Jurnal Pendidikan
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara locus of control,tipe perilaku, serta pemenuhan harapan pengpenghasilanan secara sendirisendiri dan secara bahu-membahu dengan kepuasan kerja karyawan pada forum pendidikan khususnya di tingkat pendidikan tinggi.
Penelitian yang dilaksanakan di Unika Atmajaya ini memakai metode survei dengan pendekatan korelasional. Responden penelitian dipilih dengan simple random sampling terhadap karyawan tetap belahan manajemen Unika Atmajaya.
Hasil penelitian ini mengatakan bahwa hipotesis penelitian diterima dalam arti bahwa terdapat hubungan positif antara ketiga variabel bebas dengan variabel terikat baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.
Penelitian juga membuktikan, kekuatan antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat pertama, kekuatan hubungan antara tipe sikap dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat kedua, dan kekuatan antara locus of control dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat ketiga. melaluiataubersamaini demikian dalam pengelolaan forum pendidikan faktor-faktor itu perlu diperhatikan.
Survey On Employees’ Job Satisfaction In Educational Institution
Abstract.
(The objective of the study is to investigate the relationship of locus of control, behavior type, and fulfillment of salary expectation singularly and collectively with employees” job satisfaction in educational institution, especially at unversity level. The research/survey conducted at Atma Jaya Catholic University, Jakarta, used survey method with correlational approach. The survey respondents consisting of fulltime administrative employees of Atama Jaya Catholic Unersity were randomly selected. The research results show that the hypothesis is accepted in the sense that there is a positive relationship between the three independent variables and the dependent varable singularly and collectively.
The research also reveals that the relationship between fulfillment of salary expectation and job satisfaction ranks first, the relationship between behavior type and job satisfaction ranks secon, and the rekationship between locus of control and job satisfaction ranks third. Consequently, in managing an educational institution these factors have to be taken into consideration).
A. Penlampauan
Kepuasan kerja ialah salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapat hasil kerja yang optimal. Ketika seorang mencicipi kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya seterbaik mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menuntaskan kiprah pekerjaannya. melaluiataubersamaini demikian produktivitas dan hasil kerja karyawan akan meningkat secara optimal. Dalam kenyataannya, di Indonesia dan juga mungkin di negara-negara lain, kepuasan kerja secara menyeluruh belum mencapai tingkat terbaik.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara locus of control,tipe perilaku, serta pemenuhan harapan pengpenghasilanan secara sendirisendiri dan secara bahu-membahu dengan kepuasan kerja karyawan pada forum pendidikan khususnya di tingkat pendidikan tinggi.
Penelitian yang dilaksanakan di Unika Atmajaya ini memakai metode survei dengan pendekatan korelasional. Responden penelitian dipilih dengan simple random sampling terhadap karyawan tetap belahan manajemen Unika Atmajaya.
Hasil penelitian ini mengatakan bahwa hipotesis penelitian diterima dalam arti bahwa terdapat hubungan positif antara ketiga variabel bebas dengan variabel terikat baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.
Penelitian juga membuktikan, kekuatan antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat pertama, kekuatan hubungan antara tipe sikap dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat kedua, dan kekuatan antara locus of control dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat ketiga. melaluiataubersamaini demikian dalam pengelolaan forum pendidikan faktor-faktor itu perlu diperhatikan.
Survey On Employees’ Job Satisfaction In Educational Institution
Abstract.
(The objective of the study is to investigate the relationship of locus of control, behavior type, and fulfillment of salary expectation singularly and collectively with employees” job satisfaction in educational institution, especially at unversity level. The research/survey conducted at Atma Jaya Catholic University, Jakarta, used survey method with correlational approach. The survey respondents consisting of fulltime administrative employees of Atama Jaya Catholic Unersity were randomly selected. The research results show that the hypothesis is accepted in the sense that there is a positive relationship between the three independent variables and the dependent varable singularly and collectively.
The research also reveals that the relationship between fulfillment of salary expectation and job satisfaction ranks first, the relationship between behavior type and job satisfaction ranks secon, and the rekationship between locus of control and job satisfaction ranks third. Consequently, in managing an educational institution these factors have to be taken into consideration).
A. Penlampauan
Kepuasan kerja ialah salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapat hasil kerja yang optimal. Ketika seorang mencicipi kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya seterbaik mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menuntaskan kiprah pekerjaannya. melaluiataubersamaini demikian produktivitas dan hasil kerja karyawan akan meningkat secara optimal. Dalam kenyataannya, di Indonesia dan juga mungkin di negara-negara lain, kepuasan kerja secara menyeluruh belum mencapai tingkat terbaik.
Faktor-faktor yang sanggup mempengaruhi kepuasan kerja karyawan intinya secara simpel sanggup dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik ialah faktor yang berasal dari dalam diri dan dibawa oleh setiap karyawan semenjak mulai bekerja di kawasan pekerjaannya, yang dalam penelitian ini ialah instiitusi pendidikan.
Faktor eksentrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan, antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan karyawan lain, sistem pengpenghasilanan dan sebagainya.
Peningkatan kepuasan kerja karyawan pada institusi pendidikan di Indonesia spesialuntuk mungkin terealisasi secara bermakna apabila faktor-faktor yang mempengaruhi sanggup diidentifikasi secara ilmiah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif (besarnya hubungan) dengan memdiberi pementingan intervensi pada faktor-faktor yang lebih besar bobot hubungannya.
Secara teoritis, faktor-faktor yang sanggup mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya, menyerupai gaya kepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, locus of control , pemenuhan harapan pengpenghasilanan dan efektivitas kerja.Berdasarkan uraian di atas, duduk masalah penelitian ini dirumuskan sebagai diberikut: (1) Apakah terdapat hubungan antara locus of control dengan kepuasan kerja karyawan ? (2) Apakah terdapat hubungan tipe sikap dengan kepuasan kerja karyawan ? (3) Apakah terdapat hubungan antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan dengan kepuasan kerja ? dan (4) Apakah terdapat antara locus of control dengan, tipe perilaku, dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan secara bahu-membahu dengan kepuasan kerja karyawan?
B. Kerangka teori
1. Hakikat kepuasan kerja karyawan
Kepuasan kerja intinya merujuk pada seberapa besar seorang pegawai menyukai pekerjaannya (Cherington, 1987 : 82). Kepuasan kerja ialah sikap umum pekerja tentang pekerjaan yang dilakukannya, lantaran pada umumnya apabila orang mengulas tentang sikap pegawai, yang dimaksud ialah kepuasan kerja (Robbins, 1994:417). Pekerjaan ialah belahan yang penting dalam kehidupan seseorang, sehingga kepuasan kerja juga mempengaruhi kehidupan seseorang. Oleh lantaran itu kepuasan kerja adalah
bagian kepuasan hidup (Wether dan Davis, 1982:42).
Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai adalah: (a) isi pekerjaan, penampilan kiprah pekerjaan yang konkret dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan ; (b) supervisi ; (c) organisasi dan manajemen; (d) peluang untuk maju; (e) penghasilan dan laba dalam bidang finansial lainnya menyerupai adanya insentif; (f) rekan kerja; dan (g) kondisi pekerjaan (Chruden & Sherman, 1972: 312-313). Selain itu, berdasarkan Job Descriptive Index (JDI) faktor penyebab kepuasan kerja ialah (1) bekerja pada kawasan yang tepat, (2) pembayaran yang sesuai, (3) organisasi dan manajemen, (4) supervisi pada pekerjaan yang tepat, dan (5) orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat (Dunn & Stephens, 1981: 322-323). Adapun salah satu
cara untuk memilih apakah pekerja puas dengan pekerjaannya ialah dengan membandingkan pekerjaan mereka dengan beberapa pekerjaan ideal tertentu (teori kesentidakboleh).
Kepuasan kerja sanggup dirumuskan sebagai respons umum pekerja berupa sikap yang ditampilkan oleh karyawan sebagai hasil persepsi terkena halhal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi/institusi/perusahaan mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan , hasrat dan pengalaman masa kemudian yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang dibutuhkan sanggup dipenuhi di tempatnya bekerja. Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dengan kenyataan yang dijumpai dan didapatkannya dari tempatnya bekerja. Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara
harapan pekerja dan kenyataan yang didapatkannya di kawasan bekerja. Persepsi pekerja terkena hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status dan kebanggaan. Dalam persepsi ini juga dilibatkan situasi kerja pekerja yang bersangkutan yang mencakup interaksi kerja, kondisi kerja, pengakuan, hubungan dengan atasan, dan peluang promosi. Selain itu di dalam persepsi ini juga tercakup kesesuaian antara kemampuan dan keinginan pekerja dengan kondisi organisasi kawasan mereka bekerja yang mencakup jenis pekerjaan, minat, bakat, penghasilan, dan insentif.
2. Hakikat locus of control
Mengacu pada teori yang ada (Hjele & Ziegler, 1981; Cydiberia, 1966-1999; Baron & Byrne, 1994), maka locus of control diartikan sebagai persepsi sesorang tentang sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan pekerjaannya. Locus of control dibedakan menjadi lokus kontrol internal ( internal locus of control) dan lokus kontrol eksternal ( external locus of control).
melaluiataubersamaini memakai konsep locus of control, sikap bekerja sanggup dijelaskan ketika seorang karyawan mencicipi hasil pekerjaan yang dilakukan sebagai hasil kontrol internal atau eksternal. Kontrol internal akan tampak melalui kemampuan kerja dan tindakan kerja yang bekerjasama dengan keberhasilan dan kegagalan karyawan pada ketika melaksanakan pekerjaannya.
Sedangkan karyawan dengan kontrol eksternal mencicipi bahwa terdapat kontrol di luar dirinya yang mendukung hasil pekerjaan yang dilakukan. Locus of control ialah persepsi seseorang terhadap keberhasilan ataupun kegagalannya dalam dalam melaksanakan banyak sekali kegiatan dalam hidupnya yang dihubungkan dengan faktor eksternal individu yang di dalamnya mencakup beberapa aspek nasib, keberuntungan, kekuasaan atasan dan lingkungan kerja serta dihubungkan pula dengan faktor internal individu yang di dalamnya mencakup beberapa aspek kemampuan kerja dan tindakan kerja yang bekerjasama dengan keberhasilan dan kegagalan kerja individu yang bersangkutan.
3. Hakikat tipe perilaku
Berdasarkan kajian teori yang dilakukan (Buck, 1988; Baron &Bryne, 1994; Monforton, Helmes & Deathe, 1993: Hopkin & QA, 1999), tipe sikap seseorang sanggup dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tipe sikap A dan tipe sikap B. Tetapi ada juga yang menyatakan hasil pengukurannya dalam skala kontinu yang memakai tipe sikap A tepat dan tipe sikap B tepat sebagai kutub-kutub ekstrimnya.
Dari teori yang ada sanggup dikatakan bahwa tipe sikap ialah deskripsi tentang penampilan individu dalam melaksanakan banyak sekali kegiatan kehidupannya sehari-hari termasuk dalam melaksanakan kiprah pekerjaannya. Tipe sikap yang dianggap mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja karyawan ialah tipe sikap A dan tipe sikap B.
Tipe sikap ialah deskripsi tentang penampilan individu dalam melaksanakan banyak sekali kegiatan kehidupannya yang dibedakan atas tipe sikap A yang ditandai dengan adanya ketergesaan, persaingan, dan peningkatan stress, serta tipe sikap B yang ditandai dengan adanya ketenangan, menjalani hidup dengan santai dan tidak mudah stress.
4. Hakikat pemenuhan harapan pengpenghasilanan
Dari pembahasan teori yang berkaitan dengan pemenuhan harapan pengpenghasilanan (Bernardin & Russel, 1986; McGeoh & Irion, 1958; Kemmerer & Thiogarajan, 1992; Lovejoy, 1988) sanggup disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ialah kesesuaian imbalan yang dibutuhkan oleh karyawan yang bersangkutan yang dinilai secara seimbang, baik berdasarkan kebutuhan maupun maupun kualifikasi kemampuan untuk
masing-masing individu karyawan.
Seseorang bekerja mempunyai tujuan, antara lain untuk memperoleh penghasilan biar kebutuhan dan keinginannya sanggup direalisasikan. Seorang karyawan akan mendapat kepuasan kerja bila ia mempersepsikan bahwa imbalan yang diterimanya baik berupa penghasilan, insentif, tuntidakboleh, dan penghargaan lainnya yang tidak berbentuk bahan atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukannya nilainya lebih tinggi daripada pengorbanannya berupa tenaga dan ongkos yang sudah dikeluarkannya untuk melaksanakan pekerjaan itu.
Kelebihan yang didapat masih cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya serta kebutuhan lainnya. Kepuasan kerja akan diperoleh apabila ada kesesuaian antara harapan pengpenghasilanan karyawan dengan besarnya imbalan yang iterimanya baik dalam bentuk bahan ataupun non materi.
Berdasarkan analisis teoritis tersebut maka pemenuhan harapan pengpenghasilanan ialah kesesuaian imbalan yang dibutuhkan oleh karyawan bersangkutan yang dinilai secara seimbang berdasarkan kebutuhan dan kualifikasi kemampuan untuk masing-masing individu karyawan yang dipengaruhi oleh faktor dalam diri individu dan di luar individu. Faktor dalam individu ini meliputi: mencukupi kebutuhan hidup minimal, kesesuaian penghasilan dengan pendidikan, kesesuaian penghasilan dengan pengalaman kerja, dan kesesuaian penghasilan dengan penampilan kerja.
Sementara faktor di luar individu meliputi: peluang promosi, kebijakan atasan, dan situasi kerja.
C. Kerangka Berpikir
1. Hubungan antara locus of control dengan kepuasan kerja
Manusia dalam melaksanakan banyak sekali kegiatan dalam hidupnya selalu berupaya memdiberi respons terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang ada dalam diri dan di lingkungan sekitar manusia. Aktivitas individu sebagai respons terhadap faktor-faktor internal dan eksternal tersebut di kontrol oleh faktor locus of control.
Locus of Control baik internal maupun eksternal bukanlah ialah suatu konsep tipologi, melainkan ialah efek atau santunan banyak sekali faktor lingkungan. Artinya locus of control bukan berasal semenjak lahir melainkan timbul dalam proses pembentukannya yang bekerjasama dengan faktor-faktor lingkungan, sehingga tidak ada orang yang spesialuntuk mempunyai kontrol internal saja ataupun kontrol eksternal saja.
Seorang karyawan akan mempunyai kepuasan kerja, apabila mereka sanggup menampilkan sikap yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukannya sebagai hasil efek dalam dirinya (internal) maupun lingkungan di luar dirinya (eksternal). Melalui locus of control yang dimiliki, sikap pekerja sanggup dijelaskan ketika seorang karyawan mencicipi hasil pekerjaan yang mereka lakukan ialah hasil kontrol internal atau eksternal.
Seorang karyawan mencicipi kontrol internal sebagai kepribadian lantaran mencicipi hasil pekerjaan yang dilakukannya berada di bawah efek kontrol diri pribadinya sendiri. Kontrol internal ini akan tampak melalui kemampuan kerja dan tindakan kerja yang bekerjasama dengan keberhasilan dan kegagalan karyawan pada ketika melaksanakan pekerjaannya. melaluiataubersamaini demikian seseorang karyawan akan merasa puas dalam bekerja lantaran kontrol internalnya mempersembahkan keberhasilan dalam bekerja. Sedangkan ada pula karyawan yang merasa bahwa terdapat kontrol eksternal di luar dirinya yang mendukung hasil pekerjaan yang dilakukannya. Kontrol eksternal ini terlihat melalui nasib dan keberuntungan karyawan yang bersangkutan serta kekuasaan atasan dan lingkungan kerja kawasan karyawan tersebut bekerja. Satu hal yang penting di sini ialah bahwa perasaan karyawan tentang locus of control, baik internal maupun eksternal mempunyai efek yang tidak sama pada penampilan kerja dan kepuasan kerja karyawan.
Dari uraian di atas, diduga terdapat hubungan positif antara locus of control dengan kepuasan kerja seorang karyawan. Makin berpengaruh efek faktor internal locus of control seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya maka makin puas kerja karyawan.
2. Hubungan antara tipe sikap dengan kepuasan kerja
Setiap insan selalu mengatakan tipe sikap yang tidak sama antara insan yang satu dengan insan lainnya. Oleh lantaran itu insan dikatakan sebagai makhluk yang mempunyai keunikan tersendiri. Tipe sikap ialah deskripsi tentang penampilan individu dalam melaksanakan banyak sekali kegiatan kehidupannya sehari-hari, termasuk penampilan seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
Tipe sikap ini dibedakan atas 2 tipe, yaitu tipe sikap A dan tipe sikap B. Tipe sikap A digambarkan sebagai seorang karyawan yang secara kontinu berjuang untuk mendapat terlalu banyak dalam melaksanakan pekerjaan mereka, dalam waktu yang terlalu sedikit ataupun dengan melewati terlalu banyak kendala pada ketika mereka melaksanakan pekerjaannya.
Karyawan yang mempunyai tipe sikap A rentan terhadap gangguan koroner. Akibat imbas genetik ataupun efek-efek pengalaman terlampau seorang karyawan, karyawan dengan tipe sikap A akan mengatakan respons susunan saraf otonom yang berlebihan secara tidak normal dalam keadaan terancam. Adanya ketergesaan persaingan serta peningkatan stres yang menyertainya akan meningkatkan kegiatan saraf simpatis dan mempersembahkan donasi bagi kemungkinan timbulnya penyakit jantung koroner. melaluiataubersamaini demikian seorang karyawan yang mempunyai tipe sikap A lebih banyak mengalami kesusahan dalam bekerja. Keadaan ini mengakibatkan timbulnya rasa ketidak puasan di dalam bekerja.
Sedangkan karyawan yang mempunyai tipe sikap B ialah mereka yang tidak mempunyai karakteristik menyerupai yang terlihat pada tipe sikap A. Orang yang mempunyai tipe sikap B tidak mudah terkena stres, lebih mudah dalam menjalani kehidupannya, mempunyai ketenangan dan tidak tergesa-gesa dalam melaksanakan suatu pekerjaan. melaluiataubersamaini demikian seorang karyawan yang tidak mempunyai tipe sikap B tidak rentan terhadap gangguan koroner, sehingga pekerjaan yang dilakukan lebih mempersembahkan kepuasan dalam bekerja. Salah satu faktor yang mendorong timbulnya kepuasan kerja seorang karyawan ialah kepribadian yang ditampilkan atau tampak melalui tipe sikap yang ditampilkan oleh seorang karyawan pada ketika melaksanakan pekerjaannya.
Kepuasan kerja berkaitan dengan sanggup tidaknya karyawan mengatakan aktualisasi diri pada ketika melaksanakan pekerjaan dan kemampuannya dalam menghadapi tekanan dan tantangan dalam pekerjaan yang dilakukannya. Terkadang individu mengalami tekanan dan tantangan dalam pekerjaan yang dilakukannya untuk mencapai kepuasan kerja. Keadaan putus asa diakibatkan oleh terhalangnya kepuasan terhadap suatu kebutuhan yang dirasakan oleh
seseorang tidak terpenuhi seluruhnya. Hal ini tidak spesialuntuk disebabkan oleh situasi adil individu, tetapi juga disebabkan oleh adanya respons-respons nasional yang tampak dari tipe sikap yang ditampilkan seseorang.
Dari uraian di atas, maka sanggup diduga terdapat hubungan positif antara tipe sikap dengan kepuasan kerja karyawan. Makin berpengaruh tipe sikap B yang ditampilkan seorang karyawan dalam menghadapi banyak sekali tekanan, bahaya dan kendala dalam melaksanakan kiprah pekerjaannya maka makin puas karyawan dalam bekerja.
3. Hubungan antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan dengan kepuasan kerja
Seorang karyawan yang masuk dan bekerja pada suatu institusi ataupun perusahaan mempunyai banyak sekali harapan, kebutuhan, hasrat dan impian yang dibutuhkan sanggup dipenuhi oleh institusi ataupun perusahaan tempatnya bekerja. Jika di dalam menjalani pekerjaan tersebut ada kesesuaian antara harapan dan kenyataan, maka akan timbul kepuasan dalam diri karyawan tersebut.
Manusia bekerja mempunyai tujuan, antara lain untuk mendapat penghasilan biar kebutuhan dan keinginannya sanggup terpenuhi dengan baik. Kepuasan kerja ialah respons umum karyawan berupa sikap yang ditampilkan oleh karyawan sebagai hasil persepsi terkena hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. melaluiataubersamaini kata lain kepuasan kerja ialah seperangkat perasaan karyawan tentang hal sangat senang atau tidak sangat senang pekerjaan yang dilakukan, baik didasarkan atas imbalan material maupun psikologis.
Seorang karyawan akan mendapat kepuasan kerja bila ia mempersepsikan bahwa imbalan yang diterima baik berupa penghasilan, insentif, tuntidakboleh dan penghargaan lainnya yang tidak berbentuk bahan atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan nilainya lebih tinggi daripada pengorbanannya berupa tenaga dan ongkos yang sudah dikeluarkan untuk melaksanakan pekerjaan itu. Kelebihan yang didapat masih cukup untuk digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup diri keluarga (bagi yang sudah berkeluarga) serta kebutuhan lain. Kepuasan kerja akan didapat bila ada kesesuaian antara harapan pengpenghasilanan karyawan dengan besarnya imbalan yang diterima, baik yang berupa bahan maupun non materi.
Dari uraian di atas, sanggup diduga terdapat hubungan positif antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan karyawan dengan kepuasan kerja karyawan tersebut. Artinya, makin sesuai pelaksanaan pengpenghasilanan dengan harapan karyawan yang didasarkan atas kebutuhan minimalnya, makin besar kepuasan kerjanya.
4. Hubungan antara locus of control, tipe perilaku, dan pemenuhan harapan
pengpenghasilanan secara bahu-membahu dengan kepuasan kerja.
Berdasarkan studi pustaka dan secara daypikir logis sudah diungkapkan bahwa locus of control, tipe sikap dan pemenuhan hubungan pengpenghasilanan secara sendiri-sendiri mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja.
Seandainya hubungan antar ketiga veriabel tersebut linear, maka berdasarkan daypikir yang logis pula ketiga variabel bebas tersebut secara bersamasama mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja karyawan.
D. Pengajuan Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut. Maka sanggup dirumuskan hipotesis
penelitian terhadap kepuasan kerja karyawan sebagai diberikut:
1. Terdapat hubungan positif antara locus of control karyawan ( X1) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). melaluiataubersamaini perkataan lain, makin internal locus of control maka makin puas karyawan dalam bekerja.
2. Terdapat hubungan positif antara tipe sikap karyawan ( X2) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). melaluiataubersamaini perkataan lain makin berpengaruh tipe sikap B yang dimiliki karyawan makin puas karyawan dalam bekerja.
