaan sikap, ini tercermin pada : (1). Orang staf cenderung memperluas wewenangnya dan cenderung mempersembahkan perintah–perintah kepada orang lini untuk menunjukan eksistensinya. (2). Orang staf cenderung merasa yang paling berjasa untuk gagasan–gagasan yang diimplementasikan oleh lini, sebaliknya orang lini mungkin tidak menghargai peranan staf dalam memmenolong pemecahan problem – masalahnya. (3).Orang staf selalu merasa dibawah perintah orang lini, dilain pihak orang lini selalu curiga bahwa orang staf ingin memperluas kekuasaannya.
4. Perbedaan posisi. Manajemen puncak mungkin tidak mengkomunikasikan secara terang luasnya wewenang staf dalam hubungannya dengan lini. Padahal organisasi departemen staf ditempatnya relatif pada posisi tinggi bersahabat menajemen puncak. Depertemen lini dengan tingkatan lebih rendah cenderung tidak suka dengan hal tersebut.
Untuk menghapuskan konflik–konflik tersebut, manajemen punsak harus secara terang memberikan delegasi departemen–departemen staf. Lebih dari itu, supaya efektif, departemen–departemen staf harus menyadari bahwa pekerjaan mereka yaitu “to sell, not to tell“ artinya “menjual“ kepada departemen–departemen lini gagasan–gagasan mereka, bukan “memdiberitahu” mereka bagaimana menjalankan fungsi.
Bagaimanapun juga staf seorang jago perlu dimenambahkan dalam organisasi untuk memmenolong kerja lini biar lebih efektif. Disamping itu dunia bisnis modern berkembang semakin kompleks, dan tiruana manajer tidak akan menguasai tiruana kecakapan, pengetahuan maupun ketrampilan. Kegiatan–kegiatan tertentu mungkin tidak efisien jikalau dikerjakan oleh orang lini, dan sebagainya.
Penanggulangan Konflik Lini dan Staf
Para penulis manajemen sudah menyarankan aneka macam cara dengan mana aspek–aspek peran-salah konflik lini dan staf sanggup dikurangi :
1. Tanggung balasan lini dan staf harus ditegaskan.
Secara umum, para anggota lini bertanggung balasan atas keputusan–keputusan operasional organisasi, atau dengan kata lain, mereka harus bisa menerima, mengubah, atau menolak masukan–masukan ahli. Dilain pihak, para anggota staf harus bebas untuk mempersembahkan masukan jikalau mereka merasa hal itu dibutuhkan tidak spesialuntuk jikalau anggota lini memintanya.
2. Mengintegrasikan kegiatan–kegiatan lini dan staf.
Saran–masukan staf akan lebih realistik jikalau berkonsultasi terlebih lampau dengan anggota lini dalam proses penyusunan masukan – masukan mereka. Konsultasi staf – lini ini juga akan membuat para anggota lini bersedia mengimplementasikan gagasan–gagasan staf.
3. Mengajarkan lini untuk memakai staf
Manajer lini akan lebih efektif memanfaatkan keahlian staf jikalau mereka mengetahui kegunaan staf seorang jago bagi mereka di perusahaan.
4. Mendapatkan pertanggung-jawabanan staf atas hasil –hasil
Para anggota lini akan lebih bersedia melaksanakan masukan–masukan staf jikalau para anggota staf ikut bertanggung balasan atas kegagalan yang terjadi. Pertanggungjawabanan ini juga akan membuat para anggota staf lebih berhati–hati dalam menyusun masukan–masukan mereka.
Teknik Mengatasi Konflik Kerja
Manajemen konflik sanggup dilakukan dengan cara antara lain :
1. Pemecahan problem ( Problem Solving )
2. Tujuan tingkat tinggi ( Lipsordinate Goal )
3. Perluasan sumber ( Ekspansion of Resources )
4. Menghindari konflik ( avoidance )
5. Melicinkan konflik ( Smoothing )
6. Perintah dari wewenang (Authoritative Commands )
7. Mengubah variabel insan ( Altering the Human Variabel )
8. Mengubah variabel struktural (Altering the Structural Variables)
9. Mengidentifikasikan musuh bersama ( Identifying a Common Enemy )
Sumber :
T. Hani Handoko - Manajemen
Anwar Prabu M. - Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan
Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya problem – problem komunikasi, kekerabatan pribadi, atau struktur organisasi.
Konflik yaitu segala macam interaksi perperihalan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak.
Konflik organisasi ( organizational conflict ) yaitu ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota – anggota atau kelompok – kelompok organisasi yang timbul lantaran adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya – sumber daya yang terbatas atau acara – acara kerja dan atau lantaran kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi.
