Mengingat perusahaan yakni organisasi bisnis yang terdiri atas orang-orang, maka pimpinan seharusnya sanggup menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh kekerabatan manusiawi. Sejalan dengan itu dibutuhkan seorang pimpinan bisa memotivasi dan membuat kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapainya kepuasan kerja karyawan yang diberimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan (Robbins, 2002 : 181).
Mengingat perusahaan yakni organisasi bisnis yang terdiri atas orang-orang, maka pimpinan seharusnya sanggup menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh kekerabatan manusiawi. Sejalan dengan itu dibutuhkan seorang pimpinan bisa memotivasi dan membuat kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapainya kepuasan kerja karyawan yang diberimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan (Robbins, 2002 : 181).
Perilaku atasan juga yakni determinan utama dari kepuasan. Umumnya kepuasan sanggup ditingkatkan, kalau atasan bersifat ramah dan memahami, mengatakan kebanggaan untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan memperlihatkan suatu minat eksklusif pada mereka (Robbins, 2002 : 181).
Partisipasi dalam pengambilan keputusan kepemimpinan khususnya pada kepemimpinan demokratis akan memiliki efek pada peningkatan kekerabatan manajer dengan bawahan, menaikkan susila dan kepuasan kerja serta menurunkan ketergantungan terhadap pemimpin (Supardi, dkk, 2002 : 76).
melaluiataubersamaini demikian sanggup dikatakan kepemimpinan sangat dekat hubungannya dengan kepuasan kerja karyawan. Kepemimpinan yang memperoleh respon faktual dari karyawan cenderung akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan, demikian kalau terjadi sebaliknya.
Mengingat perusahaan yakni organisasi bisnis yang terdiri atas orang-orang, maka pimpinan seharusnya sanggup menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh kekerabatan manusiawi. Sejalan dengan itu dibutuhkan seorang pimpinan bisa memotivasi dan membuat kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapainya kepuasan kerja karyawan yang diberimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan (Robbins, 2002 : 181).
Perilaku atasan juga yakni determinan utama dari kepuasan. Umumnya kepuasan sanggup ditingkatkan, kalau atasan bersifat ramah dan memahami, mengatakan kebanggaan untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan memperlihatkan suatu minat eksklusif pada mereka (Robbins, 2002 : 181).
Partisipasi dalam pengambilan keputusan kepemimpinan khususnya pada kepemimpinan demokratis akan memiliki efek pada peningkatan kekerabatan manajer dengan bawahan, menaikkan susila dan kepuasan kerja serta menurunkan ketergantungan terhadap pemimpin (Supardi, dkk, 2002 : 76).
melaluiataubersamaini demikian sanggup dikatakan kepemimpinan sangat dekat hubungannya dengan kepuasan kerja karyawan. Kepemimpinan yang memperoleh respon faktual dari karyawan cenderung akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan, demikian kalau terjadi sebaliknya.