3. Terdapat hubungan positif antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3)dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). melaluiataubersamaini perkataan lain makin sesuai pengpenghasilanan dengan harapan karyawan makin puas karyawan dalam bekerja.
4. Terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1), tipe sikap ( X2), dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) karyawan secara bersamasama terhadap kepuasan kerja karyawan ( Y). melaluiataubersamaini perkataan lain, makin internal l ocus of control, makin berpengaruh tipe sikap B dan makin sesuai pengpenghasilanan dengan harapan karyawan secara bersama-sama, makin puas karyawan dalam bekerja.
E. Metodologi Penelitian
Tujuan penelitian ialah untuk mengkaji hubungan antara locus of control, tipe perilaku, serta pemenuhan harapan pengpenghasilanan dengan kepuasan kerja karyawan baik secara sendiri maupun bersama pada institusi pendidikan, terutama di tingkat sekolah tinggi tinggi.
Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Atmajaya Jakarta . Responden penelitian ialah 84 orang karyawan tetap belahan manajemen yang sudah bekerja sekurangnya satu tahun di Universitas Atmajaya Jakarta yang diperoleh dengan simple random sampling.
Penelitian ini memakai metode survei dengan pendekatan korelasional,
seperti terlihat pada gambar diberikut :
Data penelitian dikumpulkan dengan memakai instrumen yang mengukur kepuasan kerja, locus of control, tipe sikap dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan. Kalibrasi instrumen dilakukan untuk menguji validitas butir dan koefisien reliabilitas. Validitas butir dihitung dengan memakai koefisien hubungan butir dan reliabilitas dihitung dengan memakai koefisien Alpha Cronbach. Selanjutnya persyaratan analisis data diuji dengan normalitas populasi (Uji Lilliefors) dan diuji dengan homogenitas varians populasi (Uji Bartlett). Berikutnya dilakukan metode hubungan sederhana, parsial dan ganda, serta metode regresi sederhana dan ganda.
F. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
1. Hubungan antara Locus of Control (X1 ) dengan Kepuasan Kerja Karyawan ( Y).
Hipotesis pertama menyatakan terdapat hubungan positif antara locus of control karyawan ( X1) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) ditunjukkan dengan persamaan regresi . Y = 38,725 + 2,368X1. Pengujian signifikansi dan linearitas persamaan regresi sebagai diberikut:
Berdasarkan uji signifikansi dan uji linearitas regresi tersebut di atas, diperoleh kesimpulan bahwa persamaan regresi Y= 38,725 + 2,368 X1 sangat signifikan dan linear. Persamaan regresi tersebut mengatakan bahwa setiap skor locus of control ( X1) akan mengakibatkan kenaikan 2,368 skor estimasi kepuasan kerja pada konstanta 38,725.
Grafik hubungan antara locus of control (X1) dengan kepuasan kerja ( Y) melalui garis regresi Y = 38,725 + 2,368 X1.
Kekuatan hubungan antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) ditetapkan oleh koefisien hubungan ry1 = 0,639. Uji siginifikansi koefisien hubungan tercantum dalam tabel diberikut:
Berdasarkan uji signifikansi koefisien hubungan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa koefisien hubungan antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) sebesar 0,639 ialah sangat signifikan. Maka terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y), yaitu semakin tinggi skor kontrol internal ( X1) dengan kepuasan locus of control (semakin ke arah internal), semakin tinggi pula kepuasan kerja.
Koefisien determinasinya ialah r2 = 0,6392 = 0,408 atau 40,8%. Koefisien determinasi antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) sebesar 40,8% berarti bahwa 40,8% variasi kepuasan kerja ( Y) ditentukan oleh locus of control ( X1).
melaluiataubersamaini mengontrol efek tipe sikap ( X2), koefisien hubungan parsial antara locus of control ( X1) dan kepuasan kerja ( Y) menjadi ry1.2 0,6073. melaluiataubersamaini mengontrol efek pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3), koefisien hubungan parsial antara locus of control ( X1) dan kepuasan kerja ( Y) menjadi ry1.3=0,4052. melaluiataubersamaini mengontrol efek tipe sikap ( X2) dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) sekaligus, koefisien hubungan parsial antara locus of control
( X1) dan kepuasan kerja ( Y) menjadi ry2.3 = 0,3892. Pengujian signifikansi koefisien hubungan parsial dengan mengontrol efek tipe sikap ( X2) dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3), baik sendiri-sendiri maupun sekaligus sanggup dilihat pada tabel diberikut:
Berdasarkan uji signifikansi tersebut disimpulkan bahwa (1) dengan mengontrol efek locus of control ( X1) tetap terdapat hubungan positif antara pemenuhan antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) dengan kepuasan kerja ( Y), (2) dengan mengontrol tipe sikap ( X2) tetap terdapat hubungan positif antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) dengan kepuasan kerja ( Y), dan (3) dengan mengontrol efek locus of control ( X1) dan tipe sikap ( X2) sekaligus tetap terdapat hubungan positif antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) dengan kepuasan kerja ( Y).
4. Hubungan antara locus of control ( X1), tipe sikap ( X2) dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) secara bahu-membahu dengan kepuasan kerja karyawan ( Y).
Hipotesis keempat menyatakan terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1), tipe sikap ( X2) dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3), secara bahu-membahu dengan kepuasan kerja ( Y) ditunjukkan oleh persamaan regresi ganda Y = -21,340 + 1,909 X
Berdasarkan uji signifikansi tersebut disimpulkan bahwa persamaan regresi Y = - 21,340 + 1.052 X1 +1,909 X2 = 1,430 X3 sangat signifikan. Ini berarti terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1), tipe sikap ( X2) dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) secara bahu-membahu dengan kepuasan kerja ( Y). Kekuatan hubungan antara locus of control ( X1), tipe sikap ( X2) dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) secara bahu-membahu dengan kepuasan kerja ( Y) ditunjukkan oleh hubungan sebesar Ry123 = 0,834.
Berdasarkan uji signifikansi koefisien hubungan tersebut disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1), tipe sikap ( X2) dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) secara bahu-membahu dengan kepuasan kerja ( Y) dengan koefisien hubungan ganda Ry.123 = 0,834 dan koefisien determinasi R2 y.123 = 0,8342 = 0,696. Ini berarti bahwa 69,6% varians kepuasan kerja (Y) sanggup ditentukan atau dijelaskan oleh locus of control ( X1), tipe sikap ( X2) dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) secara bersama-sama.
sepertiyang diketahui bahwa koefisien hubungan locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) sebesar ry1 = 0,639, koefisien hubungan antara tipe sikap ( X2) dengan kepuasan kerja ( Y) sebesar ry2= 0,511, dan koefisien hubungan antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) dengan kepuasan kerja (Y) sebesar ry3 = 0,735.
Besarnya koefisien hubungan dengan faktor-faktor lain dikontrol sanggup dilihat dalam tabel diberikut:
Dari tabel tersebut di atas disimpulkan bahwa peringkat kekuatan hubungan antara masing-masing variable bebas dengan variable terikat ialah peringkat pertama variable pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) dengan ry3.12 = 0,5899, peringkat kedua ialah variable tipe sikap ( X2) dengan ry2.13 = 0,4564, dan peringkat ketiga ialah locus of control ( X1) dengan ry123 = 0,3892.
G. Kesimpulan:
Berdasarkan temuan penelitian yang sudah diuraikan terlampau, maka sanggup ditarik beberapa kesimpulan sebagai diberikut:
Pertama, terdapat hubungan positif yang signifikan antara locus kontrol internal ( X1) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Artinya makin internal locus of control karyawan maka akan makin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan.
Kedua, terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara tipe sikap B ( X2) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Artinya makin berpengaruh tipe sikap B karyawan maka akan makin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan.
Ketiga, terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) dengan Kepuasan kerja karyawan ( Y). Artinya makin sesuai pemenuhan harapan pengpenghasilanan maka akan makin tinggi kepuasan kerja karyawan.
Keempat, terdapat hubungan antara l okus of control internal ( X1) tipe sikap B ( X2), dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) secara bahu-membahu dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Artinya makin internal locus of control, makin berpengaruh tipe sikap B dan makin sesuai pemenuhan harapan pengpenghasilanan secara bahu-membahu akan sanggup meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
Kelima, penelitian juga menunjukan bahwa berdasarkan besarnya koefisien hubungan partial, ternyata kekuatan hubungan antara pemenuhan harapan dan pangpenghasilanan dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat pertama, kekuatan hubungan antara tipe sikap dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat kedua, dan kekuatan hubungan antara locus of control dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat ketiga.
H. Implikasi
Dari kesimpulan penelitian yang sudah dibahas, maka selanjutnya dikemukakan implikasi penelitian sebagai diberikut:
1. Upaya memanfaatkan locus of control untuk meningkatkan kepuasan kerja Pertama, pemdiberian respons positif terhadap tiap perjuangan inisiatif karyawan betapapun kecilnya perjuangan inisiatif tersebut. Karyawan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari dibutuhkan tidak spesialuntuk terpaku pada acara atau panduan kerja yang sudah menjadi tugasnya sehari-hari.
Karyawan harus mempunyai inisiatif dari dalam dirinya sendiri untuk melaksanakan pekerjaannya tanpa harus ada yang memdiberi perintah. Tiap perjuangan inisiatif karyawan hendaknya diasumsikan berlandaskan itikat baik, selama belum terbukti sebaliknya pimpinan juga harus mencurigai setiap
usaha inisiatif yang dilakukan karyawannya biar tidak terjebak dengan jerat yang sudah dipasang oleh karyawan yang spesialuntuk mengatakan inisiatif untuk mendapat kebanggaan dan jabatan yang lebih tinggi dari pimpinan. Di sini seorang pemimpin dituntut tingkat kejeliannya dalam menilai perjuangan inisiatif yang dilakukan karyawannya.
Kedua, penampilan kerja dengan perjuangan inisiatif, selama dalam batas wewenang yang didiberikan lebih dihargai daripada penampilan kerja tanpa inisiatif. Penampilan kerja (kinerja) yang ditampilkan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya sanggup dilihat dan ditingkatkan melalui ada tidaknya keinginan karyawan untuk melaksanakan suatu inisiatif dalam melakukan
pekerjaannya.
Kinerja yang ditampilkan karyawan sanggup ditingkatkan melalui perjuangan inisiatif kerja karyawan yang bersangkutan. Kinerja yang ditunjukkan dengan adanya inisiatif kerja lebih baik dan seharusnya lebih dihargai oleh pimpinan, dibandingkan dengan kinerja yang ditampilkan tanpa melaksanakan inisiatif kerja. Karyawan yang sering melaksanakan inisiatif kerja, kinerjanya akan terlihat baik. Sebaliknya karyawan yang jarang atau bahkan sama sekali tidak pernah mengatakan inisiatif dalam bekerja, maka kinerjanya akan terlihat kurang baik, meskipun karyawan yang bersangkutan sudah berupaya mengatakan kinerjanya seterbaik mungkin.
Di sini seorang pimpinan harus bisa mengatakan kepada karyawannya bahwa pimpinan lebih menghargai kinerja karyawan yang ditampilkan dengan adanya perjuangan inisiatif kerja daripada kinerja karyawan yang ditampilkan tanpa perjuangan inisiatif kerja karyawan yang bersangkutan. Hal semacam ini perlu dijelaskan oleh pimpinan biar karyawan tidak statis dalam bekerja. Pimpinan harus bisa membangkitkan kreativitas kerja karyawan yang ditampilkan
dalam inisiatif kerjanya. Oleh lantaran itu pimpinan perlu mendorong karyawannya untuk mengatakan usaha-usaha inisiatif kerja biar sanggup mendorong kinerja karyawan yang pada kesannya akan memperlancar dan meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
Ketiga, atasan tidak perlu secara berlebihan menyatakan bertanggung tanggapan atas segala bentuk keberhasilan kerja ataupun kehadiran banyak sekali situasi dan kondisi yang tidak menguntungkan karyawan, dan hendaknya ikut bertanggung tanggapan atas segala kegagalan kerja ataupun kehadiran banyak sekali situasi dan kondisi yang tidak menguntungkan karyawan.
Keempat, karyawan dibiasakan untuk ikut bertanggung tanggapan atas segala bentuk hasil kerja,baik yang berupa keberhasilan maupun kegagalan. Pimpinan harus membiasakan karyawan untuk ikut bertanggung tanggapan atas segala bentuk hasil kerja yang dicapainya. Karyawan harus dibiasakan ikut bertanggung tanggapan pada ketika mereka berhasil dalam melaksanakan kiprah pekerjaannya.
Bentuk tanggung tanggapan ini sanggup ditunjukkan dengan mengikutsertakan karyawan pada ketika pemdiberian penghargaan atas hasil kerja yang sudah dilakukan. Bentuk tanggung tanggapan lainnya ialah dengan mempersembahkan penghargaan pada karyawan yang bersangkutan dan mengingatkannya bahwa keberhasilan ini sebaiknya tidak spesialuntuk untuk hari ini saja, tetapi harus dipupuk dan dikembangkan.
melaluiataubersamaini demikian dibutuhkan karyawan mau dan mempunyai inisiatif untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi sehingga hasil kerja yang diputuskan sanggup dicapai secara optimal.
2. Upaya memanfaatkan tipe sikap untuk meningkatkan kepuasan kerja.
Upaya yang sanggup dilakukan untuk meningkatkan kepuasan kerja sehubungan dengan temuan bahwa tipe sikap B mempunyai hubungan positif dengan kepuasan kerja antara lain, yaitu:
Pertama, menilai tipe sikap calon karyawan pada seleksi penerimaannya dan mengutamakan perekrutan karyawan dengan tipe sikap B. Seorang karyawan dalam menampilkan kinerjanya pada ketika melaksanakan kiprah pekerjaan sehari-hari dipengaruhi oleh tipe sikap yang dimilikinya. Karena insan ialah makhluk yang unik, maka tipe sikap yang ditampilkan karyawan tidak sama-beda antara satu dengan yang lainnya. Untuk mengetahui tipe sikap yang dimiliki karyawan pada ketika proses perekrutan karyawan sanggup dilakukan dengan mempersembahkan sejumlah tes psikologis (yang dibentuk oleh para hebat psikologi yang terlibat dalam proses perekrutan karyawan baru) yang mengarah pada dimiliki/tidaknya tipe sikap B oleh calon karyawan yang bersangkutan.
melaluiataubersamaini demikian, apabila dalam proses perekrutan pertama saja sudah terjaring karyawan-karyawan dengan tipe sikap B, maka dibutuhkan karyawankaryawan yang bekerja di universitas akan mempunyai tingkat kepuasan kerja yang lebih besar.
Kedua, penataan ulang penempatan karyawan dengan mengutamakan penempatan karyawan tipe B pada posisi dengan situasi kerja yang lebih berpotensi menimbulkan stress, dan sebaliknya. Pihak universitas sebaiknya melaksanakan penataan ulang penempatan karyawan sesuai dengan tipe sikap yang dimilikinya. Penataan ulang penempatan karryawan ini sanggup dilakukan dengan melaksanakan rotasi karyawan dari satu belahan ke belahan lain dalam jangka waktu tertentu. Penataan ulang penempatan karyawan ini juga sanggup dilakukan dengan melaksanakan rotasi kiprah atau sanggup juga dengan pergantian posisi.
Hal ini dimaksudkan untuk mempersembahkan penyegaran bagi karyawan biar karyawan tidak merasa bosan dan jenuh, lantaran spesialuntuk melaksanakan kiprah yang sama dan monoton dari pertama ia bekerja hingga sekarang. melaluiataubersamaini demikian dibutuhkan terjadi keseimbangan dalam menempatkan karyawan dengan tipe sikap masing-masing sesuai dengan posisi dan porsinya masing-masing, sehingga kepuasan kerja karyawan sanggup meningkat.
Ketiga, menjajaki kemungkinan untuk melaksanakan upaya modifikasi tipe perilaku, terutama di lingkungan karyawan dengan tipe sikap A yang belum berkembang sempurna. Pihak universitas harus sanggup menjajaki kemungkinan untuk melaksanakan upaya modifikasi tipe sikap karyawan, terutama di lingkungan karyawan dengan tipe sikap A yang belum berkembang sempurna. Upaya yang sanggup diambil di antaranya dengan memberlakukan peraturan yang sanggup mendorong karyawan untuk menunjukkan atau menampilkan tipe sikap yang sesuai dengan posisi kerjanya. Selain itu juga sanggup pula dilakukan kegiatan berupa petes-petes atau simulasi-simulasi untuk membentuk atau menyempurnakan tipe sikap yang dimiliki karyawan sehingga berkembang ke arah yang diinginkan.
3. Upaya memanfaatkan pemenuhan harapan pengpenghasilanan untuk meningkatkan kepuasan kerja.
Upaya yang sanggup dilakukan untuk memanfaatkan pemenuhan harapan pengpenghasilanan dalam rangka peningkatan kepuasan kerja karyawan adalah:
Pertama, mempelajari lebih lanjut pemenuhan kebutuhan minimal secara individual, menilai derajat relevansinya, serta tingkat pemenuhannya oleh pihak Universitas. Pihak universitas harus mempelajari lebih lanjut berapa besar biaya yang dibutuhkan oleh karyawan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimalnya. Seorang karyawan akan mempunyai kepuasan dalam bekerja apabila harapannya terpenuhi. Salah satu harapan yang diinginkan oleh karyawan ialah mendapat penghasilan yang setidaknya sanggup mencukupi kebutuhan hidup minimalnya. melaluiataubersamaini memperoleh penghasilan yang mencukupi kebutuhan hidup minimalnya atau bahkan berlebihan, karyawan tersebut akan mempunyai semangat kerja yang tinggi yang akan tampak melalui kinerjanya, dan melalui kreativitas serta produktivitas kerjanya.
Kedua, mempelajari kemungkinan penataan anggaran di tahun-tahun selanjutnya dengan memdiberi perhatian yang lebih besar terhadap pemeliharaan sumber daya manusia, baik dari segi dana pemeliharaannya maupun system pengpenghasilanannya, dengan tetap memperhitungkan kemampuan finansial universitas. Pihak universitas sebaiknya mempelajari kemungkinan dilakukannya penataan anggaran keuangan universitas di tahun-tahun selanjutnya dengan memdiberi perhatian lebih besar terhadap pemeliharaan sumber daya manusia.
Hal ini sanggup dilakukan dengan mempersembahkan sejumlah anggaran yang dialokasikan untuk melaksanakan kegiatan penelitian tentang peningkatan sumber daya insan (dalam hal ini karyawan yang bekerja di universitas) biar kinerjanya meningkat, mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan pemdiberian petes –petes bagi karyawan baik untuk memodifikasi tipe sikap maupun untuk meningkatkan kinerja karyawan. Ketiruananya itu dimaksudkan untuk melaksanakan training dan pemeliharaan sumber daya insan yang terlibat di dalam kegiatan universitas biar kinerjanya meningkat sehingga produktivitas kerjanya meningkat pula. Selain itu pihak universitas juga sebaiknya mengalokasikan dana untuk memperbaiki system pengpenghasilanan di universitas, sehingga karyawan sanggup meningkatkan kepuasan kerjanya dan sanggup menghasilkan atau mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Tentu saja ketiruananya itu harus diadaptasi dengan kondisi finansial yang dimiliki oleh universitas.
Ketiga, meningkatkan penghargaan terhadap prestasi kerja dalam banyak sekali bentuk imbalan non finansial, yang secara relatif tidak akan menambah beban universitas secara finansial. Pihak universitas sebaiknya melaksanakan upayaupaya untuk mempersembahkan penghargaan terhadap prestasi kerja yang dicapai oleh karyawan dalam banyak sekali bentuk imbalan non-finansial. Hal ini sanggup dilakukan dengan mempersembahkan penghargaan karyawan teladan secara terencana bagi setiap karyawan yang berprestasi. Penghargaan yang didiberikan tidak mutlak harus berupa penghargaan dalam bentuk finansial, melainkan contohnya saja dengan memasang foto dan menyebarluaskannya di sekitar lingkungan universitas gambar karyawan teladan tersebut. Atau dalam suatu kegiatan seremonial yang dilakukan secara berkala, karyawan-karyawan yang berprestasi sanggup ditampilkan dan didiberi piagam penghargaan. Hal itu akan memicu karyawan untuk meningkatkan prestasi kerjanya.
Upaya ini selain berpotensi meningkatkan kepuasan kerja secara langsung, juga dibutuhkan sanggup mengurangi intensitas hubungan antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan secara finansial dengan kepuasan kerja, sehingga kepuasan kerja yang diinduksi oleh imbalan tidak semata-mata tergantung pada imbalan finansial.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan dan implikasi penelitian, ada beberapa masukan yang sanggup dikemukakan menyangkut kepuasan kerja, locus of control, tipe sikap dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan karyawan belahan manajemen Universitas Atmajaya.
Pertama, pimpinan harus menghargai setiap penampilan kerja dengan perjuangan inisiatif yang ditampilkan karyawan dengan lebih memperhatikan hasil kerja dan mempersembahkan nilai tambah untuk penilaian karyawan yang akan dipertimbangkan dalam promosi jabatan.
Kedua, melibatkan karyawan secara pribadi dalam setiap kegiatan manajemen dengan mempersembahkan pekerjaan sesuai dengan porsinya sehingga timbul rasa keterikatan yang sanggup menumbuhkan rasa tanggung tanggapan terhadap keberhasilan maupun kegagalan kerja.
Ketiga, mengutamakan calon karyawan dengan tipe sikap B pada proses perekrutan karyawan gres dengan mempersembahkan serangkaian tes yang bersifat psikologis.
Keempat, menempatkan karyawan sesuai potensi yang dimilikinya serta memilih batas-batas pekerjaan yang terperinci sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara sesama karyawan.
Kelima, mengadakan rotasi posisi atau jabatan karyawan secara terencana untuk menghindari kejemuan karyawan dalam bekerja.
Keenam, menyusun perencanaan karir bagi karyawan sehingga tiruana karyawan sanggup mengetahui peluang untuk promosi jabatan dan pangkat. melaluiataubersamaini demikian karyawan terpacu untuk mengoptimalkan tiruana kemampuan yang dimiliki dalam menuntaskan kiprah pekerjaan.
Ketujuh, membentuk tim untuk melaksanakan pemantauan, mengevaluasi perkembangan karyawan dan mempersembahkan menolongan bagi karyawan yang mengalami kesusahan pada ketika melaksanakan tugas.
Kedelapan, memdiberi masukan pada tim penyusun anggaran universitas biar mempersembahkan porsi anggaran yang lebih besar daripada yang berlaku selama ini untuk bidang pemeliharaan dan pengembangan sumber daya manusia.
Kesembilan, melibatkan secara adil dan merata karyawan manajemen dalam tiruana jadwal kegiatan penelitian, dedikasi masyarakat dan pendidikan yang dilakukan oleh universitas yang fungsinya memmenolong kelancaran di bidang manajemen sehingga mempersembahkan peluang bagi karyawan untuk memperoleh komplemen pendapatan di luar penghasilan tetap.
Kesepuluh, mempersembahkan penghargaan secara khusus bagi karyawan, contohnya pemdiberian gelar karyawan teladan, dalam jadwal seremonial yang diadakan universitas setiap tahun sehingga sanggup memacu prestasi kerja karyawan.
Di samping ke sepuluh masukan itu, laporan penelitian ini kiranya sanggup juga dijadikan contoh dalam melaksanakan penelitian yang sejenis di kalangan tenaga teknis pendidikan termasuk guru.
Daftar Pustaka
Atkinson Rita L, Richarcd C. Atkinson, Edward E. Smith, Daryl J. BEM, & Susan Nolen-Hoeksema.(1996). Hilgard’s introduction to psychology. USA : Harcourt Brace College Publishers.
Baron, Robert A, & Byrne, Dunn. (1994). Social psychology: Understanding human interaction. Massachussets : Allyn & Bacon.
Hjele, Larry A., & Ziegler, Daniel J. (1981). Personality theories: Basic assumptions, research and aplication. USA: McGraw-Hill Publishing Company.
Kleinbaum, D.G., Kupper, L.L., & Muller, K.E.(1988). Applied regression analysis and other multivariable methods. Boston: PWS-Kent Publishing Company.
Kemmer, F.N & Thiagarajan, S.(1992). Handbook of human performance technology problems in organizations. San Fransisco: Jossey Bass Publisher.
Monforton, M., Helmes, E., & Deatle, A. Barry. (1993). Type a personality and marital intimacy in amputes. Britis Journal Medical Psychology.
Robbins, Stephen P. (1994). Management. Englewood Cliffs, New Jersey; Printice Halll Inc.
Rotter, J.B. General Expectancies for internal versus external control of reinforcement. New York: Psychological Monographs.
Schabracq, maarc J., Jaques Am. Winnubst & Cooper, Carry L,. (1996). Handbook of work and healty psychology. England: John Willey & Son.
Shahidi, Shahriar. Beliefs and fear underlying the type a behavior pattrern in adolescent. British Journal of Medical Psychology.
Stanford, S. Clare, & Salmon, Peter. (1993). Stress from synapse to syndrome. London: Academic Press Limited.
Zyzanki, S.J., K.C. Stange, K. Kercher, JH, J.H. Medalie, & Kahana, Eva.(1991).
Health and illness behaviour of type a personality. Journal of Occupational Medicine.
ditulis Oleh : Rita Johan *)
Sumber : Jurnal Pendidikan Penabur - No.01 / Th.I / Maret 2002
*) Rita Johan ialah Dosen di Universitas Kristen Atmajaya Jakarta dan pernah bekerja di
BPK PENABUR Jakarta. Hasil penelitian ini sanggup dijadikan sebagai contoh dalam melakukan
penelitian yang sejenis di kalangan tenaga teknis pendidikan termasuk guru.
B. Kerangka teori
1. Hakikat kepuasan kerja karyawan
Kepuasan kerja intinya merujuk pada seberapa besar seorang pegawai menyukai pekerjaannya (Cherington, 1987 : 82). Kepuasan kerja ialah sikap umum pekerja tentang pekerjaan yang dilakukannya, lantaran pada umumnya apabila orang mengulas tentang sikap pegawai, yang dimaksud ialah kepuasan kerja (Robbins, 1994:417). Pekerjaan ialah belahan yang penting dalam kehidupan seseorang, sehingga kepuasan kerja juga mempengaruhi kehidupan seseorang. Oleh lantaran itu kepuasan kerja adalah
bagian kepuasan hidup (Wether dan Davis, 1982:42).
Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai adalah: (a) isi pekerjaan, penampilan kiprah pekerjaan yang konkret dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan ; (b) supervisi ; (c) organisasi dan manajemen; (d) peluang untuk maju; (e) penghasilan dan laba dalam bidang finansial lainnya menyerupai adanya insentif; (f) rekan kerja; dan (g) kondisi pekerjaan (Chruden & Sherman, 1972: 312-313). Selain itu, berdasarkan Job Descriptive Index (JDI) faktor penyebab kepuasan kerja ialah (1) bekerja pada kawasan yang tepat, (2) pembayaran yang sesuai, (3) organisasi dan manajemen, (4) supervisi pada pekerjaan yang tepat, dan (5) orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat (Dunn & Stephens, 1981: 322-323). Adapun salah satu
cara untuk memilih apakah pekerja puas dengan pekerjaannya ialah dengan membandingkan pekerjaan mereka dengan beberapa pekerjaan ideal tertentu (teori kesentidakboleh).
Kepuasan kerja sanggup dirumuskan sebagai respons umum pekerja berupa sikap yang ditampilkan oleh karyawan sebagai hasil persepsi terkena halhal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi/institusi/perusahaan mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan , hasrat dan pengalaman masa kemudian yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang dibutuhkan sanggup dipenuhi di tempatnya bekerja. Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dengan kenyataan yang dijumpai dan didapatkannya dari tempatnya bekerja. Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara
harapan pekerja dan kenyataan yang didapatkannya di kawasan bekerja. Persepsi pekerja terkena hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status dan kebanggaan. Dalam persepsi ini juga dilibatkan situasi kerja pekerja yang bersangkutan yang mencakup interaksi kerja, kondisi kerja, pengakuan, hubungan dengan atasan, dan peluang promosi. Selain itu di dalam persepsi ini juga tercakup kesesuaian antara kemampuan dan keinginan pekerja dengan kondisi organisasi kawasan mereka bekerja yang mencakup jenis pekerjaan, minat, bakat, penghasilan, dan insentif.
2. Hakikat locus of control
Mengacu pada teori yang ada (Hjele & Ziegler, 1981; Cydiberia, 1966-1999; Baron & Byrne, 1994), maka locus of control diartikan sebagai persepsi sesorang tentang sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan pekerjaannya. Locus of control dibedakan menjadi lokus kontrol internal ( internal locus of control) dan lokus kontrol eksternal ( external locus of control).
melaluiataubersamaini memakai konsep locus of control, sikap bekerja sanggup dijelaskan ketika seorang karyawan mencicipi hasil pekerjaan yang dilakukan sebagai hasil kontrol internal atau eksternal. Kontrol internal akan tampak melalui kemampuan kerja dan tindakan kerja yang bekerjasama dengan keberhasilan dan kegagalan karyawan pada ketika melaksanakan pekerjaannya.
Sedangkan karyawan dengan kontrol eksternal mencicipi bahwa terdapat kontrol di luar dirinya yang mendukung hasil pekerjaan yang dilakukan. Locus of control ialah persepsi seseorang terhadap keberhasilan ataupun kegagalannya dalam dalam melaksanakan banyak sekali kegiatan dalam hidupnya yang dihubungkan dengan faktor eksternal individu yang di dalamnya mencakup beberapa aspek nasib, keberuntungan, kekuasaan atasan dan lingkungan kerja serta dihubungkan pula dengan faktor internal individu yang di dalamnya mencakup beberapa aspek kemampuan kerja dan tindakan kerja yang bekerjasama dengan keberhasilan dan kegagalan kerja individu yang bersangkutan.
3. Hakikat tipe perilaku
Berdasarkan kajian teori yang dilakukan (Buck, 1988; Baron &Bryne, 1994; Monforton, Helmes & Deathe, 1993: Hopkin & QA, 1999), tipe sikap seseorang sanggup dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tipe sikap A dan tipe sikap B. Tetapi ada juga yang menyatakan hasil pengukurannya dalam skala kontinu yang memakai tipe sikap A tepat dan tipe sikap B tepat sebagai kutub-kutub ekstrimnya.
Dari teori yang ada sanggup dikatakan bahwa tipe sikap ialah deskripsi tentang penampilan individu dalam melaksanakan banyak sekali kegiatan kehidupannya sehari-hari termasuk dalam melaksanakan kiprah pekerjaannya. Tipe sikap yang dianggap mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja karyawan ialah tipe sikap A dan tipe sikap B.
Tipe sikap ialah deskripsi tentang penampilan individu dalam melaksanakan banyak sekali kegiatan kehidupannya yang dibedakan atas tipe sikap A yang ditandai dengan adanya ketergesaan, persaingan, dan peningkatan stress, serta tipe sikap B yang ditandai dengan adanya ketenangan, menjalani hidup dengan santai dan tidak mudah stress.
4. Hakikat pemenuhan harapan pengpenghasilanan
Dari pembahasan teori yang berkaitan dengan pemenuhan harapan pengpenghasilanan (Bernardin & Russel, 1986; McGeoh & Irion, 1958; Kemmerer & Thiogarajan, 1992; Lovejoy, 1988) sanggup disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ialah kesesuaian imbalan yang dibutuhkan oleh karyawan yang bersangkutan yang dinilai secara seimbang, baik berdasarkan kebutuhan maupun maupun kualifikasi kemampuan untuk
masing-masing individu karyawan.
Seseorang bekerja mempunyai tujuan, antara lain untuk memperoleh penghasilan biar kebutuhan dan keinginannya sanggup direalisasikan. Seorang karyawan akan mendapat kepuasan kerja bila ia mempersepsikan bahwa imbalan yang diterimanya baik berupa penghasilan, insentif, tuntidakboleh, dan penghargaan lainnya yang tidak berbentuk bahan atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukannya nilainya lebih tinggi daripada pengorbanannya berupa tenaga dan ongkos yang sudah dikeluarkannya untuk melaksanakan pekerjaan itu.
Kelebihan yang didapat masih cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya serta kebutuhan lainnya. Kepuasan kerja akan diperoleh apabila ada kesesuaian antara harapan pengpenghasilanan karyawan dengan besarnya imbalan yang iterimanya baik dalam bentuk bahan ataupun non materi.
Berdasarkan analisis teoritis tersebut maka pemenuhan harapan pengpenghasilanan ialah kesesuaian imbalan yang dibutuhkan oleh karyawan bersangkutan yang dinilai secara seimbang berdasarkan kebutuhan dan kualifikasi kemampuan untuk masing-masing individu karyawan yang dipengaruhi oleh faktor dalam diri individu dan di luar individu. Faktor dalam individu ini meliputi: mencukupi kebutuhan hidup minimal, kesesuaian penghasilan dengan pendidikan, kesesuaian penghasilan dengan pengalaman kerja, dan kesesuaian penghasilan dengan penampilan kerja.
Sementara faktor di luar individu meliputi: peluang promosi, kebijakan atasan, dan situasi kerja.
C. Kerangka Berpikir
1. Hubungan antara locus of control dengan kepuasan kerja
Manusia dalam melaksanakan banyak sekali kegiatan dalam hidupnya selalu berupaya memdiberi respons terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang ada dalam diri dan di lingkungan sekitar manusia. Aktivitas individu sebagai respons terhadap faktor-faktor internal dan eksternal tersebut di kontrol oleh faktor locus of control.
Locus of Control baik internal maupun eksternal bukanlah ialah suatu konsep tipologi, melainkan ialah efek atau santunan banyak sekali faktor lingkungan. Artinya locus of control bukan berasal semenjak lahir melainkan timbul dalam proses pembentukannya yang bekerjasama dengan faktor-faktor lingkungan, sehingga tidak ada orang yang spesialuntuk mempunyai kontrol internal saja ataupun kontrol eksternal saja.
Seorang karyawan akan mempunyai kepuasan kerja, apabila mereka sanggup menampilkan sikap yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukannya sebagai hasil efek dalam dirinya (internal) maupun lingkungan di luar dirinya (eksternal). Melalui locus of control yang dimiliki, sikap pekerja sanggup dijelaskan ketika seorang karyawan mencicipi hasil pekerjaan yang mereka lakukan ialah hasil kontrol internal atau eksternal.
Seorang karyawan mencicipi kontrol internal sebagai kepribadian lantaran mencicipi hasil pekerjaan yang dilakukannya berada di bawah efek kontrol diri pribadinya sendiri. Kontrol internal ini akan tampak melalui kemampuan kerja dan tindakan kerja yang bekerjasama dengan keberhasilan dan kegagalan karyawan pada ketika melaksanakan pekerjaannya. melaluiataubersamaini demikian seseorang karyawan akan merasa puas dalam bekerja lantaran kontrol internalnya mempersembahkan keberhasilan dalam bekerja. Sedangkan ada pula karyawan yang merasa bahwa terdapat kontrol eksternal di luar dirinya yang mendukung hasil pekerjaan yang dilakukannya. Kontrol eksternal ini terlihat melalui nasib dan keberuntungan karyawan yang bersangkutan serta kekuasaan atasan dan lingkungan kerja kawasan karyawan tersebut bekerja. Satu hal yang penting di sini ialah bahwa perasaan karyawan tentang locus of control, baik internal maupun eksternal mempunyai efek yang tidak sama pada penampilan kerja dan kepuasan kerja karyawan.
Dari uraian di atas, diduga terdapat hubungan positif antara locus of control dengan kepuasan kerja seorang karyawan. Makin berpengaruh efek faktor internal locus of control seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya maka makin puas kerja karyawan.
2. Hubungan antara tipe sikap dengan kepuasan kerja
Setiap insan selalu mengatakan tipe sikap yang tidak sama antara insan yang satu dengan insan lainnya. Oleh lantaran itu insan dikatakan sebagai makhluk yang mempunyai keunikan tersendiri. Tipe sikap ialah deskripsi tentang penampilan individu dalam melaksanakan banyak sekali kegiatan kehidupannya sehari-hari, termasuk penampilan seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
Tipe sikap ini dibedakan atas 2 tipe, yaitu tipe sikap A dan tipe sikap B. Tipe sikap A digambarkan sebagai seorang karyawan yang secara kontinu berjuang untuk mendapat terlalu banyak dalam melaksanakan pekerjaan mereka, dalam waktu yang terlalu sedikit ataupun dengan melewati terlalu banyak kendala pada ketika mereka melaksanakan pekerjaannya.
Karyawan yang mempunyai tipe sikap A rentan terhadap gangguan koroner. Akibat imbas genetik ataupun efek-efek pengalaman terlampau seorang karyawan, karyawan dengan tipe sikap A akan mengatakan respons susunan saraf otonom yang berlebihan secara tidak normal dalam keadaan terancam. Adanya ketergesaan persaingan serta peningkatan stres yang menyertainya akan meningkatkan kegiatan saraf simpatis dan mempersembahkan donasi bagi kemungkinan timbulnya penyakit jantung koroner. melaluiataubersamaini demikian seorang karyawan yang mempunyai tipe sikap A lebih banyak mengalami kesusahan dalam bekerja. Keadaan ini mengakibatkan timbulnya rasa ketidak puasan di dalam bekerja.
Sedangkan karyawan yang mempunyai tipe sikap B ialah mereka yang tidak mempunyai karakteristik menyerupai yang terlihat pada tipe sikap A. Orang yang mempunyai tipe sikap B tidak mudah terkena stres, lebih mudah dalam menjalani kehidupannya, mempunyai ketenangan dan tidak tergesa-gesa dalam melaksanakan suatu pekerjaan. melaluiataubersamaini demikian seorang karyawan yang tidak mempunyai tipe sikap B tidak rentan terhadap gangguan koroner, sehingga pekerjaan yang dilakukan lebih mempersembahkan kepuasan dalam bekerja. Salah satu faktor yang mendorong timbulnya kepuasan kerja seorang karyawan ialah kepribadian yang ditampilkan atau tampak melalui tipe sikap yang ditampilkan oleh seorang karyawan pada ketika melaksanakan pekerjaannya.
Kepuasan kerja berkaitan dengan sanggup tidaknya karyawan mengatakan aktualisasi diri pada ketika melaksanakan pekerjaan dan kemampuannya dalam menghadapi tekanan dan tantangan dalam pekerjaan yang dilakukannya. Terkadang individu mengalami tekanan dan tantangan dalam pekerjaan yang dilakukannya untuk mencapai kepuasan kerja. Keadaan putus asa diakibatkan oleh terhalangnya kepuasan terhadap suatu kebutuhan yang dirasakan oleh
seseorang tidak terpenuhi seluruhnya. Hal ini tidak spesialuntuk disebabkan oleh situasi adil individu, tetapi juga disebabkan oleh adanya respons-respons nasional yang tampak dari tipe sikap yang ditampilkan seseorang.
Dari uraian di atas, maka sanggup diduga terdapat hubungan positif antara tipe sikap dengan kepuasan kerja karyawan. Makin berpengaruh tipe sikap B yang ditampilkan seorang karyawan dalam menghadapi banyak sekali tekanan, bahaya dan kendala dalam melaksanakan kiprah pekerjaannya maka makin puas karyawan dalam bekerja.
3. Hubungan antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan dengan kepuasan kerja
Seorang karyawan yang masuk dan bekerja pada suatu institusi ataupun perusahaan mempunyai banyak sekali harapan, kebutuhan, hasrat dan impian yang dibutuhkan sanggup dipenuhi oleh institusi ataupun perusahaan tempatnya bekerja. Jika di dalam menjalani pekerjaan tersebut ada kesesuaian antara harapan dan kenyataan, maka akan timbul kepuasan dalam diri karyawan tersebut.
Manusia bekerja mempunyai tujuan, antara lain untuk mendapat penghasilan biar kebutuhan dan keinginannya sanggup terpenuhi dengan baik. Kepuasan kerja ialah respons umum karyawan berupa sikap yang ditampilkan oleh karyawan sebagai hasil persepsi terkena hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. melaluiataubersamaini kata lain kepuasan kerja ialah seperangkat perasaan karyawan tentang hal sangat senang atau tidak sangat senang pekerjaan yang dilakukan, baik didasarkan atas imbalan material maupun psikologis.
Seorang karyawan akan mendapat kepuasan kerja bila ia mempersepsikan bahwa imbalan yang diterima baik berupa penghasilan, insentif, tuntidakboleh dan penghargaan lainnya yang tidak berbentuk bahan atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan nilainya lebih tinggi daripada pengorbanannya berupa tenaga dan ongkos yang sudah dikeluarkan untuk melaksanakan pekerjaan itu. Kelebihan yang didapat masih cukup untuk digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup diri keluarga (bagi yang sudah berkeluarga) serta kebutuhan lain. Kepuasan kerja akan didapat bila ada kesesuaian antara harapan pengpenghasilanan karyawan dengan besarnya imbalan yang diterima, baik yang berupa bahan maupun non materi.
Dari uraian di atas, sanggup diduga terdapat hubungan positif antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan karyawan dengan kepuasan kerja karyawan tersebut. Artinya, makin sesuai pelaksanaan pengpenghasilanan dengan harapan karyawan yang didasarkan atas kebutuhan minimalnya, makin besar kepuasan kerjanya.
4. Hubungan antara locus of control, tipe perilaku, dan pemenuhan harapan
pengpenghasilanan secara bahu-membahu dengan kepuasan kerja.
Berdasarkan studi pustaka dan secara daypikir logis sudah diungkapkan bahwa locus of control, tipe sikap dan pemenuhan hubungan pengpenghasilanan secara sendiri-sendiri mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja.
Seandainya hubungan antar ketiga veriabel tersebut linear, maka berdasarkan daypikir yang logis pula ketiga variabel bebas tersebut secara bersamasama mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja karyawan.
D. Pengajuan Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut. Maka sanggup dirumuskan hipotesis
penelitian terhadap kepuasan kerja karyawan sebagai diberikut:
1. Terdapat hubungan positif antara locus of control karyawan ( X1) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). melaluiataubersamaini perkataan lain, makin internal locus of control maka makin puas karyawan dalam bekerja.
2. Terdapat hubungan positif antara tipe sikap karyawan ( X2) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). melaluiataubersamaini perkataan lain makin berpengaruh tipe sikap B yang dimiliki karyawan makin puas karyawan dalam bekerja.
3. Terdapat hubungan positif antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3)dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). melaluiataubersamaini perkataan lain makin sesuai pengpenghasilanan dengan harapan karyawan makin puas karyawan dalam bekerja.
4. Terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1), tipe sikap ( X2), dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) karyawan secara bersamasama terhadap kepuasan kerja karyawan ( Y). melaluiataubersamaini perkataan lain, makin internal l ocus of control, makin berpengaruh tipe sikap B dan makin sesuai pengpenghasilanan dengan harapan karyawan secara bersama-sama, makin puas karyawan dalam bekerja.
E. Metodologi Penelitian
Tujuan penelitian ialah untuk mengkaji hubungan antara locus of control, tipe perilaku, serta pemenuhan harapan pengpenghasilanan dengan kepuasan kerja karyawan baik secara sendiri maupun bersama pada institusi pendidikan, terutama di tingkat sekolah tinggi tinggi.
Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Atmajaya Jakarta . Responden penelitian ialah 84 orang karyawan tetap belahan manajemen yang sudah bekerja sekurangnya satu tahun di Universitas Atmajaya Jakarta yang diperoleh dengan simple random sampling.
Penelitian ini memakai metode survei dengan pendekatan korelasional,
seperti terlihat pada gambar diberikut :
Data penelitian dikumpulkan dengan memakai instrumen yang mengukur kepuasan kerja, locus of control, tipe sikap dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan. Kalibrasi instrumen dilakukan untuk menguji validitas butir dan koefisien reliabilitas. Validitas butir dihitung dengan memakai koefisien hubungan butir dan reliabilitas dihitung dengan memakai koefisien Alpha Cronbach. Selanjutnya persyaratan analisis data diuji dengan normalitas populasi (Uji Lilliefors) dan diuji dengan homogenitas varians populasi (Uji Bartlett). Berikutnya dilakukan metode hubungan sederhana, parsial dan ganda, serta metode regresi sederhana dan ganda.
F. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
1. Hubungan antara Locus of Control (X1 ) dengan Kepuasan Kerja Karyawan ( Y).
Hipotesis pertama menyatakan terdapat hubungan positif antara locus of control karyawan ( X1) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) ditunjukkan dengan persamaan regresi . Y = 38,725 + 2,368X1. Pengujian signifikansi dan linearitas persamaan regresi sebagai diberikut:
Berdasarkan uji signifikansi dan uji linearitas regresi tersebut di atas, diperoleh kesimpulan bahwa persamaan regresi Y= 38,725 + 2,368 X1 sangat signifikan dan linear. Persamaan regresi tersebut mengatakan bahwa setiap skor locus of control ( X1) akan mengakibatkan kenaikan 2,368 skor estimasi kepuasan kerja pada konstanta 38,725.
Grafik hubungan antara locus of control (X1) dengan kepuasan kerja ( Y) melalui garis regresi Y = 38,725 + 2,368 X1.
Kekuatan hubungan antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) ditetapkan oleh koefisien hubungan ry1 = 0,639. Uji siginifikansi koefisien hubungan tercantum dalam tabel diberikut:
Berdasarkan uji signifikansi koefisien hubungan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa koefisien hubungan antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) sebesar 0,639 ialah sangat signifikan. Maka terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y), yaitu semakin tinggi skor kontrol internal ( X1) dengan kepuasan locus of control (semakin ke arah internal), semakin tinggi pula kepuasan kerja.
Koefisien determinasinya ialah r2 = 0,6392 = 0,408 atau 40,8%. Koefisien determinasi antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) sebesar 40,8% berarti bahwa 40,8% variasi kepuasan kerja ( Y) ditentukan oleh locus of control ( X1).
melaluiataubersamaini mengontrol efek tipe sikap ( X2), koefisien hubungan parsial antara locus of control ( X1) dan kepuasan kerja ( Y) menjadi ry1.2 0,6073. melaluiataubersamaini mengontrol efek pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3), koefisien hubungan parsial antara locus of control ( X1) dan kepuasan kerja ( Y) menjadi ry1.3=0,4052. melaluiataubersamaini mengontrol efek tipe sikap ( X2) dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) sekaligus, koefisien hubungan parsial antara locus of control
( X1) dan kepuasan kerja ( Y) menjadi ry2.3 = 0,3892. Pengujian signifikansi koefisien hubungan parsial dengan mengontrol efek tipe sikap ( X2) dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3), baik sendiri-sendiri maupun sekaligus sanggup dilihat pada tabel diberikut:
Berdasarkan uji signifikansi tersebut disimpulkan bahwa (1) dengan mengontrol efek locus of control ( X1) tetap terdapat hubungan positif antara pemenuhan antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) dengan kepuasan kerja ( Y), (2) dengan mengontrol tipe sikap ( X2) tetap terdapat hubungan positif antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) dengan kepuasan kerja ( Y), dan (3) dengan mengontrol efek locus of control ( X1) dan tipe sikap ( X2) sekaligus tetap terdapat hubungan positif antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) dengan kepuasan kerja ( Y).
4. Hubungan antara locus of control ( X1), tipe sikap ( X2) dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) secara bahu-membahu dengan kepuasan kerja karyawan ( Y).
Hipotesis keempat menyatakan terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1), tipe sikap ( X2) dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3), secara bahu-membahu dengan kepuasan kerja ( Y) ditunjukkan oleh persamaan regresi ganda Y = -21,340 + 1,909 X
Berdasarkan uji signifikansi tersebut disimpulkan bahwa persamaan regresi Y = - 21,340 + 1.052 X1 +1,909 X2 = 1,430 X3 sangat signifikan. Ini berarti terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1), tipe sikap ( X2) dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) secara bahu-membahu dengan kepuasan kerja ( Y). Kekuatan hubungan antara locus of control ( X1), tipe sikap ( X2) dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) secara bahu-membahu dengan kepuasan kerja ( Y) ditunjukkan oleh hubungan sebesar Ry123 = 0,834.
Berdasarkan uji signifikansi koefisien hubungan tersebut disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1), tipe sikap ( X2) dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) secara bahu-membahu dengan kepuasan kerja ( Y) dengan koefisien hubungan ganda Ry.123 = 0,834 dan koefisien determinasi R2 y.123 = 0,8342 = 0,696. Ini berarti bahwa 69,6% varians kepuasan kerja (Y) sanggup ditentukan atau dijelaskan oleh locus of control ( X1), tipe sikap ( X2) dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) secara bersama-sama.
sepertiyang diketahui bahwa koefisien hubungan locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) sebesar ry1 = 0,639, koefisien hubungan antara tipe sikap ( X2) dengan kepuasan kerja ( Y) sebesar ry2= 0,511, dan koefisien hubungan antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) dengan kepuasan kerja (Y) sebesar ry3 = 0,735.
Besarnya koefisien hubungan dengan faktor-faktor lain dikontrol sanggup dilihat dalam tabel diberikut:
Dari tabel tersebut di atas disimpulkan bahwa peringkat kekuatan hubungan antara masing-masing variable bebas dengan variable terikat ialah peringkat pertama variable pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) dengan ry3.12 = 0,5899, peringkat kedua ialah variable tipe sikap ( X2) dengan ry2.13 = 0,4564, dan peringkat ketiga ialah locus of control ( X1) dengan ry123 = 0,3892.
G. Kesimpulan:
Berdasarkan temuan penelitian yang sudah diuraikan terlampau, maka sanggup ditarik beberapa kesimpulan sebagai diberikut:
Pertama, terdapat hubungan positif yang signifikan antara locus kontrol internal ( X1) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Artinya makin internal locus of control karyawan maka akan makin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan.
Kedua, terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara tipe sikap B ( X2) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Artinya makin berpengaruh tipe sikap B karyawan maka akan makin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan.
Ketiga, terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) dengan Kepuasan kerja karyawan ( Y). Artinya makin sesuai pemenuhan harapan pengpenghasilanan maka akan makin tinggi kepuasan kerja karyawan.
Keempat, terdapat hubungan antara l okus of control internal ( X1) tipe sikap B ( X2), dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan ( X3) secara bahu-membahu dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Artinya makin internal locus of control, makin berpengaruh tipe sikap B dan makin sesuai pemenuhan harapan pengpenghasilanan secara bahu-membahu akan sanggup meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
Kelima, penelitian juga menunjukan bahwa berdasarkan besarnya koefisien hubungan partial, ternyata kekuatan hubungan antara pemenuhan harapan dan pangpenghasilanan dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat pertama, kekuatan hubungan antara tipe sikap dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat kedua, dan kekuatan hubungan antara locus of control dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat ketiga.
H. Implikasi
Dari kesimpulan penelitian yang sudah dibahas, maka selanjutnya dikemukakan implikasi penelitian sebagai diberikut:
1. Upaya memanfaatkan locus of control untuk meningkatkan kepuasan kerja Pertama, pemdiberian respons positif terhadap tiap perjuangan inisiatif karyawan betapapun kecilnya perjuangan inisiatif tersebut. Karyawan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari dibutuhkan tidak spesialuntuk terpaku pada acara atau panduan kerja yang sudah menjadi tugasnya sehari-hari.
Karyawan harus mempunyai inisiatif dari dalam dirinya sendiri untuk melaksanakan pekerjaannya tanpa harus ada yang memdiberi perintah. Tiap perjuangan inisiatif karyawan hendaknya diasumsikan berlandaskan itikat baik, selama belum terbukti sebaliknya pimpinan juga harus mencurigai setiap
usaha inisiatif yang dilakukan karyawannya biar tidak terjebak dengan jerat yang sudah dipasang oleh karyawan yang spesialuntuk mengatakan inisiatif untuk mendapat kebanggaan dan jabatan yang lebih tinggi dari pimpinan. Di sini seorang pemimpin dituntut tingkat kejeliannya dalam menilai perjuangan inisiatif yang dilakukan karyawannya.
Kedua, penampilan kerja dengan perjuangan inisiatif, selama dalam batas wewenang yang didiberikan lebih dihargai daripada penampilan kerja tanpa inisiatif. Penampilan kerja (kinerja) yang ditampilkan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya sanggup dilihat dan ditingkatkan melalui ada tidaknya keinginan karyawan untuk melaksanakan suatu inisiatif dalam melakukan
pekerjaannya.
Kinerja yang ditampilkan karyawan sanggup ditingkatkan melalui perjuangan inisiatif kerja karyawan yang bersangkutan. Kinerja yang ditunjukkan dengan adanya inisiatif kerja lebih baik dan seharusnya lebih dihargai oleh pimpinan, dibandingkan dengan kinerja yang ditampilkan tanpa melaksanakan inisiatif kerja. Karyawan yang sering melaksanakan inisiatif kerja, kinerjanya akan terlihat baik. Sebaliknya karyawan yang jarang atau bahkan sama sekali tidak pernah mengatakan inisiatif dalam bekerja, maka kinerjanya akan terlihat kurang baik, meskipun karyawan yang bersangkutan sudah berupaya mengatakan kinerjanya seterbaik mungkin.
Di sini seorang pimpinan harus bisa mengatakan kepada karyawannya bahwa pimpinan lebih menghargai kinerja karyawan yang ditampilkan dengan adanya perjuangan inisiatif kerja daripada kinerja karyawan yang ditampilkan tanpa perjuangan inisiatif kerja karyawan yang bersangkutan. Hal semacam ini perlu dijelaskan oleh pimpinan biar karyawan tidak statis dalam bekerja. Pimpinan harus bisa membangkitkan kreativitas kerja karyawan yang ditampilkan
dalam inisiatif kerjanya. Oleh lantaran itu pimpinan perlu mendorong karyawannya untuk mengatakan usaha-usaha inisiatif kerja biar sanggup mendorong kinerja karyawan yang pada kesannya akan memperlancar dan meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
Ketiga, atasan tidak perlu secara berlebihan menyatakan bertanggung tanggapan atas segala bentuk keberhasilan kerja ataupun kehadiran banyak sekali situasi dan kondisi yang tidak menguntungkan karyawan, dan hendaknya ikut bertanggung tanggapan atas segala kegagalan kerja ataupun kehadiran banyak sekali situasi dan kondisi yang tidak menguntungkan karyawan.
Keempat, karyawan dibiasakan untuk ikut bertanggung tanggapan atas segala bentuk hasil kerja,baik yang berupa keberhasilan maupun kegagalan. Pimpinan harus membiasakan karyawan untuk ikut bertanggung tanggapan atas segala bentuk hasil kerja yang dicapainya. Karyawan harus dibiasakan ikut bertanggung tanggapan pada ketika mereka berhasil dalam melaksanakan kiprah pekerjaannya.
Bentuk tanggung tanggapan ini sanggup ditunjukkan dengan mengikutsertakan karyawan pada ketika pemdiberian penghargaan atas hasil kerja yang sudah dilakukan. Bentuk tanggung tanggapan lainnya ialah dengan mempersembahkan penghargaan pada karyawan yang bersangkutan dan mengingatkannya bahwa keberhasilan ini sebaiknya tidak spesialuntuk untuk hari ini saja, tetapi harus dipupuk dan dikembangkan.
melaluiataubersamaini demikian dibutuhkan karyawan mau dan mempunyai inisiatif untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi sehingga hasil kerja yang diputuskan sanggup dicapai secara optimal.
2. Upaya memanfaatkan tipe sikap untuk meningkatkan kepuasan kerja.
Upaya yang sanggup dilakukan untuk meningkatkan kepuasan kerja sehubungan dengan temuan bahwa tipe sikap B mempunyai hubungan positif dengan kepuasan kerja antara lain, yaitu:
Pertama, menilai tipe sikap calon karyawan pada seleksi penerimaannya dan mengutamakan perekrutan karyawan dengan tipe sikap B. Seorang karyawan dalam menampilkan kinerjanya pada ketika melaksanakan kiprah pekerjaan sehari-hari dipengaruhi oleh tipe sikap yang dimilikinya. Karena insan ialah makhluk yang unik, maka tipe sikap yang ditampilkan karyawan tidak sama-beda antara satu dengan yang lainnya. Untuk mengetahui tipe sikap yang dimiliki karyawan pada ketika proses perekrutan karyawan sanggup dilakukan dengan mempersembahkan sejumlah tes psikologis (yang dibentuk oleh para hebat psikologi yang terlibat dalam proses perekrutan karyawan baru) yang mengarah pada dimiliki/tidaknya tipe sikap B oleh calon karyawan yang bersangkutan.
melaluiataubersamaini demikian, apabila dalam proses perekrutan pertama saja sudah terjaring karyawan-karyawan dengan tipe sikap B, maka dibutuhkan karyawankaryawan yang bekerja di universitas akan mempunyai tingkat kepuasan kerja yang lebih besar.
Kedua, penataan ulang penempatan karyawan dengan mengutamakan penempatan karyawan tipe B pada posisi dengan situasi kerja yang lebih berpotensi menimbulkan stress, dan sebaliknya. Pihak universitas sebaiknya melaksanakan penataan ulang penempatan karyawan sesuai dengan tipe sikap yang dimilikinya. Penataan ulang penempatan karryawan ini sanggup dilakukan dengan melaksanakan rotasi karyawan dari satu belahan ke belahan lain dalam jangka waktu tertentu. Penataan ulang penempatan karyawan ini juga sanggup dilakukan dengan melaksanakan rotasi kiprah atau sanggup juga dengan pergantian posisi.
Hal ini dimaksudkan untuk mempersembahkan penyegaran bagi karyawan biar karyawan tidak merasa bosan dan jenuh, lantaran spesialuntuk melaksanakan kiprah yang sama dan monoton dari pertama ia bekerja hingga sekarang. melaluiataubersamaini demikian dibutuhkan terjadi keseimbangan dalam menempatkan karyawan dengan tipe sikap masing-masing sesuai dengan posisi dan porsinya masing-masing, sehingga kepuasan kerja karyawan sanggup meningkat.
Ketiga, menjajaki kemungkinan untuk melaksanakan upaya modifikasi tipe perilaku, terutama di lingkungan karyawan dengan tipe sikap A yang belum berkembang sempurna. Pihak universitas harus sanggup menjajaki kemungkinan untuk melaksanakan upaya modifikasi tipe sikap karyawan, terutama di lingkungan karyawan dengan tipe sikap A yang belum berkembang sempurna. Upaya yang sanggup diambil di antaranya dengan memberlakukan peraturan yang sanggup mendorong karyawan untuk menunjukkan atau menampilkan tipe sikap yang sesuai dengan posisi kerjanya. Selain itu juga sanggup pula dilakukan kegiatan berupa petes-petes atau simulasi-simulasi untuk membentuk atau menyempurnakan tipe sikap yang dimiliki karyawan sehingga berkembang ke arah yang diinginkan.
3. Upaya memanfaatkan pemenuhan harapan pengpenghasilanan untuk meningkatkan kepuasan kerja.
Upaya yang sanggup dilakukan untuk memanfaatkan pemenuhan harapan pengpenghasilanan dalam rangka peningkatan kepuasan kerja karyawan adalah:
Pertama, mempelajari lebih lanjut pemenuhan kebutuhan minimal secara individual, menilai derajat relevansinya, serta tingkat pemenuhannya oleh pihak Universitas. Pihak universitas harus mempelajari lebih lanjut berapa besar biaya yang dibutuhkan oleh karyawan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimalnya. Seorang karyawan akan mempunyai kepuasan dalam bekerja apabila harapannya terpenuhi. Salah satu harapan yang diinginkan oleh karyawan ialah mendapat penghasilan yang setidaknya sanggup mencukupi kebutuhan hidup minimalnya. melaluiataubersamaini memperoleh penghasilan yang mencukupi kebutuhan hidup minimalnya atau bahkan berlebihan, karyawan tersebut akan mempunyai semangat kerja yang tinggi yang akan tampak melalui kinerjanya, dan melalui kreativitas serta produktivitas kerjanya.
Kedua, mempelajari kemungkinan penataan anggaran di tahun-tahun selanjutnya dengan memdiberi perhatian yang lebih besar terhadap pemeliharaan sumber daya manusia, baik dari segi dana pemeliharaannya maupun system pengpenghasilanannya, dengan tetap memperhitungkan kemampuan finansial universitas. Pihak universitas sebaiknya mempelajari kemungkinan dilakukannya penataan anggaran keuangan universitas di tahun-tahun selanjutnya dengan memdiberi perhatian lebih besar terhadap pemeliharaan sumber daya manusia.
Hal ini sanggup dilakukan dengan mempersembahkan sejumlah anggaran yang dialokasikan untuk melaksanakan kegiatan penelitian tentang peningkatan sumber daya insan (dalam hal ini karyawan yang bekerja di universitas) biar kinerjanya meningkat, mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan pemdiberian petes –petes bagi karyawan baik untuk memodifikasi tipe sikap maupun untuk meningkatkan kinerja karyawan. Ketiruananya itu dimaksudkan untuk melaksanakan training dan pemeliharaan sumber daya insan yang terlibat di dalam kegiatan universitas biar kinerjanya meningkat sehingga produktivitas kerjanya meningkat pula. Selain itu pihak universitas juga sebaiknya mengalokasikan dana untuk memperbaiki system pengpenghasilanan di universitas, sehingga karyawan sanggup meningkatkan kepuasan kerjanya dan sanggup menghasilkan atau mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Tentu saja ketiruananya itu harus diadaptasi dengan kondisi finansial yang dimiliki oleh universitas.
Ketiga, meningkatkan penghargaan terhadap prestasi kerja dalam banyak sekali bentuk imbalan non finansial, yang secara relatif tidak akan menambah beban universitas secara finansial. Pihak universitas sebaiknya melaksanakan upayaupaya untuk mempersembahkan penghargaan terhadap prestasi kerja yang dicapai oleh karyawan dalam banyak sekali bentuk imbalan non-finansial. Hal ini sanggup dilakukan dengan mempersembahkan penghargaan karyawan teladan secara terencana bagi setiap karyawan yang berprestasi. Penghargaan yang didiberikan tidak mutlak harus berupa penghargaan dalam bentuk finansial, melainkan contohnya saja dengan memasang foto dan menyebarluaskannya di sekitar lingkungan universitas gambar karyawan teladan tersebut. Atau dalam suatu kegiatan seremonial yang dilakukan secara berkala, karyawan-karyawan yang berprestasi sanggup ditampilkan dan didiberi piagam penghargaan. Hal itu akan memicu karyawan untuk meningkatkan prestasi kerjanya.
Upaya ini selain berpotensi meningkatkan kepuasan kerja secara langsung, juga dibutuhkan sanggup mengurangi intensitas hubungan antara pemenuhan harapan pengpenghasilanan secara finansial dengan kepuasan kerja, sehingga kepuasan kerja yang diinduksi oleh imbalan tidak semata-mata tergantung pada imbalan finansial.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan dan implikasi penelitian, ada beberapa masukan yang sanggup dikemukakan menyangkut kepuasan kerja, locus of control, tipe sikap dan pemenuhan harapan pengpenghasilanan karyawan belahan manajemen Universitas Atmajaya.
Pertama, pimpinan harus menghargai setiap penampilan kerja dengan perjuangan inisiatif yang ditampilkan karyawan dengan lebih memperhatikan hasil kerja dan mempersembahkan nilai tambah untuk penilaian karyawan yang akan dipertimbangkan dalam promosi jabatan.
Kedua, melibatkan karyawan secara pribadi dalam setiap kegiatan manajemen dengan mempersembahkan pekerjaan sesuai dengan porsinya sehingga timbul rasa keterikatan yang sanggup menumbuhkan rasa tanggung tanggapan terhadap keberhasilan maupun kegagalan kerja.
Ketiga, mengutamakan calon karyawan dengan tipe sikap B pada proses perekrutan karyawan gres dengan mempersembahkan serangkaian tes yang bersifat psikologis.
Keempat, menempatkan karyawan sesuai potensi yang dimilikinya serta memilih batas-batas pekerjaan yang terperinci sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara sesama karyawan.
Kelima, mengadakan rotasi posisi atau jabatan karyawan secara terencana untuk menghindari kejemuan karyawan dalam bekerja.
Keenam, menyusun perencanaan karir bagi karyawan sehingga tiruana karyawan sanggup mengetahui peluang untuk promosi jabatan dan pangkat. melaluiataubersamaini demikian karyawan terpacu untuk mengoptimalkan tiruana kemampuan yang dimiliki dalam menuntaskan kiprah pekerjaan.
Ketujuh, membentuk tim untuk melaksanakan pemantauan, mengevaluasi perkembangan karyawan dan mempersembahkan menolongan bagi karyawan yang mengalami kesusahan pada ketika melaksanakan tugas.
Kedelapan, memdiberi masukan pada tim penyusun anggaran universitas biar mempersembahkan porsi anggaran yang lebih besar daripada yang berlaku selama ini untuk bidang pemeliharaan dan pengembangan sumber daya manusia.
Kesembilan, melibatkan secara adil dan merata karyawan manajemen dalam tiruana jadwal kegiatan penelitian, dedikasi masyarakat dan pendidikan yang dilakukan oleh universitas yang fungsinya memmenolong kelancaran di bidang manajemen sehingga mempersembahkan peluang bagi karyawan untuk memperoleh komplemen pendapatan di luar penghasilan tetap.
Kesepuluh, mempersembahkan penghargaan secara khusus bagi karyawan, contohnya pemdiberian gelar karyawan teladan, dalam jadwal seremonial yang diadakan universitas setiap tahun sehingga sanggup memacu prestasi kerja karyawan.
Di samping ke sepuluh masukan itu, laporan penelitian ini kiranya sanggup juga dijadikan contoh dalam melaksanakan penelitian yang sejenis di kalangan tenaga teknis pendidikan termasuk guru.
Daftar Pustaka
Atkinson Rita L, Richarcd C. Atkinson, Edward E. Smith, Daryl J. BEM, & Susan Nolen-Hoeksema.(1996). Hilgard’s introduction to psychology. USA : Harcourt Brace College Publishers.
Baron, Robert A, & Byrne, Dunn. (1994). Social psychology: Understanding human interaction. Massachussets : Allyn & Bacon.
Hjele, Larry A., & Ziegler, Daniel J. (1981). Personality theories: Basic assumptions, research and aplication. USA: McGraw-Hill Publishing Company.
Kleinbaum, D.G., Kupper, L.L., & Muller, K.E.(1988). Applied regression analysis and other multivariable methods. Boston: PWS-Kent Publishing Company.
Kemmer, F.N & Thiagarajan, S.(1992). Handbook of human performance technology problems in organizations. San Fransisco: Jossey Bass Publisher.
Monforton, M., Helmes, E., & Deatle, A. Barry. (1993). Type a personality and marital intimacy in amputes. Britis Journal Medical Psychology.
Robbins, Stephen P. (1994). Management. Englewood Cliffs, New Jersey; Printice Halll Inc.
Rotter, J.B. General Expectancies for internal versus external control of reinforcement. New York: Psychological Monographs.
Schabracq, maarc J., Jaques Am. Winnubst & Cooper, Carry L,. (1996). Handbook of work and healty psychology. England: John Willey & Son.
Shahidi, Shahriar. Beliefs and fear underlying the type a behavior pattrern in adolescent. British Journal of Medical Psychology.
Stanford, S. Clare, & Salmon, Peter. (1993). Stress from synapse to syndrome. London: Academic Press Limited.
Zyzanki, S.J., K.C. Stange, K. Kercher, JH, J.H. Medalie, & Kahana, Eva.(1991).
Health and illness behaviour of type a personality. Journal of Occupational Medicine.
ditulis Oleh : Rita Johan *)
Sumber : Jurnal Pendidikan Penabur - No.01 / Th.I / Maret 2002
*) Rita Johan ialah Dosen di Universitas Kristen Atmajaya Jakarta dan pernah bekerja di
BPK PENABUR Jakarta. Hasil penelitian ini sanggup dijadikan sebagai contoh dalam melakukan
penelitian yang sejenis di kalangan tenaga teknis pendidikan termasuk guru.