Konflik yaitu suatu perperihalan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya.
Penyebab – penyebab konflik antara lain :
1. Komunikasi : salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang susah dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2. Struktur : pertarungan kekuasaaan antar departemen dengan kepentingan–kepentingan atau sistem evaluasi yang berperihalan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya–sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok– kelompok acara kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3. Pribadi : ketidaksesuaian tujuan atau nilai–nilai sosial langsung karyawan dengan sikap yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai – nilai persepsi.
Dalam kehidupan organisasi, pendapat ihwal konflik sanggup dilihat dari 3 sudut pandang, yaitu :
1. Pandangan tradisional, beropini bahwa konflik ialah sesuatu yang di inginkan dan berbahaya bagi kehidupan organisasi.
2. Pandangan perilaku, beropini konflik ialah suatu bencana atau bencana yang biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaa ( konflik fungsional ) dan bisa pula merugikan organisasi ( konflik disfungsional ).
3. Pandangan Interaksi, beropini bahwa konflik ialah suatu bencana yang tidak sanggup terhindarkan dan sangat dibutuhkan bagi pemimpin organisasi.
Berdasarkan ketiga pandangan ihwal konflik tersebut, pihak pemimpin organisasi perlu menganalisis dengan faktual konflik yang terjadi di organisasi, apakah konflik itu fungsional atau disfungsional dan bagaimana manajemen konflik biar besar lengan berkuasa positif bagi kemajuan organisasi.
Menurut Stephen P. Robbins ihwal perbedaan pandangan tradisional dan pandangan gres ( pandangan interaksionis ) ihwal konflik dalam dilihat pada tabel 2.1 diberikut ini :
Perbedaan pandangan usang dan gres ihwal konflik
Pandangan Lama :
1. Konflik sanggup dihindarkan
2. Konflik disebabkan oleh kesalahan – kesalahan manajemen dalam perancangan dan pengelolaan organisasi atau oleh pengacau.
3. Konflik menggangu organisasi dan menghalangi pelaksanaan optimal.
4. Tugas manajemen yaitu menghilangkan konfllik.
5. Pelaksanaan acara organisasi yang optimal membutuhkan abolisi konflik.
Pandangan Baru :
1. Konflik tidak sanggup dihindarkan
2. Konflik timbul lantaran banyak sebab, termasuk struktur organisasi, perbedaan tujuan yang tidak sanggup dihindarkan, perbedaan dalam persepsi dan nilai – nilai langsung dan sebagainya.
3. Konflik sanggup memmenolong atau menghambat pelaksanaan acara organisasi dalam aneka macam derajat.
4. Tugas manajemen yaitu mengelola tingkat konflik dan penyelesaiannya.
5. Pelaksanaan acara organisasi yang optimal membutuhkan tingkat konflik yang moderat.
Dari tabel diatas sanggup disimpulkan bahwa konflik sanggup difungsionalkan ataupun berperan salah ( dysfunctional ). Secara sederhana hal ini berarti bahwa konflik mempunyai potensi bagi pengembangan atau pengganggu pelaksanaan acara organisasi tergantung pada bagaimana konflik tersebut dikelola.
Segi fungsional konflik antara lain :
1. Manajer menemukan cara penerapan dana yang lebih baik.
2. Lebih mempersatukan para anggota organisasi.
3. Manajer mungkin menemukan cara perbaikan prestasi organisasi.
4. Menhadirkan kehidupan gres di dalam hal tujuan serta nilai organisasi.
5. Penggantian manajer yang lebih cakap, bersemangat dan bergagasan baru.
Bentuk –Bentuk Konflik Struktural :
Dalam organisasi klasik ada empat kawasan struktural dimana konflik sering timbul :
1. Konflik Hierarki, yaitu konflik amtara aneka macam tingkatan organisasi. misalnya, konflik antara komisaris dengan eksekutif utama, pemimpin dengan karyawan, pengurus dengan anggota koperasi, pengurus dengan manajemen, dan pengurus dengan karyawan.
2. Konflik Fungsional, yaitu konflik antar aneka macam departemen fungsional organisasi. misalnya, konflik yang terjadi antara penggalan produksi dengan penggalan pemamasukan, penggalan manajemen umum dengan penggalan personalia.
3. Konflik Lini Staf yaitu konflik yang terjadi antara pimpinan unit dengan stafnya terutama staf yang bekerjasama dengan wewenang/otoritas kerja. misal : karyawan staf secara tidak fornal mengambil wewenang berlebihan.
4. Konflik Formal Informal yaitu konflik antara organisasi formal dan informal. misal : Pemimpin yang menempatkan norma yang salah pada organisasi.
Jenis – Jenis Konflik :
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi jikalau seorang individu menghadapi ketidak pastian ihwal pekerjaan yang beliau harapkan untuk melaksanakannya. Bila aneka macam seruan pekerjaan saling berperihalan, atau jikalau individu diharapkan untuk melaksanakan lebih dari kemampuannya.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan–perbedaan kepribadian.Konflik ini berasal dari adanya konflik antar peranan ( menyerupai antara manajer dan bawahan )
3. Konflik antar individu dan kelompok, yang bekerjasama dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dieksekusi atau diasingkan oleh kelompok kerjanya lantaran melanggar norma – norma kelompok.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, lantaran terjadi perperihalan kepentingan antar kelompok.
5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akhir bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini sudah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga lebih rendah, dan penerapan sumber daya lebih efisien.
Penyebab Terjadinya Konflik Kerja :
Penyebab terjadinya konflik dalam organisasi, antara lain :
1. Koordinasi kerja yang tidak dilakukan.
2. Ketergantungan dalam pelaksanaan tugas.
3. Tugas yang tidak terang ( tidak ada deskripsi jabatan )
4. Perbedaan dalam otorisasi pekerjaan.
5. Perbedaan dalam memahami tujuan organisasi.
6. Perbedaan persepsi.
7. Sistem kompetensi insentif ( reward )
8. Strategi pemotivasian tidak tepat.
Konflik Lini dan Staf
Bentuk umum konflik organisasi yang sering terjadi yaitu konflik antara anggota – anggota lini dan staf . Perbedaan pandangan para anggota lini dan staf yang sanggup menyebabkan konflik di antara mereka, walaupun perbedaan–perbedaan tersebuta juga sanggup meningkatkan efektifitas pelaksanaan tugas–tugas mereka :
1. Pandangan Lini
Para anggota lini sering memandang para anggota staf dalam hal :
1. Staf melangkahi wewenangnya, lantaran manajer garis ialah pemegang tanggung balasan atas hasil akhir, mereka cenderung menolak rorongan staf dan wewenangnya.
2. Staf tidak memdiberi nasehat yang bermanfaa, para anggota staf sering tidak terlibat dalam acara operasional harian yang di hadapi oleh para anggota lini, sehingga masukan–masukannya sering tidak terap.
3. Staf menumpang keberhasilan lini, para anggota staf sering lebih bersahabat dengan manajer puncak dibanding orang–orang lini, sehingga sanggup mengambil laba atas posisi mereka.
4. Staf mempunyai pandangan sempit, sehingga mempunyai pandangan terbatas dan kurang sanggup merumuskan masukannya atas kebutuhan dan tujuan organisasi keseluruhan.
2. Pandangan Staf
Para anggota staf mempunyai keluhan–keluhan yang berlawanan ihwal para anggota lini :
1. Lini kurang memanfaatkan staf. Manajer lini menolak menolongan staf ahli, lantaran mereka ingin mempertahankan wewenangnya atas bawahan atau lantaran mereka tidak berani secara terbuka mengakui bahwa mereka membutuhkan menolongan. Sebagai alhasil staf spesialuntuk diminta menolongannya jikalau situasi benar–benar sudah kritis.
2. Lini menolak gagasan – gagasan baru, anggota staf biasanya yang pertama berkepentingan dengan memakai penemuan dalam bidang keahlian mereka. Manajer garis mungkin menolak perubahan–perubahan tersebut.
3. Lini memdiberi wewenang terlalu kecil kepada staf. Anggota staf sering merasa bahwa mereka mempunyai penyelesaian masalah–masalah yang paling baik dalam spesialisasinya. Oleh alasannya yaitu itu mereka kecewa jikalau masukan – masukannya tidak didukung dan di implementasikan oleh manajer lini.
Beberapa faktor sanggup menyebabkan aneka macam konflik diantara departemen dan orang – orang lini dan staf. Faktor–faktor tersebut mencakup :
1. Perbedaan umur dan pendidikan, orang – orang staf biasanya lebih muda dan lebih berpendidikan daripada orang–orang staf sehingga menyebabkan “generation gap “.
