-->
6 Faktor Penting Yang Menghipnotis Kepuasan Kerja Karyawan
Menurut Luthans (1998:144), terdapat tiga dimensi penting kepuasan kerja, yaitu :
1. kepuasan kerja yakni respon emosional terhadap situasi kerja
2. kepuasan kerja diartikan sebagai seberapa baik hasil yang diperoleh memenuhi harapan
3. kepuasan kerja menyajikan perhatian atau attitude yang berkaitan dengan pekerjaan.

Smith, et. al. yang dikutip Luthans (1998:145-146) memperlihatkan adanya 6 faktor penting yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yaitu :

1) The work itself, the extent to which the job provides the individual with interisting task, opportunities for learning, and the chance to accept resposibility.
Pekerjaan itu sendiri, sejauhmana karyawan memandang pekerjaannya sebagai pekerjaan yang menarikdanunik, mempersembahkan peluang untuk belajar, dan peluang untuk mendapatkan tanggung jawaban.

2) Pay, the amount of financial remuneration that is received and the degree to which that is viewed aquitable vis-a-vis that of other in organization.
Upah atau penghasilan, ialah jumlah balas jasa finansial yang diterima karyawan dan tingkat di mana hal ini dipandang sebagai suatu hal yang adil dalam organisasi.

3) Promotion opportunities, the chance for advancement in the hierarchy.
Kesempatan untuk kenaikan jabatan dalam jenjang karir.

4) Supervision, the abilities of the supervisor to provide tchnical assistance and behavioral support.
Supervisi, ialah kemampuan penyelia untuk mempersembahkan menolongan secara teknis maupun mempersembahkan dukungan.

5) Co-worker, the degree to which fellow worker are technically proficient socially suportive.
Rekan kerja, ialah suatu tingkatan di mana rekan kerja mempersembahkan dukungan.

6) Working condition, if the working condition are good (clean, attractive, surrounding, for instance) the personnel will find it easier to carry out their job.
Kondisi kerja, apabila kondisi kerja karyawan baik (membersihkan, menarikdanunik, dan lingkungan kerja yang sangat bahagia) akan membuat mereka simpel menuntaskan pekerjaannya.

Faktor-faktor tersebut sanggup dijelaskan sebagai diberikut :
1) The work itself (Pekerjaan itu sendiri)
Menurut Luthans (1998:145), unsur ini menunjukan pandangan karyawan terkena pekerjaannya sebagai pekerjaan yang menarikdanunik, melalui pekerjaan tersebut karyawan memperoleh peluang untuk belajar, dan memperoleh peluang untuk mendapatkan tanggung jawaban. Menurut Robbins (2001:149) “karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memdiberi mereka peluang memakai ketrampilan dan kemampuan mereka dan memperlihatkan bermacam-macam tugas, kebebasan, dan umpan balik terkena betapa baik mereka bekerja.…”. Adanya kesesuaian pekerjaan dengan ketrampilan dan kemampuan karyawan diperlukan bisa mendorong karyawan untuk menghasilkan kinerja yang baik.

2) Pay (Gaji)
Menurut Robbins (2001:149) bahwa para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan”. Semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan, maka semakin tinggi pula tingkat kemungkinan karyawan tersebut melaksanakan perbandingan sosial dengan karyawan bandingan yang sama di luar perusahaan. Jika penghasilan yang didiberikan perusahaan lebih rendah dibandingkan dengan penghasilan yang berlaku di perusahaan yang sejenis dan mempunyai tipe yang sama, maka akan timbul ketidakpuasan kerja karyawan terhadap penghasilan. Oleh lantaran itu penghasilan harus ditentukan sedemikian rupa supaya kedua belah pihak (karyawan dan perusahaan) merasa sama-sama diuntungkan. Karena karyawan yang merasa puas dengan penghasilan yang diterimanya, maka sanggup membuat kepuasan kerja yang diperlukan besar lengan berkuasa pada kinerja karyawan.
Begitu pula Menurut Handoko (2001 : 6), yang menyatakan bahwa “Ketidakpuasan sebagai besar karyawan terhadap besarnya kompensasi sering diakibatkan adanya perasaan tidak diperlakukan dengan adil dan layak dalam pembayaran mereka”. Pendapat serupa dikemukakan Hasibuan (2001 : 121) bahwa dengan balas jasa atau kompensasi, karyawan akan sanggup memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.

3) Promotion opportunities (Kesempatan promosi)
Menurut Luthans (1998:145) menyatakan bahwa “Kesempatan promosi menimbulkan efek yang tidak sama terhadap kepuasan kerja lantaran adanya perbedaan balas jasa yang didiberikan”. Menurut Nitisemito (2000 : 81) promosi yakni “Proses pemindahan karyawan dari satu jabatan ke jabatan yang lain yang lebih tinggi”. melaluiataubersamaini demikian promosi akan selalu diikuti oleh tugas, tanggung jawaban, dan wewenang lebih tinggi daripada jabatan yang diduduki sebelumnya. Melalui promosi, perusahaan akan memperoleh kestabilan dan watak karyawanpun akan lebih terjamin. Sementara Robbins (2001:150) menyatakan bahwa promosi akan mempersembahkan peluang untuk pertumbuhan pribadi, tanggung tanggapan yang lebih banyak, dan status sosial yang meningkat. Apabila promosi dibentuk dengan cara yang adil diperlukan bisa mempersembahkan kepuasan kepada karyawan.

4) Supervision (Pengawasan)
Luthans (1998:145) beropini bahwa kiprah pengawasan tidak sanggup dipisahkan dengan fungsi kepemimpinan, yaitu perjuangan mempengaruhi kegiatan bawahan melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu yang diputuskan organisasi. Menurut Hasibuan (2001:169), kepemimpinan yang diputuskan oleh seorang manajer dalam organisasi sanggup membuat integrasi yang harmonis dan mendorong gairah kerja karyawan untuk mencapai samasukan yang terbaik. Oleh lantaran itu acara karyawan di perusahaan sangat tergantung dari gaya kepemimpinan yang diterapkan serta situasi lingkungan di dalam perusahaan daerah mereka bekerja. Perlunya pengarahan, perhatian serta motivasi dari pemimpin diperlukan bisa memacu karyawan untuk mengerjakan pekerjaannya secara baik, menyerupai yang dikemukakan oleh Hasibuan (2001:170) bahwa gaya kepemimpinan pada hakikatnya bertujuan untuk mendorong gairah kerja, kepuasan kerja, dan produktivitas kerja karyawan yang tinggi, supaya sanggup mencapai tujuan organisasi yang terbaik.

5) Co-worker (Rekan kerja)

Luthans (1998:146) menyatakan bahwa “Rekan kerja yang berteman dekat, kerjasama rekan sekerja atau kelompok kerja yakni sumber kepuasan kerja bagi pekerja secara individual. Sementara kelompok kerja sanggup mempersembahkan dukungan, nasehat atau masukan, menolongan kepada sesama rekan kerja. Kelompok kerja yang baik mambuat pekerjaan lebih sangat bahagia. Baiknya hubungan antara rekan kerja sangat besar artinya bila rangkaian pekerjaan tersebut memerlukan kolaborasi tim yang tinggi. Tingkat keeratan hubungan mempunyai efek terhadap mutu dan intensitas interaksi yang terjadi dalam suatu kelompok. Kelompok yang mempunyai tingkat keeratan yang tinggi cenderung mengakibatkan para pekerja lebih puas berada dalam kelompok. Kepuasan timbul terutama berkat kurangnya ketegangan, kurangnya kecemasan dalam kelompok dan lantaran lebih bisa mengikuti keadaan dengan tekanan pekerjaan.

6) Working condition (Kondisi kerja)
Menurut Luthans (1998:146), apabila kondisi kerja anggun (lingkungan yang membersihkan dan menarikdanunik), akan membuat pekerjaan dengan simpel sanggup ditangani. Sebaliknya, kalau kondisi kerja tidak sangat senang (gerah dan mencakupk) akan berdampak sebaliknya pula. Apabila kondisi anggun maka tidak akan ada duduk perkara dengan kepuasan kerja, sebaliknya kalau kondisi yang ada jelek maka akan jelek juga dampaknya terhadap kepuasan kerja.

LihatTutupKomentar