SYIRKAH (KERJASAMA)
A. Pengertian dan Hukum Syirkah
Secara bahasa kata asy-syirkah (الشركه) berarti al-ikhtilath (percampuran) dan persekutuan. Yang dimaksud dengan percampuran disini yakni seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga susah untuk dibedakan.
Sedangkan definisi sirkah secara etimologi dalam buku Fiqih Muammalah karya Prof.DR. H. Rachmat Syafe’i, MA. adalah:
Sedangkan definisi sirkah secara etimologi dalam buku Fiqih Muammalah karya Prof.DR. H. Rachmat Syafe’i, MA. adalah:
الاختلاطايخلطاحدالمالينبالاخربحيثلايمتزانعنبعضهما
“Percampuran, yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta lainnya, tanpa dibedakan antara keduanya”
“Percampuran, yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta lainnya, tanpa dibedakan antara keduanya”
Sedangkan berdasarkan istilah ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama:
1. Menurut ulama Hanafiyah
عقدبينالمتشاركينفيراسالمالوالربح
Syirkah yakni kesepakatan antara dua orang yang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan.
2. Menurut ulama malikiyah
اذنفىالتصرفلهمافىانفسهمافىماللهما
Syirkah yakni izin untuk bertindak secara aturan bagi dua orang yang berhubungan terhadap harta mereka.
3. Manurut hasby Assidiqy
غقدبينشخصينفاكثرعلىالتعونفىعملاكتسابىواقتسامارباحه
Syirkah yakni kesepakatan yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk saling tolong menolong dalam satu perjuangan dan membagi keuntungannya.
4. Menurut ulama Hanabilah
الاجتماعفىاستحقاقاوتصرف
Perhimpunan yakni hak (kewenangan) dan pengolahan harta (tasharruf)
5. Menurut ulama Syafi’iyyah
ثبوتالحقفىشئلاثنينفاكثرعلىجهةالشيوع
Ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui).
Ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui).
Jika diperhatikan dari definisi-definisi di atas sesungguhnya perbedaan spesialuntuk bersifat redaksional saja namun secara esensial prinsipnya sama yaitu bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam sebuah perjuangan dengan konsekuensi keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara bersama.
B. Landasan Syirkah
Syirkah mempunyai kedudukan yang sangat berpengaruh dalam Islam.Sebab keberadaannya diperkuat oleh al-Qur’an, hadits dan ijma para Ulama. Dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang mengisyaratkan pentingnya syirkah diantaranya terdapat dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat 12.
Artinya: Daud berkata: "Sesungguhnya beliau Telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk dimenambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang diberiman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya kemudian menyungkur sujud dan bertaubat. (QS.Shad: 24)
Sedangkan dalam hadis Rasulullah bersabda:
عنابىهريرةرفعهالىالنبىصمقالاناللهعزوجليقول :
اناثالثالشركينمالميخناحدهماصاحبهفاذاخانهخرجتمنبينهما (روهابوداود)
Artinya: “Dari Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi SAW. Bahwa Nabi saw bersabda,” Sesungguhnya Allah berfirman: Aku yakni orang ketiga dari dua hambaku yang berhubungan selama keduanya tidak berkhianat. Jika salah satunya berkhianat maka Aku akan keluar dari kaduanya dan penggantinya yakni syeitan”.(HR. Abu Dawud).
Berdasarkan sumber aturan diatas maka secara ijma para ulama sepakat bahwa aturan syirkah itu yakni boleh.Hanya saja mereka tidak sama pendapat wacana jenisnya.
Berdasarkan sumber aturan diatas maka secara ijma para ulama sepakat bahwa aturan syirkah itu yakni boleh.Hanya saja mereka tidak sama pendapat wacana jenisnya.
C. Rukun dan Syarat Syirkah
Rukun syirkah ialah sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu berlangsung. Ada perbedaan pendapat terkait dengan rukun syirkah.Menurut ulama hanafiyah rukun syirkah spesialuntuk ada dua yaitu ijab (ungkapan penawaran melaksanakan perserikatan) dan qabul (ungkapan penerimaan perserikatan). Istilah kesepakatan nikah sering disebut dengan serah terima. misal lafadz ijab qabul, seseorang berkata kepada partnernya “ Aku bersyirkah untuk urusan ini” partnernya menjawaban “sudah saya terima”. Jika ada yang menambahkan selain ijab qabul dalam rukun syirkah ibarat adanya kedua orang yang berakad dan objek kesepakatan berdasarkan hanafiyah itu bukan termasuk rukun tapi termasuk syarat.Sedangkan berdasarkan Abdurrahman Al-Jaziri rukun syirkah mencakup dua orang yang berserikat, shigot, obyek kesepakatan syirkah baik itu berupa harta maupun kerja. Sedangkan berdasarkan jumhur Ulama rukun syirkah sama dengan apa yang diungkapkan oleh al-jaziri di atas.
Jika dikaitkan dengan pengertian rukun yang sesungguhnya maka bahwasanya pendapat al-jaziri atau jumhur uama lebih tepat alasannya didalamnya terdapat unsur-unsur penting bagi terlaksananya syirkah yaitu dua orang yang berserikat dan obyek syirkah.Sedangkan pendapat Hanafiyah yang membatasi rukun syirkah pada ijab dan qabul saja masih bersifat umum lantaran ijab dan qabul berlaku untuk tiruana transaksi.
Sedangkan syarat syirkah ialah masalah penting yang harus ada sebelum dilaksanakannya syirkah.Jika syarat tidak terwujud maka transaksi syirkah batal.
Menurut hanafiyah syarat-syarat syirkah terbagi menjadi empat bagian:
Sedangkan syarat syirkah ialah masalah penting yang harus ada sebelum dilaksanakannya syirkah.Jika syarat tidak terwujud maka transaksi syirkah batal.
Menurut hanafiyah syarat-syarat syirkah terbagi menjadi empat bagian:
- syarat yang berkaitan dengan tiruana bentuk syirkah baik harta maupun lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat: pertama berkaitan dengan benda yang diakadkan (ditransaksikan) harus berupa benda yang sanggup diterima sebagai perwakilan. Kedua yang berkaitan dengan keuntungan, pertolongannya harus terang dan disahkan oleh kedua belah pihak, contohnya setengah, sepetiga dan sebagainya.
- syarat yang terkait dengan harta (maal). Dalam hal ini ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu pertama modal yang dijadikan objek kesepakatan syirkah yakni dari alat pemabaran yang sah (nuqud) ibarat riyal, rupiah, dolar. Kedua, adanya pokok harta (modal) ketika kesepakatan berlangsung baik jumlahnya sama atau tidak sama
- syarat yang terkait dengan syirkah mufawadhah yaitu: pertama, modal pokok harus sama. Dua, orang yang bersyirkah yakni andal kafalah.Tiga, objek kesepakatan disyaratkan syirkah umum, yaitu tiruana macam jual beli atau perdagangan.
Selain syarat-syarat diatas juga ada syarat lain yang perlu dipenuhi dalam syirkah berdasarkan Idris Ahmad, syarat tersebut meliputi:
Selain syarat-syarat diatas juga ada syarat lain yang perlu dipenuhi dalam syirkah berdasarkan Idris Ahmad, syarat tersebut meliputi:
1. mengungkapkan kata yang menyampaikan izin anggota yang berserikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu.
2. anggota serikat saling mempercayai. Sebab masing-masing mereka yakni wakil dari yang lainya.
3. mencampurkan harta sehingga tidak sanggup dibedakan hak masing-masing, baik berbentuk mata uang atau yang lainya.
Malikiyah menambahkan bahwa orang yang melaksankan kesepakatan syirkah disyaratkan merdeka, balig dan pandai (rusyd).
Dalam buku Fiqih Muamalah karangan Prof. Dr. H. Rahmat Syafei, MA.terdapat syarat-syarat syirkah ‘uqud. Menurut ulama Hanafiah syarat syirkah ‘uqud terbagi atas dua macam yaitu syarat ‘am (umum) dank has (khusus).
1. Syarat syirkah uqud
1. Syarat syirkah uqud
Syarat-syarat umum syirkah adalah:
- Dapat dipandang sebagai perwakilan, masing-masing sanggup memnjadi wakil bagi yang lainnya.
- Ada kejelasan dalam derma keuntungan
- Laba ialah belahan umum dari jumlah
2. Syarat khusus pada syirkah amwal baik pada syirkah inan maupun syirkah mufawwadhah:
a. Modal syirkah harus ada dan jelas
Jumhur ulama beropini modal harus ada, dan jelas, tidak boleh berupa pinjaman atau harta yang tidak ada ditempat baik ketika kesepakatan maupun pada ketika jual beli. Namun demikian jumhur ulama diantaranya ulama Hanafiah, Malikiyah, dan Hanabilah tidak mensyaratkan harus bercampur terlebih lampau alasannya pengutamaan syirkah terletak pada kesepakatan bukan pada hartanya.Maksud kesepakatan yakni pekerjaan dan laba.melaluiataubersamaini demikian tidak disyaratkan adanya percampura harta ibarat pada mudharabah.Selain itu syirkah yakni kesepakatan dalam hal mendayagunakan harta yang mengandung unsur perwakilan maka dibolehkan mengelolanya sebelum bercampur. Ulama malikiyah memandang bahwa tidak disyaratkannya percampuran tidak berarti menghilangkan sama sekali tetapi sanggup dilakukan secara faktual atau berdasarkan hukumnya. Ulama syafiiyyah, Zafar dan Zahiriyah mensyaratkan adanya percampuran harta sebelium akad.melaluiataubersamaini demikian bila dlakukan percampuran harta setelah kesepakatan hal itu dipandang tidak sah.
b. Modal harus bernilai dan berharga secara mutlak
Ulama fikih dari empat madzhab sepakata bahwa modal harus berupa sesuatu yang bernilali secara umum, ibarat uang.
3. Syarat khusus syirkah mufawadah
a. Setiap aqid harus andal dalam hal perwakilan dan jaminan, keduanya harus merdeka, baligh, berakal, sehat dan dewasa.
b. Ada kesamaan modal, dari segi ukuran,harga pertama dan akhir.
c. Apapun yang pantas dijadikan modal dari salah seorang yang bersekutu dimasukkan dalam pengongsian
d. Ada kesamaan dalam derma keuntungan
e. Ada kesamaan dalam berdagang. Tidak boleh dikhususkan pada seorang yang atas saja juga tidak berserikat dengan orang kafir.\
f. Pada ketika transaksi atau kesepakatan harus sebut mufawwadhah.
Persyaratan diatas harus terpenuhi, bila tidak atau ada yang kurang, maka perserikatan tersebut bermetamorfosis al-inan.
Persyaratan diatas harus terpenuhi, bila tidak atau ada yang kurang, maka perserikatan tersebut bermetamorfosis al-inan.
D. Macam-Macam Syirkah
Para ulama Fikih membagi syirkah menjadi dua macam:
1. Syirkah amlak (perserikatan dalam kepemilikan)
2. Syirkah al-uqud ( perserikatan berdasarkan aqad)
1. Syirkah amlak
Menurut Sayyid Sabiq yang dimaksud dengan syirkah amlak yakni bila lebih dari satu orang mempunyai suatu jenis barang tanpa aqad baik yang bersifat ikhtiari atau jabari.Artinya barang tersebut dimiliki oleh dua orang atau lebih tanpa dilampaui oleh aqad.9
Sedangkan menurtu Rahmat Syafei, syirkah amlak yakni syirkah yang didalamnya terdapat dua orang atau lebih yang mempunyai barang tanpa adanya aqad. Hak kepemilikan tanpa kesepakatan itu bisa disebabkan oleh dua sebab:
a. ikhtiari atau disebut (syirkah amlak ihktiari) yaitu perserikatan yang muncul akhir tindakan aturan orang yang berserikat, ibarat dua orang sepakat membeli satu barang atau keduanya mendapatkan hadiah, wasiat atau wakaf dari orang lain maka benda-benda tersebut menjadi harta serikat (bersama) bagi mereka berdua.
b. Jabari (syirkah amlak jabari) yaitu perserikatan yang muncul secara paksa (bukan cita-cita orang yang berserikat) artinya hak milik bagi mereka berdua atau lebih tanpa dikehendaki oleh mereka. Seperti harta warisan yang mereka terima dari bapaknya yang sduah wafat.Harta warisan tersebut menjadi hak milik bersama bagi mereka yang mempunyai hak warisan.
Hukum syirkah amlak
Menurut para fuqoha aturan kepemilikan syirkah amlak diadaptasi dengan hak masing-masing yaitu bersifat sendiri-sendiri secara hukum.Artinya seseorang tidak berhak untuk memakai atau menguasai milik mitranya tanpa izin dari yang bersangkutan. Karena masing-masing mempunyai hak yang sama. Hukum yang terkait syirkah amlak ini secara luas dibahas dalam fiqih belahan wasiat, waris, hibah dan wasiat.
2. syirkah ‘uqud
Yang dimaksud dengan syirkah ‘uqud yakni dua orang atau lebih melaksanakan aqad untuk berhubungan (berserikat) dalam modal dan keuntungan. Artinya kerjasama ini dilampaui oleh transaksi dalam penanaman modal dan kesepakatan derma keuntungannya.
- derma syirkah uqud dan hukumnya
a. syirkah inan yaitu penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih yang tidak selalu sama jumlahnya. Boleh satu pihak mempunyai modal yang lebih besar dari pihak lain. Demikian halnya dengan beban tanggung jawaban dan kerja, boleh satu pihak bertanggungjawaban penuh sedangkan pihak lain tidak.Keuntungan dibagi dua sesuai prosesntase yang sudah disahkan.Jika mengalami kerugian maka resiko ditanggung bersama dilihat dari prosesntase modal. Sesuai dengan kaidah:
الربحعلىماشرطاوالوضيعةعلىقدرالمالين.
“keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan modal masing-masing.”
الربحعلىماشرطاوالوضيعةعلىقدرالمالين.
“keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan modal masing-masing.”
Para ulama fiqih sepakat bahwa bentuk perserikatan ini hukumnya boleh.Hanya saja mereka tidak sama pendapat dalam memilih persyaratannya sebagaimana mereka tidak sama pendapat dalam mempersembahkan namanya
Sedangkan dalam bukunya Bapak Rahmat Syafei dikatakan bahwa perserikattan inan yakni komplotan antara dua orang dalam harta milik untuk erdagang secara tolong-menolong dan membagi keuntungan atau kerugian bersama-sama.Perserikatan jenis ini banyak dilakukan insan lantaran didalamnya tidak di akuratkan adanya kesamaan dalam modal dan pengelolaan (tasharruf).
b. Syirkah al-mufawwadhah. Secara etimologi, mufawadhah artinya persamaa.
Dinamakan mufawadhah antara lain lantaran dalam syirkah ini diharuskan adanya kesamaan dalam modal, keuntungan, serta bentuk kerjasama lainnya.
Menurut istilah mufawadhah yakni transaksi dua orang atau lebih untuk berserikat dengan syarat mempunyai kesamaan dalam jumlah modal, peelitian keuntungan, pengolahan serta agama yang dianut. melaluiataubersamaini demikian, setiap orang akan menjamin yang lain, baik dalam pembelian atau penjualan. Orang yang bersekutu tersebut saling mengisi dalam hak dan kewajibannya yakni masing-masing menjadi wakil yang lain.
Menurut istilah mufawadhah yakni transaksi dua orang atau lebih untuk berserikat dengan syarat mempunyai kesamaan dalam jumlah modal, peelitian keuntungan, pengolahan serta agama yang dianut. melaluiataubersamaini demikian, setiap orang akan menjamin yang lain, baik dalam pembelian atau penjualan. Orang yang bersekutu tersebut saling mengisi dalam hak dan kewajibannya yakni masing-masing menjadi wakil yang lain.
Ulama hanafiah dan zaidiyah membolehkan perserikatan jenis ini berdasarkan sabda Nabi saw:
فاوضوافانهاعظمللبركة
“Samakanlah modal kalian alasannya hal itu lebih memperbesar barokah”
Alasan lainnya yakni masyarakat banyak yang melaksanakan perserikatan ini disetiap generasi, namun tidak ada ulama yang menolanya.
Alasan lainnya yakni masyarakat banyak yang melaksanakan perserikatan ini disetiap generasi, namun tidak ada ulama yang menolanya.
Ulama maliki membolehkan jenis perserikatan ini namun bukan dengan pengertian yang dikemukakan hanafiah diatas.Mereka membolehkan perserikatan ini dalam pengertian bahwa masing-masing yang melangsungkan kesepakatan mempunyai kewenangan atau kebebasan dalam mengolah modal tanpa membutuhkan pendapat sekutunya.
Akan tetapi ulama syafiiyyah, hanabilah dan kebanyakan ulama fikih lainnya menolak syirkah mufawadhah ini dengan alasan, syirkah semacam ini tidak dibenarkan oeh syara’.Disamping itu untuk merealisasikan adanya kesamaan sebagai syarat dalam pengongsian ini sangatlah susah dan mengundang unsure penipuan (gharar).Oleh lantaran itu dipadang tidak sah sebagaimana pada jual beli gharar.
Menurut sayyid sabiq ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:
Menurut sayyid sabiq ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:
1. jumlah modal masing-masing sama, bila tidak sama maka tidak sah
2. mempunyai kewenangan bertindak yang sama. Maka tidak sah syirkah antara anak kecil dengan orang dewasa
3. agama yang sama. Maka tidak sah syirkah antara muslim dengan non muslim
4. masing-masing pihak sanggup bertindak menjadi penjamin bagi yang lain atas apa yang dibeli dan dijual.
c. Syirkah al-‘Abdan
yaitu perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan. Artinya perserkatan dua orang atau lebih untuk mendapatkan suatu pekerjaan ibarat tukang besi, kuli angkut, tukang jahit, tukang celup, tukang service elektronik dan sebagainya.Syirkah abdan (fisik) juga disebut syirkah amal (kerja), syirkah shana’i (para tukang) dan syirkah taqabbul (penerimaan).
Tentang hukum-nya ulama malikiyah, hanafiyah hanabilah, zahidiyah memperbolehkan syirkah abdan ini.Karena tujuannya syirkah ini mencari keuntungan dengan modal pekerjaan secara bersama. Namun dengan ulama malikiyah mensyaratkan untuk keshahihan syirkah itu ya itu harus ada kesatuan usaha. Selain itu keduanya harus berada ditempat yang sama, kemudian hendaklah derma keuntungan sesuai dengan kadar pekerjaan dari orang yang bersekutu.
Ulama hanabilah meperbolehkan syirkah ini hingga pada hal-hal yang mubah seperti: pengumpulan kayu bakar, rumput, dan lain-lain spesialuntuk saja mereka dihentikan kerjasama dalam hal makelar.
Ulama hanabilah meperbolehkan syirkah ini hingga pada hal-hal yang mubah seperti: pengumpulan kayu bakar, rumput, dan lain-lain spesialuntuk saja mereka dihentikan kerjasama dalam hal makelar.
Ulama Syafi’iyyaah, imamiyah dan zafar dari golongan hanafiyah beropini bahwa syirkah ini batal lantaran syirkah itu dikhususkan pada harta dan tidak pada pekerjaan. Mereka beralasan antara lain perserikatan dalam bidang pekerjaan mengandung unsure penipuan alasannya salah seorang dari yang bersekutu tidak mengetahui apakah kawannya bekerja atau tidak. Selain itu kedua orang tersebut bebeda dalam segi postur tubuh, aktiviitas dan kemampuannya.
d. Syirkah al-wujuh
yaitu perserikatan tanpa modal artinya dua orang atau lebih membeli suatu barang tanpa modal, yang terjadi yakni spesialuntuk berpegang kepada nama baik dan kepercayaan para pedagang terhdap mereka. melaluiataubersamaini catatan keuntungan untuk mereka.Syirkah ini yakni syirkah tanggungjawaban yang tanpa kerja dan modal. Artinya dua orang atau lebih yang tidak punya modal sama sekali dapam melaksanakan pembelian dengan kredit dan menjualnya dengan harga tunai. Syirkah semacam ini kini ibarat dengan makelar. Mereka berserikat membeli barang dengan kredit kemudian di jual dengan cara tunai dan manfaatnya dibagi bersama. Menurut syafi’iyah, malikiyah, zahiriyah dan syi’ah imamiyah syirkah semacam ini hukumnya bathil lantaran modal dan kerja tidak jelas.Sedangkan dalam syirkah harus ada modal dan kerja. Sedangkan berdasarkan ulama hanafiyah, hanabilah, dan zahidiyah hukumnya boleh lantaran masih berbentuk suatu pekerjaan dan masing-masing pihak sanggup bertindak sebagai wakil disamping itu mereka beralasan syirkah ini sudah banyak dilakukan oleh umat islam dan tidak ada ulama yang menentangnya.
Syirkah wujuh disebut syirkah wujuh lantaran didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh yakni syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama mempersembahkan konstribusi kerja (‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang mempersembahkan konstribusi modal (maal). Dalam hal ini, pihak A dan B yakni tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudhrabah sehingga berlaku
ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya.Bentuk kedua syirkah wujuh yakni syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak. Misal: A dan B yakni tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujuh, dengan cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing mempunyai 50% dari barang yang dibeli.Lalu keduanya menjual barang tersebut dan manfaatnya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).Dalam syirkah wujuh kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing kawan perjuangan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan kesepakatan.Syirkah wujuh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan.Hukum kedua bentuk syirkah di atas yakni boleh, lantaran bentuk pertama bahwasanya termasuk syirkah mudharabah, sedangkan bentuk kedua termasuk syirkah ‘abdan.Syirkah mudhârabah dan syirkah ‘abdan sendiri sudah terang kebolehannya dalam syariat Islam.Namun demikian, ketokohan yang dimaksud dalam syirkah wujuh yakni kepercayaan finansial (tsiqah maaliyah), bukan semata-semata ketokohan di masyarakat.Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur, atau suka menyalahi janji dalam urusan keuangan.Sebaliknya, sah syirkah wujûh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang beliau dianggap mempunyai kepercayaan finansial (tsiqah maaliyah) yang tinggi, contohnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan keuangan.
Syirkah wujuh disebut syirkah wujuh lantaran didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh yakni syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama mempersembahkan konstribusi kerja (‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang mempersembahkan konstribusi modal (maal). Dalam hal ini, pihak A dan B yakni tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudhrabah sehingga berlaku
ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya.Bentuk kedua syirkah wujuh yakni syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak. Misal: A dan B yakni tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujuh, dengan cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing mempunyai 50% dari barang yang dibeli.Lalu keduanya menjual barang tersebut dan manfaatnya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).Dalam syirkah wujuh kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing kawan perjuangan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan kesepakatan.Syirkah wujuh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan.Hukum kedua bentuk syirkah di atas yakni boleh, lantaran bentuk pertama bahwasanya termasuk syirkah mudharabah, sedangkan bentuk kedua termasuk syirkah ‘abdan.Syirkah mudhârabah dan syirkah ‘abdan sendiri sudah terang kebolehannya dalam syariat Islam.Namun demikian, ketokohan yang dimaksud dalam syirkah wujuh yakni kepercayaan finansial (tsiqah maaliyah), bukan semata-semata ketokohan di masyarakat.Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur, atau suka menyalahi janji dalam urusan keuangan.Sebaliknya, sah syirkah wujûh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang beliau dianggap mempunyai kepercayaan finansial (tsiqah maaliyah) yang tinggi, contohnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan keuangan.
e. Syirkah mudharabah
yaitu persetujuan antara pemilik modal dengan seorang pekerja untuk mengelola uang dari pemilik modal dalam suatu perdagangan tertentu yang manfaatnya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal saja. Menurut hanabilah mudharabah sanggup dikatakan sebagai syirkah bila memenuhi syarat sebagai diberikut:
1. pihak-pihak yang berserikat cakap dalam bertindak sebagai wakil
2. modalnya berbentuk uang tunai
3. jumlah modal jelas
4. diserahkan eksklusif kepada pekerja (pengelola) dengan itu setelah akaq disetujui
5. derma keuntungan diambil dari hasil perserikatan itu bukan dari harta yang lain.
Tapi berdasarkan jumhur ulama (Hanafiyah, Malikiyah, syafi’iyyah, Zahiriyah, dan syi’ah imamiyah) tidak memasukkan transaksi mudharabah sebagai salah satu bentuk perserikatan, lantaran mudharabah berdasarkan mereka ialah kesepakatan tersendiri dalam bentuk kerjasama yang lain yang tidak dinamakan dengan perserikatan.
E. Hikmah Syirkah
Manusia tidak sanggup hidup sendirian, pasti membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan. Ajaran islam mengajarkan semoga kita menjalin kerjasama dengan siapapun terutama dalam bidang ekonomi dangan prinsip saling tolong menolong dan saling menguntungkan, tidak menipu dan tidak merugikan. Tanpa kerjasma maka kita susah untuk memenuhi kebutuhan hidup.Syirkah pada hakikatnya yakni sebuah kerjasama yang saling menguntungkan dalam menyebarkan potensi yang dimiliki baik berupa harta atau pekerjaan. Oleh lantaran itu islam menganjurkan umtanya untuk berhubungan kepada siapa saja dengan tetap memegang prinsip sebagaimana tersebut di atas. Maka pesan yang tersirat yang sanggup kita ambil dari syirkah yakni adanya tolong menolong, saling membanatu dalam kebaikan, menjauhi sifat egoisme, menumbuhkan saling percaya, menyadari kelemahan dan belum sempurnanya dan menjadikan keberkahan dalam perjuangan bila tidak berkhianat dan lain sebagainya. Allah swt berfirman dalam surat al-Maidah ayat 2:
Artinya: “Hai orang-orang yang diberiman, tidakbolehlah engkau melanggar syi'ar-syi'ar Allah,, dan tidakboleh melanggar kehormatan bulan-bulan haram, tidakboleh (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan tidakboleh (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila engkau Telah menuntaskan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan tidakbolehlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi engkau dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah engkau dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan tidakboleh tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah engkau kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Rasulullah bersabda:
“ Allah akan menolong dua orang yang berserikat selama mereka tidak saling berkhianat.”
JI’ALAH (MENGUPAH)
A. Pengerian Dan Hukum Ji’alah
Kata ji’alah secara bahasa berarti mengupah. Secara syara’ sebagaimana dikemukakan oleh sayyid sabiq.
عقدعلىمنفعةيظنحصوله
“Sebuah aqad untuk mendapatkan materi (upah) yang diduga berpengaruh sanggup diperoleh.” Istilah ji’alah dalam kehidupan sehari-hari diartikan oleh para fuqoha yakni memdiberi upah kepada orang lain yang sanggup menemukan barangnya yang hilang atau mengobati orang yang sakit atau menggali sumur hingga memancarkan air atau seseorang menang dalam sebuah kompetisi. Kaprikornus ji’alah bukan spesialuntuk terbratas pada barang yang hilang namun bisa pada setiap pekerjaan yang bisa menguntungkan seseorang.
Menurut H. Sulaiman Rasidj, dalam bukunnya fiqih islam, ji’alah yakni meminta semoga mengembalikan barang yang hilang dengan bayaran yang ditentukan.
Sedangkan dalam sebuah artikel dikatakan bahwa ji’alah berdasarkan Bahasa: “Barang yang dijanjikan untuk seseorang atas janji sesuatu yang akan beliau kerjakan”.
Menurut Istilah syara’: Tindakan penetapan orang yang sah pentasarrufannya wacana suatu ganti yang sudah diketahui terang atas pekerjaan yang ditentukan .
Ji’alah ialah meminta semoga mengembalikan barang yang hilang dengan bayaran yang ditentukan. Misalnya seseorang kehilangan kuda, beliau berkata, ”Barangsiapa yang mendapatkan kudaku dan beliau kembalikan kepadaku, saya bayar sekian”.
Kata ji’alah bisa dibaca ja’alah.Pada zaman Rasulullah ji’alah sudah dipraktekkan. Dlam sahih bukhari dan muslim terdapat hadis yang menceritakan wacana seorang badui yang disengat kemudian dijampi oleh seorang sahabat erat dengan upah bayaran beberapa ujung kambing.
Sedangkan dalam sebuah artikel dikatakan bahwa ji’alah berdasarkan Bahasa: “Barang yang dijanjikan untuk seseorang atas janji sesuatu yang akan beliau kerjakan”.
Menurut Istilah syara’: Tindakan penetapan orang yang sah pentasarrufannya wacana suatu ganti yang sudah diketahui terang atas pekerjaan yang ditentukan .
Ji’alah ialah meminta semoga mengembalikan barang yang hilang dengan bayaran yang ditentukan. Misalnya seseorang kehilangan kuda, beliau berkata, ”Barangsiapa yang mendapatkan kudaku dan beliau kembalikan kepadaku, saya bayar sekian”.
Kata ji’alah bisa dibaca ja’alah.Pada zaman Rasulullah ji’alah sudah dipraktekkan. Dlam sahih bukhari dan muslim terdapat hadis yang menceritakan wacana seorang badui yang disengat kemudian dijampi oleh seorang sahabat erat dengan upah bayaran beberapa ujung kambing.
B. Landasan hukumnya
Jumhur fuqoha sepakat bahwa aturan jialah mubah. Hal ini didasari lantaran jialah dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.Jialah merupaka kesepakatan yang sangat manusiawi. Karena seseorang dalam hidupnya tidak bisa untuk memenuhi tiruana pekerjaan dan keinginannya kecuali bila ia mempersembahkan upah kepada oramh lain untuk memmenolongnya. misal orang yang kehilangan dompet maka sangat sukar bila ia mencari sendiri dompetnya yang hilang tanpa menolongan dari orang lain. Maka ia meminta kepad orang lain untuk mencarinya dengan iming-iming upah dari pekerjaannya itu.
Dalam hal lain yang masih termasuk jialaah, Rasulullah membolehkan mempersembahkan upah atas pengobatan yang memakai bacaan Al-Qur’an dengan surat al-fatihah. Dalam al-qur’an dengan tegas Allah membolehkan mempersembahkan upah kepada orang lain yang sudah berjasa menemukan barang yang hilang. Hal itu ditegaskan dalam al-qur’an surat Yusuf ayat 72
Artinya : “Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang sanggup mengembalikannya akan memperoleh materi makanan (seberat) beban unta, dan Aku menjamin terhadapnya".”
C. Pelaksaan Jialah
Teknis pelaksanaan jialah bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama bisa ditentukan orangnya mislanya si Budi.Maka si Budi dengan sendirinya berusaha mencari barang yang hilang. Kedua bias secara umum artinya orang yang didiberi pekerjaan mencari barang bukan satu orang tapi bersifat umum yaitu siapa saja. Misalnya seseorang berkata: “Siapa saja yang mengembalikan binatangku yang hilang maka saya akan diberikan imbalan sekian”.
Hal lain yang perlu diperhatikan bahwa jialah tidak disyaratkan hadir dari si pemilik barang yang hilang. Siapa saja yang menyampaikan “siapa yang sanggup mengembalikan barang yang hilang kepunyaan si fulan maka ia akan ku diberikan upah sekian”. Kemudian ada orang yang mengembalikan barang tersebut baik beliau mendengar diberita itu dari yang menyampaikan tadi ataupun diberita itu disampaikan oleh orang lain ketelinganya maka ia berhak mendapatkan jialah(upah). Hal tersebut sanggup dibenarkan lantaran dalam jialah tidak disyaratkan kehadiran dua pihak yang berakad namun disyaratkan besar jumlah upah yang harus diterima artinya ia harus tahu berapa jumlah upah yang harus ia terima artinya ia harus tahu berapa jumlah yang akan ia terima bila berhasil mengembalikan barang lantaran hal ini sama dengan sewa-menyewa. Kalau upah yang akan didiberikan itu majhul (tidak diketahui) maka hukumnya fasid (rusak). Bagaimna bila orang yang mengembalikan barang yang hilang itu jumlahnya bukan satu orang. Maka upahnya dibagi rata lantaran mereka tiruana sama-sama bekerja meskipun kualitas kerjanya tidak sama.
E. Rukunnya
Ada beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam jialah:
1. lafadz. Lafadz itu mengandung arti izin kepada yang akan bekerja dan tidak ditentukan waktunya. Jika mengerjakan jialah tanpa seijin orang yang menyuruh (yang punya barang) maka baginya tidak berhak memperoleh imbalan bila barang itu ditemukan.
2. orang yang menjanjikan mempersembahkan upah. Bisa berupa ornag yang kehilangan barang atau orang lain.
3. pekerjaan (mencari barang yang hilang)
4. upah harus jelas, sudah ditentukan dan diketahui oleh seseorang sebelum melaksanakan pekerjaan (menemukan barang).
F. Pembatalan jialah
Masing-masing pihak boleh menghentikan(membatalkan) perjanjian sebelum bekerja. Jika yang membatalkannya orang yang bekerja, maka ia tidak menerima upah, sekalipun ia sudah bekerja. Tetapi bila yang membatalkannya yakni pihak yang menjanjikan upah, maka yang bekerja berhak menuntut upah sebanyak pekerjaan yang sudah beliau kerjakan.
G. Hikmahnya
Jialah ialah pemdiberian penghargaan kepada orang lain berupa materi lantaran orang itu sudah bekerja dan memmenolong mengambalikan sesiuatu yang berharga. Baik itu berupa materi (barang yang hilang) atau mengembalikan kesehatan atau memmenolong seseorang menghafal al-Qur’an.Hikmah yang sanggup dipetik yakni dengan jialah sanggup memperkuat persaudaraan dan perteman dekatan, menanamkan perilaku saling menghargai dan hasilnya tercipta sebuah komunitas yang saling tolong menolong dan pundak memmenolong. melaluiataubersamaini jialah akan terbangun sebuah semangat dalam melaksanakan sesuatu bagi para pekerja.
Terkait dengan jialah sebagai sebuah pekerjaan yang baik, islam mengajarkan bahwa Allah selalu menjanjikan jawaban nirwana bagi mereka yang mau melaksanakan perintahNya seseorang akan memperoleh pahala dari pekerjaan baik yang ia kerjakan. Allah berfirman dalam surat al-Zalzalah ayat 7
Artinya “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, pasti beliau akan melihat (balasan)nya.”
Selengkapnya Klik : DOWNLOAD