2. Perbedaan tugas, dimana orang ini lebih teknis dan generalis, sedang staf spesialis. Hal ini sanggup menyebabkan kejadian–kejadian sebagai diberikut : (1). Karena staf sangat spesialis, mungkin memakai istilah–istilah dan bahasa yang tidak dipahami orang lini. (2).Orang lini mungkin merasa bahwa staf seorang jago tidak sepenuhnya mengerti masalah–masalah lini dan mengganggap mereka tidak sanggup diteraplan atau dikerjakan.
3. Perbedaan sikap, ini tercermin pada : (1). Orang staf cenderung memperluas wewenangnya dan cenderung mempersembahkan perintah–perintah kepada orang lini untuk menunjukan eksistensinya. (2). Orang staf cenderung merasa yang paling berjasa untuk gagasan–gagasan yang diimplementasikan oleh lini, sebaliknya orang lini mungkin tidak menghargai peranan staf dalam memmenolong pemecahan problem – masalahnya. (3).Orang staf selalu merasa dibawah perintah orang lini, dilain pihak orang lini selalu curiga bahwa orang staf ingin memperluas kekuasaannya.
4. Perbedaan posisi. Manajemen puncak mungkin tidak mengkomunikasikan secara terang luasnya wewenang staf dalam hubungannya dengan lini. Padahal organisasi departemen staf ditempatnya relatif pada posisi tinggi bersahabat menajemen puncak. Depertemen lini dengan tingkatan lebih rendah cenderung tidak suka dengan hal tersebut.
Untuk menghapuskan konflik–konflik tersebut, manajemen punsak harus secara terang memberikan delegasi departemen–departemen staf. Lebih dari itu, supaya efektif, departemen–departemen staf harus menyadari bahwa pekerjaan mereka yaitu “to sell, not to tell“ artinya “menjual“ kepada departemen–departemen lini gagasan–gagasan mereka, bukan “memdiberitahu” mereka bagaimana menjalankan fungsi.
Bagaimanapun juga staf seorang jago perlu dimenambahkan dalam organisasi untuk memmenolong kerja lini biar lebih efektif. Disamping itu dunia bisnis modern berkembang semakin kompleks, dan tiruana manajer tidak akan menguasai tiruana kecakapan, pengetahuan maupun ketrampilan. Kegiatan–kegiatan tertentu mungkin tidak efisien jikalau dikerjakan oleh orang lini, dan sebagainya.
Penanggulangan Konflik Lini dan Staf
Para penulis manajemen sudah menyarankan aneka macam cara dengan mana aspek–aspek peran-salah konflik lini dan staf sanggup dikurangi :
1. Tanggung balasan lini dan staf harus ditegaskan.
Secara umum, para anggota lini bertanggung balasan atas keputusan–keputusan operasional organisasi, atau dengan kata lain, mereka harus bisa menerima, mengubah, atau menolak masukan–masukan ahli. Dilain pihak, para anggota staf harus bebas untuk mempersembahkan masukan jikalau mereka merasa hal itu dibutuhkan tidak spesialuntuk jikalau anggota lini memintanya.
2. Mengintegrasikan kegiatan–kegiatan lini dan staf.
Saran–masukan staf akan lebih realistik jikalau berkonsultasi terlebih lampau dengan anggota lini dalam proses penyusunan masukan – masukan mereka. Konsultasi staf – lini ini juga akan membuat para anggota lini bersedia mengimplementasikan gagasan–gagasan staf.
3. Mengajarkan lini untuk memakai staf
Manajer lini akan lebih efektif memanfaatkan keahlian staf jikalau mereka mengetahui kegunaan staf seorang jago bagi mereka di perusahaan.
4. Mendapatkan pertanggung-jawabanan staf atas hasil –hasil
Para anggota lini akan lebih bersedia melaksanakan masukan–masukan staf jikalau para anggota staf ikut bertanggung balasan atas kegagalan yang terjadi. Pertanggungjawabanan ini juga akan membuat para anggota staf lebih berhati–hati dalam menyusun masukan–masukan mereka.
Teknik Mengatasi Konflik Kerja
Manajemen konflik sanggup dilakukan dengan cara antara lain :
1. Pemecahan problem ( Problem Solving )
2. Tujuan tingkat tinggi ( Lipsordinate Goal )
3. Perluasan sumber ( Ekspansion of Resources )
4. Menghindari konflik ( avoidance )
5. Melicinkan konflik ( Smoothing )
6. Perintah dari wewenang (Authoritative Commands )
7. Mengubah variabel insan ( Altering the Human Variabel )
8. Mengubah variabel struktural (Altering the Structural Variables)
9. Mengidentifikasikan musuh bersama ( Identifying a Common Enemy )
Sumber :
T. Hani Handoko - Manajemen
Anwar Prabu M. - Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan