KATA PENGANTAR
Pertama dan utama yaitu penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, serta selawat dan salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW alasannya dengan berkat dan karunia-Nyalah penulis sanggup menuntaskan Makalah yang berjudul “Pemikiran Hukum Islam Mazhab Hambali”.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis sudah banyak mendapatkan bimbingan dan menolongan serta dorongan dari banyak sekali pihak. Oleh alasannya itu, melalui kata pengantar ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengasuh mata kuliah yang sudah mempersembahkan petunjuk, arahan, bimbingan dan kontribusi mulai dari pertama penulisan hingga dengan selesainya penulisan ini.
Penulis menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu penulis sangat mengharapkan Koreksian dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan Makalah ini di masa yang akan hadir.
Akhirnya semoga jasa dan amal baik yang sudah disumbangkan penulis serahkan kepada Allah SWT untuk membalasnya. Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaa bagi pengembangan pendidik kearah yang lebih baik.
Amin ya rabbal a’lamin.
Banda Aceh, April 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keadaan masyarakat Bangsa Arab pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama ihwal pemikiran Islam akan hukum. Hal ini sangat tidak sama sekali dengan keadaan masyarakat Bangsa Arab pada masa Rasulullah SAW, alasannya tongkat kekuasaan dan wewenang ada ditangan Rasulullah SAW sendiri. Di masa teman bersahabat mulai timbul beberapa perbedaan paham dalam tetapkan hukum.
Terjadinya perselisihan paham di masa teman bersahabat itu alasannya adanya perbedaan paham dan perbedaan nash yang hingga kepada mereka. Karena pengetahuan mereka dalam soal hadist tidak sama dan pula alasannya perbedaan pandangan ihwal mashlahah yang menjadi dasar bagi penetapan suatu aturan , di samping itu juga yaitu alasannya berlainan tempat (lingkungan).
Hal yang tersebut ini mengakibatkan perselisihan aliran dan aturan wlaupun mereka sependirian. Kemudian timbullah mazhab dalam hal fiqih setelah kekuasaan dikendalikan para mujtahidin di pertengahan era kedua hijrah. Pada masa itu ada empat pemuka madzhab yang populer yaitu :
1. Abu Hanifah (Imam Hanafi)
2. Maliki (Imam Maliki)
3. Asy Syafi’I (Imam Syafi’i)
4. Ahmad ibn Hanbal (Imam Hambali)
Demikianlah terbentuk madzhab fiqih, yang kemudian dibangsakan kepada mujtahidin yang menjadi imamnya pada mazhab masing-masing.
B. Rumusan Maslah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi kasus dalam penulisan makalah ini adalah, bagaimanakah pemikiran aturan Islam berdasarkan Mazhab Imam Hambali?
BAB II
PEMBAHASAN
Ahmad ibn Hanbal (Imam Hambali) menyibukkan diri sebagai seorang yang Ahli Hadist (tradisionalis), para jago theology menyetujui bahwa Imam Hambali sebagai Ahli Hadist. Adapun hasil pemikirannya ihwal aturan Islam terkena ilmu fiqih yaitu sebagai diberikut:
A. Najis dan bersuci
Menurut mazhab Imam Hambali ihwal bersuci, Imam Hambali beropini bahwa: “Najis tidak sanggup dihilangkan kecuali dengan air”. Dari pendapat Imam Hambali tersebut, kami sanggup memdiberi sebuah pendapat bahwa yang dimaksudkan oleh Imam Hambali yaitu najis tidak akan dikatakan hilang apabila belum dibasuh dengan air. Namun air yang menyerupai apa? Apakah bisa dengan sembarang air atau bagaimana? Itulah pertanyaan yang timbul ketika kami berfikir ihwal pendapat Imam Hambali terkena bersuci.
Kemudian ada sebuah pendapat Imam Hambali kembali terkena bersuci, “Air tersebut tidak sanggup dipergunakan untuk bersuci”. Pernyataan inilah yang seakan membuat kami menjadi bertanya-tanya, air menyerupai apakah yang dimaksudkan? Maka kami sanggup menyimpulkan bahwa yang dimaksud oleh Imam Hambali ialah air yang bisa untuk bersuci harus mempunyai syarat mutlak yaitu air yang suci sekaligus mensucikan. Artinya banyak sekali jenis air yang suci namun belum tentu mensucikan.
B. Wudlu
Ada beberapa pendapat Imam Hambali terkena Wudlu, antara lain:
§ Membaca Basmalah ketika wudlu yaitu wajib.
§ Berkumur dan menghirup air ke dalam hidung yaitu sunnah di dalam wudlu serta mandi.
§ Wajib mengusap seluruh kepala.
§ Disunnahkan mengusap kepala dengan sekali sapu.
§ Kedua indera pendengaran termasuk kepingan kepala. oleh alasannya itu, disunnahkan mengusap keduanya ketika mengusap kepala.
§ Sunnah mengusap kepala serta indera pendengaran dengan sekali usap.
§ Boleh mengusap kedua kaki, boleh juga menentukan antara membasuh dan mengusap seluruh kaki.
§ Tertib di dalam wudlu itu wajib.
Dari beberapa pendapat Imam Hambali tersebut, kami sanggup memdiberi pendapat bahwa dalam hal wudlu ataupun rukun wudlu itulah yang kini ini dianut oleh kebanyakan masyarakat Islam di Indonesia. Namun ada sebuah belum sempurnanya atas pendapat Imam Hambali dalam hal wudlu yang gotong royong wajib dilakukan dalam rukun wudlu yaitu terkena membasuh wajah atau muka.
C. Tayamum
Menurut Imam Hambali terkena Tayamum, ada beberapa pendapat yang dikemukakan yaitu antara lain:
§ Tidak boleh bertayamum kecuali dengan tanah yang suci atau dengan pasir yang berdebu.
§ Mengusap hingga ke siku yaitu mustahab (sunnah), sedangkan hingga ke pergelangan tangan yaitu wajib.
§ Tayamum akan batal secara mutlak jikalau sudah menemukan air.
§ Tidak boleh mengerjakan dua sholat fardu dengan satu tayamum, baik bagi orang mukmin ataupun musyafir.
Dari beberapa pendapat Imam Hambali tersebut terkena Tayamum, maka kami beropini bahwa tata cara bertayamum serta hal yang membatalkan tayamum sudah sejalan dengan dasar aturan Islam yaitu Al-qur’an. Namun menyerupai halnya pendapat Imam Hambali terkena wudlu, dalam tayamum ini pun sama. Masih ada sebuah belum sempurnanya ihwal mengusap wajah atau muka.
Disamping itu, kami beropini terkena tayamum yang dihentikan mengerjakan dua waktu sholat fardu dengan satu tayamum. Artinya ialah spesialuntuk satu waktu sholat saja untuk satu tayamum,apabila untuk melaksanakan sholat fardu diberikutnya harus melaksanakan tayamum kembali.
D. Sholat
Imam Hambali beropini terkena Sholat antara lain:
§ Menutup aurat termasuk syarat-syarat sholat.
§ Mengangkat kedua tangan pada waktu takbirotul ikhrom ada tiga pendapat, yaitu sejajar bahu, sejajar indera pendengaran dan boleh menentukan diantara keduanya.
§ Bersedekap dengan meletakkan kedua tangan dibawah pusar.
§ Wajib membaca Surat Al fatihah pada setiap roka’at sholat.
Berdasarkan pendapat Imam Hambali tersebut terkena Sholat, kami beropini bahwa dalam sholat seorang Muslim atau muslimat wajib menutup anggota badan mereka yang sebagai kawasan terlarang untuk diperlihatkan (aurat),karena dari segi moral bertujuan untuk menjaga kesopanan dan harga diri seseorang.
Mengenai mengangkat tangan ketika takbirotul ikhrom sebagian orang ada yang sejajar bahu, Namun ada pula yang melakukannya sejajar telinga. Kedua hal tersebut sah untuk dilakukan, akan tetapi lebih baik dilakukan dengan sejajar bahu. Karena sesuai dengan tawaran Rasulullah SAW. Begitu pula dengan tata cara bersedekap, lebih baik diletakkan diatas pusar atau lebih tepatnya di ulu hati.
Selain itu terkena wajibnya membaca suratAl fatihah itu sangat diharuskan, alasannya itu termasuk rukun dan syarat sahnya sholat. Jika hal itu tidak dilakukan maka sholat yang dilakukan sanggup dikatakan sia-sia.
E. Zakat
Mengenai membayar zakat, Imam Hambali beropini bahwa “Jika seseorang mempunyai barang hingga nisab, maka ia harus mengeluarkan zakatnya”. Artinya bahwa seseorang yang mempunyai harta atau kekayaan yang sudah mencapai nisab (berat timbangan) sesuai dengan aturan Islam. Maka diwajibkan untuk mengeluarkan zakat. Hal ini bertujuan biar kita mencar ilmu untuk saling membuatkan dengan sesama, alasannya tiruana hal yang kita punya yaitu titipan yang sifatnya sementara.
F. Puasa
Menurut Imam Hambali terkena puasa, ada beberapa pendapat diantaranya:
§ Waktu niat dalam berpuasa Ramadhan antara terbenam matahari hingga waktu fajar kedua (fajar sadiq).
§ Puasa dikatakan batal jikalau melaksanakan persetubuhan, namun jikalau makan tidak dikatakan batal.
Dari beberapa pendapat Imam Hambali terkena puasa, kami sanggup mempersembahkan pendapat bahwa dalam melaksanakan niat puasa di bulan Ramadhan itu pada waktu karam matahari, lebih tepatnya setelah kita usai mengerjakan sholat tarawih hingga sebelum terbit fajar. Niat tersebut bias saja di dalam hati ataupun diucapkan, alasannya untuk lebih meyakinkan serta memantapkan akan apa yang akan dilakukan termasuk niat berpuasa.
Pendapat Imam Hambali terkena batalnya puasa jikalau bersetubuh, namun jikalau makan puasa itu tidak batal. Imam Hambali beropini demikian dengan catatan bahwa ada unsur paksaan. Namun menyerupai yang kita tahu bahwa puasa ialah menahan lapar dan dahaga serta hawa nafsu dari terbit fajar hingga tenggelamnya matahari. Menurut kami atas dasar pengertian puasa tersebut, bagaimana pun keadaannya. jikalau kita makan maka puasa pada ketika itu juga sanggup dikatakan batal.
G. Haji
Imam hambali dalam pendapatnya terkena Haji yaitu “Wajib dilaksanakan dengan segera dan dihentikan ditunda-tunda jikalau sudah berkewajiban”. Dari pendapat Imam Hambali, kami sanggup mempersembahkan pendapat bahwa yang dimaksud berkewajiban ialah seseorang yang sudah memenuhi syarat untuk menunaikan ibadah haji. Baik secara material (harta) maupun spiritual (mental).
Seperti yang terkandung dalam rukun Islam yang kelima, Menunaikan ibadah haji bila mampu. Jika seseorang tersebut sudah bisa secara fisik maupun mental, mempunyai harta yang cukup, serta sudah mubaligh (dewasa). Maka diharuskan untuk melaksanakan ibadah haji tersebut dan dihentikan menundanya lagi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masyarakat Bangsa Arab pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama ihwal pemikiran Islam akan hukum. Hal ini sangat tidak sama sekali dengan keadaan masyarakat Bangsa Arab pada masa Rasulullah SAW, alasannya tongkat kekuasaan dan wewenang ada di tangan Rasulullah SAW sendiri. Di masa teman bersahabat mulai timbul beberapa perbedaan paham dalam tetapkan hukum.
Atas dasar perselisihan tersebut maka timbullah mazhab dengan imamnya masing-masing yang termasuk diantaranya ialah mazhab Imam Hambali. Dalam pemikiran Islam Imam Hambali terdapat ketimpangan dengan sumber aturan Islam yaitu Al-Qur’an. Namun ada pula yang sesuai dengan sumber aturan Islam tersebut.
B. Saran
Berdasarkan klarifikasi pada pembahasan tersebut, kami selaku penyusun sanggup mempersembahkan masukan bagi para pembaca sebagai diberikut.
§ Hendaknya jikalau kita memperoleh sebuah kasus ihwal Islam, baik dari segi hukum, aqidah, ibadah, dan lain sebagainya. Untuk memperoleh kepastian akan permasalahan tersebut, maka kita haruslah berdasar pada Al-Qur’an dan As-sunnah.
§ Apabila kita memperoleh sebuah informasi atau pendapat dari orang lain ihwal Islam, tidakboleh kita eksklusif menelan mentah-mentah. Artinya kita harus mencari tahu terlebih lampau akan kebenarannya dengan dasar yang berpengaruh yaitu Al-Qur’an dan As-sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, Karen. 2002. Islam Sejarah Singkat. Yogyakarta: Jendela.
Hassan, Ibrahim Hassan, 2009. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang.
Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi Ash, 2007. Pengantar Ilmu Fiqih. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra